Tuntutan publik yang demikian keras itu bisa difahami sebagai bentuk kepedulian berbagai elemen masyarakat terhadap penegakan hukum yang diduga terlalu sarat dengan muatan kepentingan politik kelompok atau keluarga. Sekaligus dalam kerangka menjaga marwah MK serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengadil urusan sengketa hasil pemilu ini.
Belum akan sepenuhnya tegakÂ
Lantas bagaimana marwah mahkamah ke depan dengan diberhentikannya Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua MK?
Hemat saya marwah MK belum sepenuhnya akan kembali tegak dan dengan demikian kepercayaan publik juga belum sepenuhnya akan kembali menguat karena beberapa alasan berikut ini.
Pertama, Anwar Usman hanya diberhentikan dari jabatan ketua. Artinya ia masih tetap merupakan hakim konstitusi. Dan sebagai hakim konstitusi Usman masih berhak dan punya kewenangan terlibat dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara permohonan judicial review selain yang berkaitan dengan perselisihan hasil pemilu.
Kedua, MKMK sudah sangat tegas menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat etik dan perilaku sebagai hakim konstitusi. Bagaimana mungkin dan dimana nalar sehatnya seorang yang telah nyata-nyata terbukti melanggar kode etik masih diberikan hak dan kewenangan mengadili perkara hokum.
Belum lagi jika dikaitkan dengan posisi pencalonan Gibran sebagai bakal Cawapres yang saat ini terus menuai kontroversi dalam masyarakat. Meski secara hukum pencalonan ini dinilai sah, namun lagi-lagi, secara etik dan moral publik nampaknya akan terus menyoroti isu ini sebagai bagian dari problematika elektoral yang bakal beranak pinak.
Maka bisa difahami jika kemudian banyak pihak menuntut supaya Anwar Usman mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi. Desakan ini disuarakan demi menjaga marwah mahkamah dan mengembalikan kepercayaan publik.
Karena itu sangat bijak jika Anwar Usman mempertimbangkan saran dan desakan ini. Bukan justru mengumbar respon bahwa dirinya telah difitnah dan dilumatkan harkat, derajat dan martabatnya sebagai hakim, yang justru menuai cemooh dan sinisme masyarakat.
Ayolah Prof, jabatan ini kan milik Allah. Nah sekarang, melalui MKMK dan suara-suara publik, Allah mungkin memang sedang meminta kembali milikNya itu. Waallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H