Ketiga, ini yang kemudian lebih menghawatirkan lagi. Putusan MK yang dianggap cacat secara hukum serta pencalonan Gibran sebagai Cawapres dianggap cacat secara moral dan sama sekali tak tuntas, bisa saja memancing sisi gelap pikiran lawan-lawan politiknya untuk melakukan tindakn-tindakan nir-keadaban, ketakpatuhan pada peraturan perundangan Pemilu.
Akhirnya, semua kubu terjerumus pada politik Machiavellian yang berbahaya. Karena setiap norma (kewajiban atau larangan) akan disiasati demikian rupa untuk semata-mata demi kepentingan atau keuntungan elektoral masing-masing kubu. Pemilu dengan demikian menjadi hajat demokrasi yang minus keadaban.
Pemilu minus keadaban
Pemilu minus keadaban adalah pemilu yang tidak lagi mengindahkan peraturan perundangan, menisbikan regulasi dan berbagai ketentuan. Sekaligus pada akhirnya juga mengesampingkan prinsip-prinsip koeksistensi dan kohesivitas sosial, kesediaan untuk hidup bersama dan bekerjasama dalam suasana damai dan harmoni.
Ketiadaan komitmen keadaban yang demikian akan menjadikan Pemilu bukan lagi sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, sebagai arena kontestasi gagasan dan festival ide-ide visioner dan programatik untuk masa depan bangsa dan negara. Melainkan sebagai ajang untuk saling menyerang dan menyakiti. Pemilu yang demikian jelas potensial menghancurkan integrasi kebangsaan.
Meminjam ulasan Reza AA. Wattimena (Rumah Filsafat, 2010), keadaban publik dibentuk melalui tiga unsur, yakni keinginan untuk hidup bersama, empati, dan kepatuhan pada aturan yang adil. Tanpa ketiga hal ini, keadaban publik tidak akan tercipta. Tanpa keadaban publik hidup bersama akan terasa menyakitkan. Kegelisahan dan konflik sosial akan menjadi bagian dari rutinitas warga.
Demikian pula halnya dengan Pemilu sebagai aktifitas publik untuk merotasi kekuasaan secara tertib, memilih pemimpin dengan cara memberinya mandat memerintah. Tanpa dialasi ketiga unsur keadaban itu, Pemilu hanya akan menjadi ruang kontestasi yang pengap, panas dan saling menyakiti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H