Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gabung Prabowo, Apa yang Dicari Demokrat?

18 September 2023   22:35 Diperbarui: 19 September 2023   07:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Meski belum diumumkan secara resmi, Demokrat kabarnya jadi bakal bergabung dengan poros Koalisi Indonesia Maju (KIM). Kabar ini menyeruak pasca pertemuan SBY dengan Prabowo di Hambalang, yang juga diikuti oleh para petinggi partai yang tergabung dalam poros KIM, Kamis 17 September kemarin. Kamis lusa bergabungnya Demokrat ke poros KIM infonya bakal diumumkan secara resmi.

Jika tidak ada lagi perubahan dalam dua-tiga hari ini, dan info itu kemudian terbukti benar bahwa Demokrat akhirnya resmi bergabung dengan KIM, lantas apa yang dicari dan bisa diperoleh Demokrat ? Pertanyaan ini menarik dalam kerangka politik elektoral, mengingat dalil klasik yang pernah diungkapkan Harold Lasswell, bahwa politik itu tentang siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana.

Posisi Bacawpares 

Posisi bakal Cawapres ? Keliatannya nyaris mustahil, bahkan sekedar "dimimpikan" sekalipun. Slot ini sudah dibidik dan diantri oleh sejumlah figur. Ada Erick Tohir yang diusung PAN yang tampaknya juga diendros Jokowi, dan mungkin paling disukai Prabowo. Ada Airlangga, Ketum Golkar yang lebih awal bergabung dan suara electoral yang lebih tinggi dari Demokrat. Belum lagi Ridwan Kamil, kader baru Golkar yang lebih moncer peringkatnya dalam sejumlah lembaga survei dibanding AHY.

Jika mau ditambahkan, ada Mahfud, Yeni Wahid dan Gibran Rakabuming yang bisa menjadi "kuda hitam" karena kelebihan tertentu yang mereka miliki. Mahfud dikenal sebagai sosok berintegritas dan berbasis suara elektoral Nahdliyin, Yeni putri mantan Presiden populer sekaligus juga punya basis Nahdliyin seperti Mahfud, dan Gibran tentu saja punya basis pendukung ayahandanya di Pemilu 2014 dan 2019 selain kabarnya sosok milenial yang makin diminati para pemilih generasi Y dan Z.

Agenda Perubahan 

Menyorongkan gagasan dan agenda besar perubahan yang selama ini diusungnya ? Rasa-rasanya "Jaka sembung bawa golok, gak nyambung rok".  Ini ungkapan khas orang Lebak (Banten) yang Bupatinya kabarnya adalah salah satu kader kesayangan Demokrat di Banten untuk menjelaskan situasi kontradiktif.

Sejak awal, kehadiran poros KIM ini didesain (atau mendesain diri) sebagai poros koalisi yang secara textbook merupakan kelanjutan dari pemerintahan Jokowi. Mindset, substansi gagasan dan visi yang diusung adalah "melanjutkan" semua garis dan arah kebijakan Jokowi (tatakelola pemerintahan, program pembangunan dan pelayanan publik) yang selama ini dinilai menunjukkan banyak sisi lemah, lantas dikritik tajam oleh Demokrat (kerap bersama PKS) yang berada di luar pemerintahan, dan oleh sebab itu penting diperbarui, jika perlu diubah total.

Perubahan nomen klatur koalisi dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi KIM sesungguhnya mengkonfirmasi sekaligus penegasan perihal pemosisian diri Prabowo dan semua koleganya di KIM dalam kerangka politik elektoral sebagai momen transisional pemerintahan. Ringkasnya, KIM disiapkan (atau menyiapakan diri) sebagai Rezim Jokowi-Ma'ruf Jilid II.    

Tetiba Demokrat merapat ke KIM dengan semangat mengusung dan menyorongkan gagasan dan agenda besar perubahan. Jika semangat dan target ini serius diniyatkan dan bakal dilakukan Demokrat sepenuh hati, hemat saya akan sia-sia, dan Demokrat akan kecewa berat. Ini serupa contradictio in terminis.

Tetapi menjadi lain memang jika gagasan dan terma perubahan itu alakadarnya saja. Sekedar tetap menempel (sambil perlahan dilupakan demi adaptasi politik dengan platform KIM) atau bahkan dihempaskan saja sekalian karena toh terma perubahan ini bakal tetap digunakan oleh poros koalisinya Anie-Cak Imin.

Efek ekor jas ? 

Meraih coat tail effect, efek ekor jas ? Ini bisa jadi "sesat" pikir dan salah kalkulasi. Inisiator sekaligus leadernya poros KIM itu Gerindra dan Prabowo. Gerindra yang mengawali pembentukan satu poros koalisi bersama PKB. Golkar dan PAN, apalagi partai-partai non-parlemen PBB dan Gelora, semuanya adalah follower. PKB sendiri sudah pindah haluan ke KPP dan mendukung Anies.

Efek ekor jas sudah pasti akan diraih secara siginifikan oleh Gerindra lantaran bakal Capresnya adalah Prabowo, sang Ketua Umum. Apalagi jika yang menjadi bakal Cawapresnya figur non-partai seperti Erick Tohir. Efek ekor jas akan relatif utuh diperoleh Gerindra, tidak tercecer ke partai lain dalam poros KIM.

Gerindra akan mendapatkan limpahan besar efek ini. Semua partai anggota koalisinya, termasuk Demokrat tidak akan memperoleh banyak dari efek ekor jas ini. Bahkan, salah satu modalitas penting elektoral yang dimiliki Demokrat, yakni popularitas SBY bisa jadi juga akan tenggelam, takkan memberikan insentif elektoral yang berarti bagi Demokrat.

Portofoloi di Kabinet

Terakhir, paling ini yang masih mungkin bisa diperoleh manakala Demokrat akhirnya benar-benar jadi gabung dengan KIM. Yakni salah satu atau dua posisi Menteri di Kabinet KIM (Jilid II ?). Tentu saja jika Prabowo-Erick Tohir atau Prabowo-Ridwan Kamil atau Prabowo-Gibran Rakabuming memenangi kontestasi. Jika kalah, maka ambyar sudah semuanya.

Portofolio tidak didapat, tagline atau political branding sebagai partai pengusung perubahan kadung sudah tenggelam untuk kebutuhan adaptasi politik elektoral dengan poros KIM.

Bagaimana jika Prabowo dengan siapapun berpasangan misalnya memenangi kontestasi?  Mungkin saja memang bakal dapat jatah. Tetapi hemat saya, peluang ini juga tidak akan mudah diraih.

Poros KIM itu rumah besar yang dibangun bukan oleh satu-dua orang yang tampak nyata di panggung depan politik electoral saja. Tetapi juga ada aktor-aktor di panggung belakang yang bisa jadi sangat powerfull dan memiliki determinasi tinggi dalam menentukan arah perjalanan KIM sebagai pemenang Pilpres. Sekali lagi ini pengandaian. Salah satunya jelas Jokowi.  Nah, untuk bisa memperoleh satu-dua slot di kabinet, Demokrat tampaknya bakal menghadapi semacam proses screening kepantasan dan kelayakan untuk diberi jatah.  Wallahu'alam.    

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun