Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Netralitas ASN dalam Pemilu, Ini Norma-norma Pentingnya

2 November 2023   01:20 Diperbarui: 2 November 2023   01:54 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari lalu, Presiden Jokowi mengingatkan para penjabat kepala daerah untuk netral dalam Pemilu 2024 yang akan segera memasuki salah satu tahapan penting, yakni Kampanye. Selain arahan untuk para Penjabat Kepala Daerah, Jokowi juga menyinggung soal netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

Meski sudah sering didiskusikan, isu netralitas ASN dalam Pemilu tetap penting untuk terus dihidupkan, setidaknya karena tiga alasan.

Pertama, posisi ASN yang strategis dalam kerangka sistem pemerintahan Indonesia. Kedua, ASN "ditaqdirkan" menjadi warga negara yang khas dalam konteks elektoral. Mereka memiliki hak pilih, tetapi tidak diperkenankan menunjukkan pilihan politiknya kepada publik. Ketiga, karena kita semua sepakat bulat : Pemilu harus jujur dan adil. Karena posisi strategisnya tadi ASN kerap menjadi salah satu pemicu kedua azas Pemilu ini terganggu.

Ironisnya, di tengah pentingnya menjaga netralitas ASN dalam Pemilu 2024 ini, hasil revisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang telah disahkan 3 Oktober 2023 lalu justru menghapus keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

 Di dalam 27 Pasal UU 5 Tahun 2014 seblum direvisi disebutkan bahwa KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.

Kemudian di dalam Pasal 30 dijelaskan KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. Dan salah satu tugasnya adalah menjaga netralitas pegawai ASN.

Pengaturan Netralitas ASN dalam UU 5 Tahun 2014

Namun demikian, ada atau tidak ada KASN, norma-norma yang mengatur netralitas ASN tetap harus jalan, wajib diimplementasikan dengan penuh kesungguhan oleh para pihak terkait, terutama tentu saja kalangan ASN sendiri dan para pejabat birokrasi yang membawahinya.

Di dalam Pasal 1 UU 5 Tahun 2014 disebutkan: Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Berdasarkan norma tersebut, maka pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang populer disingkat PPPK memiliki status yang sama dengan PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam konteks netralitas Pemilu. Netralitas ini merupakan salah satu dari 13 azas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN.

Bagian Penjelasan UU ASN kemudian merumuskan, "asas netralitas" adalah bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Kewajiban ASN menempatkan diri dalam posisi netral secara tegas diperintahkan di dalam Pasal 9 Ayat (2):  Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pelanggaran atas ketentuan Pasal 9 ini dapat mengakibatkan ASN (baik PNS maupun PPPK) diberhentikan tidak dengan hormat (Pasal 87 dan 105).

Pengaturan Netralitas ASN dalam UU Pemilu 

Di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengaturan ketentuan mengenai Netralitas ASN tersebar dalam beberapa pasal dan ayat. Kesemuanya terkait langsung dengan larangan-larangan bagi ASN dalam konteks kegiatan-kegiatan dukungan terhadap para bakal calon dan/atau calon, sosialisasi dan kampanye Pemilu.

Pengaturan pertama terdapat dalam Pasal 280 ayat (2) huruf f dan ayat (3). Bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan ASN. Pelanggaran terhadap ketentuan larangan ini diancam dengan ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak 12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah).

Pengaturan berikutnya di dalam Pasal 282. Dalam pasal ini Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

Kemudian di dalam Pasal 283 ayat (1) para pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.

Pengaturan Netralitas ASN dalam SKB Nomor 2 Tahun 2022

Selain diatur di dalam kedua UU tersebut di atas, isu Netralitas ASN juga diatur lebih detail dan praktis dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 yang ditandatangani 5 pejabat. Yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala BAKN, Ketua KASN dan Ketua BAWASLU RI.

SKB tersebut memuat rincian tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai ASN (PNS dan PPPK) dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan (Pilkada).

Di dalam Diktum Putusan dijelaskan, bahwa maksud diterbitkannya SKB adalah untuk  membangun sinergitas dan efektifitas dalam pembinaan dan pengawasan netralitas Pegawai ASN, serta mendorong kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran asas netralitas Pegawai ASN.

Sedangkan tujuan diterbitkannya SKB adalah untuk mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan professional, serta terselenggaranya Pemilu dan Pemilihan (PIlkada) yang berkualitas.

Bentuk-bentuk Pelanggaran Netralitas ASN 

Untuk memastikan tujuan tersebut tercapai, di dalam Lampiran II SKB kemudian dirumuskan bentuk-bentuk pelanggaran netralitas ASN, antara lain sebagai berikut:

  • Memasang spanduk, baliho, atau alat peraga lain peserta Pemilu dan Pemilihan
  • Sosialisasi/kampanye para bakal calon di media sosial atau media online
  • Menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif
  • Membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon
  • Memposting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik : poto Bersama dengan para bakal calon, tim sukses, dan alat peraga terkait partai politik/para bakal calon
  • Ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi/pengenalan para bakal calon atau partai politik
  • Mengikuti deklarasi/kampanye bagi para isteri/suami para calon tidak dalam status Cuti di Luar Tanggungan Negara
  • Melakukan pendekatan kepada Partai Politik sebagai bakal calon Presiden-Wapres, Legislatif, dan Kepala Daerah, serta kepada masyarakat (bagi independen) sebagai bakal calon DPD dan Kepala Daerah.
  • Menjadi anggota atau pengurus Partai Politik
  • Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap Partai Politik atau calon atau pasangan calon
  • Menjadi tim ahli/tim pemenangan atau konsultan bagi bakal calon atau bakal pasangan calon atau Partai Politik
  • Memberikan dukungan kepada bakal calon DPD dengan memberikan surat dukungan atau mengumpulkan potokopi KTP
  • Membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan Partai Politik, calon atau pasangan calon.

Moga manfaat, khususnya untuk sahabat-sahabat ASN dan siapa saja yang peduli terhadap ikhitar dan tekad bersama mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil, demokratis, serta aman, damai dan sentosa. Sekaligus mewujudkan profil ASN yang profesional dan netral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun