Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Opsi Putusan MKMK yang Potensial Paling Maslahat

7 November 2023   11:45 Diperbarui: 7 November 2023   20:53 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan menggelar sidang dan membacakan putusan hasil pemeriksaan atas pengaduan sejumlah elemen masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan para hakim konstitusi dalam memutus perkara mengenai usia capres-cawapres beberapa pekan lalu.

Demi alasan menegakan kembali marwah Mahkamah Konstitusi (MK) yang doyong, banyak yang berharap putusan MKMK nanti selain memberhentikan tidak dengan hormat para hakim yang yang terbukti melanggar etik, juga menganulir putusan MK atas perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Jika harapan ini terkabul maka dengan sendirinya pencalonan Gibran Rakabuming sebagai bakal Cawapres terkoreksi dan gagal.

Harapan publik itu kian kencang ketika Ketua MKMK, Prof. Jimlu Asshiddiqie berkali-kali memberikan statemen yang terkesan "selaras" dengan keinginan publik kepada media. Meski tidak sedikit pula yang skeptis dengan pernyataan Prof. Jimly, mengingat secara pribadi Jimly pernah menyatakan dukungan terhadap Prabbowo sebagai Capres dan anaknya adalah pengurus partai Gerindra.  

Tetapi apapun harapan dan respon masyarakat, kita faham bahwa putusan MK itu final dan mengikat. Di dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jelas dinyatakan bahwa "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum". 

Selain itu dalam peraturan MK juga diatur, bahwa MKMK hanya berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengaduan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi. MKMK tidak memiliki kewenangan masuk ke substansi perkara permohonan judicial review, dan dengan sendirinya juga tidak memiliki kewenangan untuk membatalkannya.

Lantas di tengah fakta-fakta tersebut, apa yang kira-kira bakal diputuskan oleh MKMK sore nanti ?

 

5 Opsi Putusan

Dengan membaca peraturan perundangan yang berlaku dan mengkonfrontasikannya dengan suara-suara publik yang terus menggema setiap hari, saya melihat ada 5 (lima) opsi putusan yang salah satunya akan diambil oleh MKMK.

Pertama, merehabilitasi para hakim konstitusi yang diadukan telah melanggar kode etik dan tidak menyentuh sama sekali putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Kedua, memberhentikan tidak dengan hormat para hakim, terutama Anwar Usman sebagai Ketua MK yang dinilai paling banyak masalah dan diadukan, tetapi tanpa membatalkan sama sekali putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK.

Ketiga, memberhentikan tidak dengan hormat para hakim, terutama Anwar Usman sebagai Ketua MK yang dinilai paling banyak masalah dan diadukan, tidak membatalkan  putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK tetapi memerintahkan penundaan pelaksanaanya untuk Pemilu 2029.

Keempat, memberhentikan tidak dengan hormat para hakim, terutama Anwar Usman sebagai Ketua MK yang dinilai paling banyak masalah dan diadukan, tidak membatalkan  putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK tetapi mempersilahkan para pihak pengadu yang memiliki legal standing untuk melakukan langkah re-judicial review (permohonan kembali) atas perkara yang sama dengan komposisi hakim konstitusi yang baru.

Kelima, memberhentikan tidak dengan hormat para hakim, terutama Anwar Usman sebagai Ketua MK yang dinilai paling banyak masalah dan diadukan dan membatalkan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK.

Dampak putusan 

Dari kelima opsi yang tersedia itu, yang pertama jelas merupakan opsi yang paling dikhawatirkan oleh masyarakat. Karena itu, jika MKMK mengambil opsi ini, hemat saya publik akan marah dan dapat dipastikan akan memicu kegaduhan di tengah tahapan perhelatan Pemilu yang tengah berlangsung.

Karena itu MKMK nampaknya bakal menghindari opsi putusan pertama, dan akan cenderung lebih memilih opsi yang kedua. Alasannya jelas, opsi kedua yang paling mendekati peraturan perundangan sekaligus mempertimbangkan berbagai materi pengaduan dari para pihak pengadu.

Namun demikian, pilihan atas opsi kedua juga tetap rentan kegaduhan. Karena semangat yang diusung publik, khsusunya para pengadu untuk menegakan kembali marwah MK sekaligus menyetop potensi dinasti politik yang diberi jalan oleh putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 bakal dinilai gagal.

Oleh sebab itu, hemat saya opsi yang paling bijak dan potensial memberikan kemaslahatan jangka panjang bagi semua pihak adalah opsi putusan ketiga. Yakni memberhentikan para hakim konstitusi yang terbukti melanggar etik tanpa harus membatalkan putusan perkara  Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi implementasi putusan ini ditunda untuk Pemilu berikutnya.

Kenapa bukan opsi keempat dan kelima? Karena opsi keempat belum ada preseden hukumnya, dan opsi kelima pada sebagian putusannya (membatalkan putusan MK) jelas bukan kewenangan MKMK. Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun