Tulisan ini tidak penting. Sekedar membaca isyarat dari peristiwa penting yang terjadi siang tadi di istana.
Ya, siang tadi Presiden mengundang makan siang tiga Bacapres. Ketiganya hadir, kompak berbatik. Posisi duduknya menarik, menggelitik bagi suka yang ngulik urusan politik. Â
Keempat tokoh nasional itu duduk, memutar sebetulnya karena meja makan yang digunakan berbentuk bundar. Tapi tetap saja, dari arah manapun nampak jelas : Anies berhadapan dengan Jokowi.
Sementara Prabowo dan Ganjar seolah mengapit di sisi kanan dan kiri Jokowi. Kita tidak tahu, apakah posisi itu disetting oleh protokoler istana, atau "settingan" Tuhan Yang Maha Kuasa. Tapi yang pasti, tidak ada yang kebetulan di alam semesta, termasuk dalam semesta urusan elektoral.
Posisi duduk: Perubahan vs Keberlanjutan
Lantas apa yang bisa diulik dari posisi duduk itu? Posisi duduk itu seperti mengisyaratkan posisi politik elektoral ketiga Bacapres di hadapan Presiden Jokowi.
Anies duduk berhadapan dengan Jokowi. Ini seolah semacam reminder bagi publik, sekaligus mempertegas dinamika elektoral hingga per makan siang tadi. Bahwa posisi politik elektoral Anies memang sejak awal sudah berseberangan dengan Jokowi, dan hingga siang tadi posisi eksisting belum berubah.
Anies bertekad melakukan perubahan karena banyak aspek dari capaian pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang dinilainya keliru, melenceng dari cita-cita menghadirkan keadilan dan keseteraan. Di sisi diametralnya Jokowi hakul yakin apa yang sudah dikerjakannya selama ini on the track. Karenanya bukan perubahan yang harus dilakukan, tetapi memberlanjutkan capaian-capaian yang telah dikoleksi. Bagi Jokowi, perubahan artinya memulai lagi segalanya dari awal.
Prabowo di Kanan, Ganjar di Kiri
Kemudian posisi Prabowo dan Ganjar. Dilihat dari angle kamera, Prabowo duduk di sebelah kanan Jokowi. Posisi ini seolah mempertegas untuk yang kesekian kalinya, bahwa Jokowi akhirnya memilih Prabowo sebagai "tangan kanan" untuk melanjutkan agenda dan program-program pemerintahannya yang belum selesai.
Posisi kanan Prabowo juga bisa dimaknai sebagai signal bahwa Jokowi lebih percaya kepada Prabowo untuk menjaga kepentingan-kepentingan politiknya pasca dirinya lengser keprabon nanti. Termasuk, mungkin saja hasrat untuk mempersiapkan dinasti politik masa depan keluarganya. Makanya dengan enteng Gibran diberikan kepada Prabowo di tengah pilu hati elit-elit PDIP.
Sementara Ganjar, dari angle yang sama duduk di sebelah kiri Jokowi. Tidak berhadapan seperti Anies, dan tidak juga di kanan yang diduduki Prabowo. Posisi ini seolah ingin mengisyaratkan dua hal.
Pertama, Ganjar mengapit Jokowi, tidak berhadapan seperti Anies. Ini seolah mengingatkan kepada publik bahwa sejatinya Ganjar memiliki posisi yang sebangun dengan Prabowo. Ia berada di barisan gagasan dan semangat keberlanjutan, melanjutkan agenda dan program-program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang belum tuntas.
Tetapi pasca deklarasi Gibran bakal Cawapres Prabowo banyak hal yang berubah drastis dalam lanskap kepolitikan elektoral. Jokowi dan keluarga akhirnya terang-terangan berada di barisan Prabowo, dan dengan sendirinya hengkang meninggalkan PDIP. Â
Dan sebelum pendaftaran ke KPU, Ganjar seperti sudah mencium aroma kuat Jokowi bakal fix mendukung Prabowo, ia tidak menggunakan kemeja putih bergaris hitam vertikal rancangan Jokowi. Ia memilih kemeja hitam dan berpadu dengan kemeja putih Mahfud. Di halaman KPU, ketika wartawan tanya kenapa seragam yang digunakan paduan hitam-putih, Ganjar menjawab lugas: "ya, hitam dan putih, tidak pernah abu-abu". Â
Satu lagi, beberapa pekan silam, Hasto pernah dengan tegas mengungkapkan bahwa PDIP "berideologi kiri" dalam spektrum ideologi Pancasila. Ungkapan ini dimaknai sendiri oleh Hasto sebagai lambang progresif. Nah, pasca Gibran jadi bakal Cawapres Prabowo "progresifnya" Hasto menampakkan diri. Kini PDIP tak lagi kenceng bicara keberlanjutan an sich. Mereka, termasuk Ganjar waktu dialog dengan jurnalis di KPU tadi, juga mulai rajin bicara dan mengoreksi capaian-capaian pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Itu kira-kira penjelasan perihal isyarat yang kedua. Posisi duduk Ganjar di kiri Jokowi seolah menginfokan kepada publik.
Pertama, meski masih dalam satu gerbong pemerintahan, Ganjar bukanlah pilihan Jokowi untuk menjaga kepentingan-kepentingan politiknya pasca pensiun nanti. Kedua, Ganjar (dan PDIP tentu saja) sudah berubah pasca dikecewakan oleh pilihan sikap Gibran. Tidak sepenuhnya lagi berada di posisi semangat keberlanjutan, tetapi juga semangat mengoreksi. Ketiga, seperti diakui sendiri oleh Hasto, PDIP memang berada di posisi kiri dalam spektrum ideologi Pancasila.
Jadi, dari posisi duduk di meja makan istana siang tadi, sekarang publik memperoleh gambaran yang makin terang-benderang. Bahwa Pilpres kali ini menawarkan tiga pilihan menarik : Visi Keberlanjutan Prabowo, Visi Semi-Keberlanjutan Ganjar, dan Visi Perubahan Anies. Â Â
Mana yang mau dipilih, silahkan rundingkan di meja makan masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H