Meski belum diumumkan secara resmi, Demokrat kabarnya jadi bakal bergabung dengan poros Koalisi Indonesia Maju (KIM). Kabar ini menyeruak pasca pertemuan SBY dengan Prabowo di Hambalang, yang juga diikuti oleh para petinggi partai yang tergabung dalam poros KIM, Kamis 17 September kemarin. Kamis lusa bergabungnya Demokrat ke poros KIM infonya bakal diumumkan secara resmi.
Jika tidak ada lagi perubahan dalam dua-tiga hari ini, dan info itu kemudian terbukti benar bahwa Demokrat akhirnya resmi bergabung dengan KIM, lantas apa yang dicari dan bisa diperoleh Demokrat ? Pertanyaan ini menarik dalam kerangka politik elektoral, mengingat dalil klasik yang pernah diungkapkan Harold Lasswell, bahwa politik itu tentang siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana.
Posisi BacawparesÂ
Posisi bakal Cawapres ? Keliatannya nyaris mustahil, bahkan sekedar "dimimpikan" sekalipun. Slot ini sudah dibidik dan diantri oleh sejumlah figur. Ada Erick Tohir yang diusung PAN yang tampaknya juga diendros Jokowi, dan mungkin paling disukai Prabowo. Ada Airlangga, Ketum Golkar yang lebih awal bergabung dan suara electoral yang lebih tinggi dari Demokrat. Belum lagi Ridwan Kamil, kader baru Golkar yang lebih moncer peringkatnya dalam sejumlah lembaga survei dibanding AHY.
Jika mau ditambahkan, ada Mahfud, Yeni Wahid dan Gibran Rakabuming yang bisa menjadi "kuda hitam" karena kelebihan tertentu yang mereka miliki. Mahfud dikenal sebagai sosok berintegritas dan berbasis suara elektoral Nahdliyin, Yeni putri mantan Presiden populer sekaligus juga punya basis Nahdliyin seperti Mahfud, dan Gibran tentu saja punya basis pendukung ayahandanya di Pemilu 2014 dan 2019 selain kabarnya sosok milenial yang makin diminati para pemilih generasi Y dan Z.
Agenda PerubahanÂ
Menyorongkan gagasan dan agenda besar perubahan yang selama ini diusungnya ? Rasa-rasanya "Jaka sembung bawa golok, gak nyambung rok". Â Ini ungkapan khas orang Lebak (Banten) yang Bupatinya kabarnya adalah salah satu kader kesayangan Demokrat di Banten untuk menjelaskan situasi kontradiktif.
Sejak awal, kehadiran poros KIM ini didesain (atau mendesain diri) sebagai poros koalisi yang secara textbook merupakan kelanjutan dari pemerintahan Jokowi. Mindset, substansi gagasan dan visi yang diusung adalah "melanjutkan" semua garis dan arah kebijakan Jokowi (tatakelola pemerintahan, program pembangunan dan pelayanan publik) yang selama ini dinilai menunjukkan banyak sisi lemah, lantas dikritik tajam oleh Demokrat (kerap bersama PKS) yang berada di luar pemerintahan, dan oleh sebab itu penting diperbarui, jika perlu diubah total.
Perubahan nomen klatur koalisi dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi KIM sesungguhnya mengkonfirmasi sekaligus penegasan perihal pemosisian diri Prabowo dan semua koleganya di KIM dalam kerangka politik elektoral sebagai momen transisional pemerintahan. Ringkasnya, KIM disiapkan (atau menyiapakan diri) sebagai Rezim Jokowi-Ma'ruf Jilid II. Â Â
Tetiba Demokrat merapat ke KIM dengan semangat mengusung dan menyorongkan gagasan dan agenda besar perubahan. Jika semangat dan target ini serius diniyatkan dan bakal dilakukan Demokrat sepenuh hati, hemat saya akan sia-sia, dan Demokrat akan kecewa berat. Ini serupa contradictio in terminis.
Tetapi menjadi lain memang jika gagasan dan terma perubahan itu alakadarnya saja. Sekedar tetap menempel (sambil perlahan dilupakan demi adaptasi politik dengan platform KIM) atau bahkan dihempaskan saja sekalian karena toh terma perubahan ini bakal tetap digunakan oleh poros koalisinya Anie-Cak Imin.