Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tekanan Eksternal dan Residu 2019, Ujian Berat Penyelenggara Pemilu

13 September 2023   17:45 Diperbarui: 14 September 2023   07:20 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak suara pemilu. (KOMPAS/Supriyanto)

Dalam lanskap sejarah elektoral Indonesia, Pemilu Serentak dan Pemilihan 2024 merupakan momen pertama di mana Pemilu (Pileg dan Pilpres) dan Pemilihan (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) akan diselenggarakan secara bersamaan di tahun 2024 meski pada bulan yang berbeda.

Tetapi meski merupakan pengalaman pertama, dari sisi teknikalitas elektoral, Pemilu dan Pemilihan 2024 nanti tampaknya tidak akan menimbulkan kesulitan yang berarti, karena secara teknis tidak ada yang benar-benar baru dari perhelatan elektoral ini.

Kecuali dalam beberapa hal saja, misalnya terkait pengaturan detail tahapan dan jadwal kegiatan yang akan beririsan antara jadwal Pemilu dan Pemilihan. Atau terkait tata kelola (pengadaan, pengalokasian dan distribusi) logistik dan penggunaan beberapa aplikasi kepemiluan yang belakangan sudah menimbulkan masalah, Silon misalnya. 

Sistem Informasi Pencalonan yang digunakan sebagai alat bantu manajemen pencalonan ini sempat bermasalah dan dipersoalkan oleh Bawaslu. Selain ini, tidak ada hal baru yang potensial menambah kesulitan.

Namun demikian, ujian dan tantangan penyelenggara bukan berarti tidak ada. Berdasarkan pengalaman pemilu dan pemilihan sebelumnya serta fenomena dinamis sosio-politik yang saat ini dan kemungkinan akan terus berkembang di ruang publik, dua isu penting berikut ini tampaknya bakal menjadi ujian dan tantangan berat yang harus dihadapi para penyelenggara pemilu.

Keberhasilan menghadapi ujian dan tantangan ini akan sangat menentukan apakah proses dan hasil pemilu nanti dipercaya oleh publik atau tidak. Kepercayaan publik atas proses dan hasil pemilu ini penting karena ia berhubungan dengan aspek legitimasi para kandidat (caleg maupun capres-cawapres) di kemudian hari. 

Semakin tinggi derajat kepercayaan publik semakin tinggi tingkat legitimasi politik para kandidat terpilih.

Tekanan pihak eksternal

Ujian dan tantangan berat pertama yang akan dihadapi penyelenggara Pemilu 2024 adalah kemungkinan kuatnya tekanan pihak eksternal dalam hal ini terutama partai politik peserta pemilu.

Situasi tersebut potensial bisa terjadi karena partai politik, khususnya partai-partai koalisi pemerintah, merasa memiliki "saham" mengantarkan para kandidat penyelenggara pemilu hingga terpilih dalam proses seleksi KPU maupun Bawaslu, baik di pusat maupun di daerah.

Tekanan pihak-pihak eksternal juga bisa datang dari aktor-aktor politik non-partai. Mereka bisa berasal dari tokoh-tokoh ormas, elit penguasa atau pribadi-pribadi berpengaruh (akademisi, profesional, aktivis, tokoh masyarakat dll) yang pada waktu proses seleksi menjadi anggota Tim Seleksi baik di pusat maupun daerah. 

Idem ditto dengan partai politik, mereka (meski tentu tidak semua) sangat mungkin akan merasa memiliki "andil" membantu para penyelenggara terpilih dalam proses seleksi KPU maupun Bawaslu.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mereka yang terpilih menjadi anggota Tim Seleksi ini diendors melalui jejaring ormas, organisasi ekstra kampus dan organisasi kepemudaan, serta partai politik. 

Sedikit banyak secara kultur dan/atau keorganisasian mereka memiliki afiliasi politik dengan partai politik atau kandidat caleg dan para bakal capres-cawapres yang sudah mengorbit saat ini.

Residu Pemilu 2019 

Ujian dan tantangan berat berikutnya adalah terkait residu skeptisme (sebagian) masyarakat terhadap hasil Pemilu 2019 silam. Terlepas dari klaim pihak penyelenggara sendiri dan pemerintah atau pengakuan objektif lembaga-lembaga dan pegiat pemilu terhadap proses dan hasil Pemilu 2019 yang dianggap sukses, fair, dan demokratis. 

Pemilu 2019 bagaimanapun telah menyisakan residu, sampah sisa berkenaan dengan tingkat kepercayaan publik.

Beberapa isu pada Pemilu 2019 silam, yang sebetulnya sebagian besar terbukti kemudian adalah hoax atau misinformasi, telah terlanjur tersebar demikian rupa dan mengendap dalam benak sebagian masyarakat sebagai fakta-fakta perihal "cacat proses dan hasil" Pemilu 2019.

Isu-isu itu antara lain adalah adanya jutaan daftar pemilih siluman (daftar pemilih yang diselundupkan), kotak suara kardus yang sengaja didesain untuk memberi ruang kecurangan, pemilih Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang didaftar dan sengaja dipersiapkan untuk dimobilisasi bagi kemenangan pasangan calon tertentu, rekayasa penghitungan dan rekapitulasi suara, penetapan hasil pemilu yang diakukan tengah malam, hingga ke musibah meninggalnya ratusan petugas badan adhoc pemilu (PPK, PPS, KPPS) di berbagai daerah.

Kesemua isu itu, sekali lagi, telah dibantah dengan penjelasan, bukti-bukti otentik bahkan melalui proses peradilan pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) misalnya terkait isu DPT siluman. 

Demikian juga soal musibah meninggalnya para petugas badan adhoc pemilu yang sempat beredar kabar bahwa mereka "diracun". Semua telah dibantah, dan mestinya clear.

Akan tetapi sekali lagi, kesemua isu tersebut sudah terlanjur mengendap dalam benak sebagian masyarakat sebagai rentetan fakta yang telah membuat Pemilu 2019 dianggap menyisakan cacat proses maupun hasil.

Beragam isu yang telah memicu skeptisme sebagian masyarakat terhadap hasil Pemilu 2019 silam itu hemat saya akan menjadi bagian dari ujian dan tantangan berat bagi para penyelenggara Pemilu 2024 ini.

Integritas

Lantas, apa yang harus dilakukan para penyelenggara pemilu terkait dua isu besar di atas? Kata kuncinya adalah integritas.

Terhadap kemungkinan bakal munculnya tekanan pihak-pihak eksternal untuk "cawe-cawe" mengendalikan proses dan hasil pemilu, para kommisioner (KPU maupun Bawaslu) harus selalu menyadari posisinya sebagai penyelenggara yang wajib menjaga diri dari segala potensi atau kecenderungan penyimpangan dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan fungsinya sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk menjaga integritas itu, mereka sudah dibekali dengan seperangkat regulasi yang mestinya sudah benar-benar dipahami dan dilaksanakan sejauh ini. 

Mulai dari Sumpah/Janji Jabatan, norma-norma terkait dalam UU 7 Tahun 2017 dan regulasi turunannya dalam Peraturan-peraturan KPU (PKPU), maupun yang secara khusus diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP).

Tentu saja, di luar perangkat normatif itu, para penyelenggara pemilu juga mestinya memahami ada banyak prinsip etik yang diturunkan dari nilai-nilai demokrasi sebagai landasan pacu perhelatan elektoral digelar serta prinsip etik yang diturunkan dari idealisme berbangsa dan bernegara, yang kesemuanya amat sangat jelas mengarahkan mereka menjadi penyelenggara pemilu yang berintegritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun