Kalimat di atas adalah statemen Prof. Arief Hidayat, salah satu dari empat hakim konstitusi yang memilih dissenting opinion pada saat pembacaan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai usia Capres-Cawapres yang hingga hari ini masih terus menuai polemik di masyarakat.
Terkait polemik berkepanjangan ini, Prof. Yusril mengutarakan kekhawatirannya melalui akun twitter pribadinya :
"Menyimak polemik pro dan kontra terhadap putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 beserta implikasinya terhadap Pilpres 2024, saya memandang perlu menyarankan kepada Pemerintah untuk segera mengambil langkah kongkret untuk mengakhiri polemik tersebut. Penyelenggaraan Pilpres memerlukan adanya keadilan dan kepastian hukum. Jangan polemik dibiarkan berlarut-larut yang dapat membawa implikasi pada legitimasi Pilpres dan hasilnya nanti".
Keprihatinan Prof. Arief sebagai buntut putusan MK terkait usia Capres-Cawapres dan kekhawatiran Prof. Yusril atas polemik terkait putusan MK itu saya kira penting untuk mendapat perhatian berbagai elemen bangsa. Terutama mereka yang masih memiliki komitmen dan kecintaan tulus pada bangsa dan negara ini. Serta masih peduli pada keselamatan negara-bangsa dari potensi kehancuran keadabannya oleh para petualang politik yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya saja.
Melawan Badai dengan Majelis Kehormatan
"Prahara". Dalam kamus resmi Bahasa Indonesia, istilah ini mengandung arti "angin rebut, angin topan, badai". Menurut Prof. Arief, badai itu telah menghajar Mahkamah Konstitusi 16 Oktober lalu. Dan kini badai itu telah menggoyahkan salah satu benteng keadilan di negeri ini.
Besok atau lusa, jika tidak ada upaya serius untuk menjaganya, benteng keadilan bernama Mahkamah Konstitusi itu mungkin akan segera runtuh bersama hukum yang kondisinya juga makin susah ditegakkan belakangan ini.
Lantas ikhtiar apa yang harus dilakukan untuk menjaga agar Mahkamah tidak ambruk?
Tiga hari lalu sebuah lembaga telah dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan laporan-laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi. Lembaga itu bernama Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Majelis ini diketuai oleh Prof. Jimly Ashiddiqie (mewakili unsur tokoh masyarakat), Prof. Bintan Saragih (unsur akademisi), dan Wahiduddin Adams (unsur hakim konstitusi).
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk oleh MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat sekaligus menjaga serta menegakkan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.