Masa pendaftaran bakal Capres-Cawapres ke KPU kurang dari sebulan lagi. Sementara hingga hari ini, baru satu poros koalisi yang sudah lengkap dan menyatakan siap mendaftar ke KPU.
Belakangan bahkan muncul wacana baru yang sebetulnya merupakan gosip lama, yaitu Pilpres cukup dengan dua poros saja. Lebih efisien, hemat waktu dan tenaga.
Tapi wacana ini tampaknya bakal sulit diwujudkan, meski yang dimaksud dua poros itu salah satunya adalah bauran dari dua poros yang dianggap merepresentasikan satu semangat yang sama, yakni semangat keberlanjutan. Melanjutkan arah kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, yakni poros Prabowo-KIM dan poros Ganjar-PDIP. Berikut alasannya.
Pertama, Megawati dan Prabowo sebagai dua aktor utama dari masing-masing kedua kubu itu sudah bulat keputusannya. PDIP-Megawati telah menetapkan Ganjar sebagai bakal Capres, dan Gerindra-Prabowo telah menetapkan Prabowo sebagai bakal Capres. Keduanya adalah harga mati, tidak bisa ditawar.
Kedua, di masing-masing dari kedua kubu saat ini telah bergabung sejumlah partai pendukung koalisi. Partai-partai ini tentu saja memiliki alasan sendiri-sendiri mengapa memilih bergabung dan mengapa memilih untuk mendukung bakal capres tertentu.Â
Penyatuan dua poros koalisi ini sangat mungkin akan setback dan bisa mengacaukan peta koalisi yang sudah terbangun solid.
Ketiga, sejauh ini masing-masing poros, baik Prabowo-KIM maupun Ganjar-PDIP sudah memiliki basis masa elektoral yang solid, termasuk para relawan di dalamnya.Â
Para pemilih dan relawan ini juga sama, mereka punya alasannya sendiri-sendiri yang tidak dapat diremehkan, mengapa mendukung Prabowo dan mengapa mendukung Ganjar.
Kemungkinan yang relatif lebih sulit diwujudkan tentu saja jika wacana dua poros itu arahnya adalah menarik kubu Anies-Cak Imin ke salah satu poros antara Prabowo dan Ganjar.
Alasan utamanya sederhana saja: Anies tidak mungkin bersedia jadi bakal cawapres. Ia akan berpikir panjang dan moralis, jika bersedia jadi bakal cawapres (Prabowo atau Ganjar) dirinya akan dicap sebagai "pengkhianat kelas dewa". Karena dengan kesediaan itu berarti Anies meninggalkan Cak Imin, dan ini adalah fakta kedua ghosting politik yang dilakukan Anies setelah sebelumnya ia juga dianggap mencampakkan AHY.