Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Waspadai Lima Faktor Penghambat Partisipasi Pemilih

5 Oktober 2023   10:40 Diperbarui: 6 Oktober 2023   04:14 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemilu | KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Jika dilihat dari sisi pemilih, puncak rangkaian kegiatan Pemilu adalah memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara, yakni 14 Februari 2024. 

Seluruh persiapan program, rangkaian kegiatan dan keriuhan-keriuhan elektoral yang dilakukan para pihak (penyelenggara, peserta dan pemlilih) pada akhirnya akan diuji pada hari pencoblosan ini.

Semakin banyak pemilih yang datang ke TPS dan memberikan suaranya dengan benar sesuai regulasi maka dengan sendirinya semakin tinggi tingkat partisipasi. 

Sebaliknya semakin sedikit pemilih memberikan suara atau hak pilihnya pada hari pencoblosan maka semakin rendah pula capaian tingkat partisipasi pemilih.

Berikut ini data tingkat partisipasi pemilih sepanjang Pemilu era transisi dan era reformasi di Indonesia. Pemilu transisional tahun 1999 tingkat partisipasi pemilih mencapai angka 92.7%. Kemudian Pemilu 2004 sebesar 84.1%, Pemilu 2009 sebesar 71%, Pemilu 2014 sebesar 75.11%, dan Pemilu 2019 sebesar 81.69%.

Berdasarkan data di atas, tingkat partisipasi pemilih sepanjang Pemilu era reformasi mengalami penurunan dibandingkan dengan Pemilu transisi tahun 1999. Angka partisipasi terendah terjadi pada Pemilu 2009 yang hanya mencapai 71%.

Foto : www.hipwee.com
Foto : www.hipwee.com

Mengapa tingkat partisipasi pemilih rendah? Berikut faktor-faktor yang secara potensial dapat mengakibatkan rendahnya tingkat partisipasi pemilih pada suatu Pemilu.

Sosialisasi kurang massif

Pertama, partisipasi pemilih rendah bisa disebabkan oleh karena miskinnya informasi dan pengetahuan seputar kepemiluan yang diterima masyarakat. Situasi ini terjadi karena sosialisasi Pemilu yang kurang masif dilakukan. Sosialisasi tidak menyasar lapisan-lapisan masyarakat pemilih yang tersebar di berbagai Kawasan.

Faktor ini tidak bisa dianggap remeh karena semua pihak, terutama penyelenggara pemilu misalnya, merasa bahwa saat ini berbagai platform media sudah sangat banyak. Lalu semua berasumsi bahwa dengan demikian masyarakat akan mudah memperoleh informasi tanpa harus mendapatkan secara langsung sosialisasi dari penyelenggara.

Faktanya tidaklah demikian. Asumsi itu hanya berlaku di lingkungan masyarakat urban dan pinggiran perkotaan yang memiliki kemudahan mengakses informasi. Sementara warga yang tinggal jauh di kawasan pegunungan, kampung dan desa yang jumlahnya tidak sedikit tentu tidak selalu mudah menerima informasi.

Aspek teknis yang tidak memudahkan 

Faktor kedua yang bisa membuat pemilih malas datang ke TPS dan menggunakan hak suaranya adalah karena aspek-aspek yang bersifat teknis kepemiluan yang tidak memudahkan para pemilih.

Misalnya pemetaan dan pengaturan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pemilih yang didistribusikan ke dalam TPS-TPS yang terlalu jauh dan/atau sulit dijangkau cenderung akan malas datang untuk menggunakan hak suaranya.

Kasus lain adalah pendistribusian pemilih dalam satu keluarga ke dalam TPS yang berbeda. Suami misalnya di TPS 1, sementara istrinya di TPS 2 atau 3, lalu anaknya di TPS 4 atau 5 yang masing-masing TPS letaknya saling berjauhan.

Rendahnya kesadaran Pemilu

Rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam suatu Pemilu juga bisa disebabkan oleh kesadaran bernegara, atau lebih tepatnya kesadaran politik elektoral yang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah, keluasan bersosialisasi atau interaksi sosial sebagai warga negara yang sempit, serta jarangnya memperoleh informasi dan partisipasi politik dalam kehidupan keseharian sebagai warga negara bisa menjadi pemicu rendahnya kesadaran bernegara ini.    

Dalam konteks ini sebagian masyarakat masih melihat dan memahami Pemilu sebagai peristiwa biasa, rutinitas kenegaraan yang tidak akan berdampak apapun pada kehidupan mereka. Kerena itu, datang atau tidak datang ke TPS, menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih dianggap biasa saja. Tidak akan memberikan dampak apapun pada kehidupan mereka sebagai warga negara.  

Dukungan pemerintah kurang maksimal

Faktor keempat yang bisa menjadi penyebab tingkat partisipasi pemilih menjadi rendah adalah lemahnya komitmen dan dukungan pemerintah untuk menyukseskan Pemilu. Dalam hal ini terutama struktur pemerintah di bawah yang paling dekat dengan pemilih, yakni Pemerintahan Kecamatan dan Pemerintahan Desa/Kelurahan beserta seluruh perangkatnya.

Dukungan dimaksud bisa berupa minimal fasilitas sarana dan prasarana serta komitmen dan sikap mendukung pelaksanaan Pemilu dalam bentuk misalnya sosialisasi dan ajakan kepada warga yang secara terus-menerus dan masif dilakukan.

Kekecewaan rakyat

Faktor terakhir yang bisa membuat masyarakat pemilih malas, atau bahkan menolak datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya. Atau dengan kata lain mereka sadar memilih Golput dalam Pemilu karena dipicu oleh kekecewaan terhadap pemerintah.

Mereka kecewa terhadap kebijakan-kebijakan politik yang dianggapnya tidak berpihak pada rakyat. Kecewa terhadap program-program pembangunan yang katanya untuk rakyat, tapi baru akan dimulai saja sudah menyengsarakan rakyat.

Nah, dalam konteks ini, kasus-kasus konflik agraria yang dipicu oleh program pembangunan seperti kasus Rempang dan lain-lain yang belakangan ini marak penting menjadi perhatian para pihak. Jika semua pihak abai dan menganggap sepele, sangat mungkin isu ini bisa berkontribusi negatif terhadap angka partisipasi pemilih.

Lantas mengapa angka partisipasi pemilih harus tinggi? Karena partisipasi pemilih berhubungan dengan sisi legitimasi politik. Dalam sudut pandang moralitas demokrasi elektoral, rendahnya angka partisipasi pemilih dianggap mencerminkan rendahnya legitimasi (keabsahan) politik para pemimpin yang terpilih.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun