Akan tetapi sekali lagi, kesemua isu tersebut sudah terlanjur mengendap dalam benak sebagian masyarakat sebagai rentetan fakta yang telah membuat Pemilu 2019 dianggap menyisakan cacat proses maupun hasil.
Beragam isu yang telah memicu skeptisme sebagian masyarakat terhadap hasil Pemilu 2019 silam itu hemat saya akan menjadi bagian dari ujian dan tantangan berat bagi para penyelenggara Pemilu 2024 ini.
Lantas, apa yang harus dilakukan para penyelenggara pemilu terkait dua isu besar di atas? Kata kuncinya adalah integritas.
Terhadap kemungkinan bakal munculnya tekanan pihak-pihak eksternal untuk "cawe-cawe" mengendalikan proses dan hasil pemilu, para kommisioner (KPU maupun Bawaslu) harus selalu menyadari posisinya sebagai penyelenggara yang wajib menjaga diri dari segala potensi atau kecenderungan penyimpangan dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan fungsinya sesuai peraturan perundang-undangan.
Untuk menjaga integritas itu, mereka sudah dibekali dengan seperangkat regulasi yang mestinya sudah benar-benar dipahami dan dilaksanakan sejauh ini.Â
Mulai dari Sumpah/Janji Jabatan, norma-norma terkait dalam UU 7 Tahun 2017 dan regulasi turunannya dalam Peraturan-peraturan KPU (PKPU), maupun yang secara khusus diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Tentu saja, di luar perangkat normatif itu, para penyelenggara pemilu juga mestinya memahami ada banyak prinsip etik yang diturunkan dari nilai-nilai demokrasi sebagai landasan pacu perhelatan elektoral digelar serta prinsip etik yang diturunkan dari idealisme berbangsa dan bernegara, yang kesemuanya amat sangat jelas mengarahkan mereka menjadi penyelenggara pemilu yang berintegritas.