Ilustrasi kampanye pemilu.(Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)
Berdasarkan Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa, 15 Agustus 2023 lalu, kampanye Pemilu boleh dilakukan di lembaga pendidikan, termasuk di semua jenjang dan jenis sekolah dan pesantren. Terhadap putusan tersebut, respons masyarakat beragam. Beberapa pihak menyambut putusan ini sebagai hal yang positif dalam kerangka pendidikan politik bagi civitas akademika, terutama untuk level perguruan tinggi.Â
Namun, sebagian yang lain dengan tegas menolak. NU dan PP Muhammadiyah misalnya. Kedua ormas Islam mainstream ini kompak menolak kampanye di lingkungan lembaga pendidikan, termasuk kampus. Meski belum menjadi keputusan formal kelembagaan, Muhammadiyah bahkan sudah menyatakan akan melarang kampanye di lingkungan kampus dan sekolah miliknya.Â
Namun, terlepas dari pro-kontra di ruang publik, karena putusan MK ini bersifat final dan mengikat (final and binding), tidak dapat ditawar, KPU wajib segera meresponS dan menindaklanjutinya dengan merevisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu yang memang melarang kampanye dilakukan di fasilitas pemerintah dan lembaga pendidikan.Â
Revisi pengaturan teknis yang dilakukan tentu harus sangat hati-hati dan bijak, menimbang berbagai potensi maslahat dan mudhoratnya, serta memastikan perlakukan adil dan setara terhadap peserta Pemilu dapat diwujudkan.
Terkait hal ini, KPU RI sendiri sudah merilis melalui salah seorang komisionernya, August Melaz, bahwa untuk di level sekolah, semua jenis dan tingkatan kampanye Pemilu akan dilarang. Kampanye hanya akan diperbolehkan di perguruan tinggi atau kampus, itu pun dengan sejumlah ketentuan yang saat ini sedang dalam proses finalisasi (Kompas.com - 07/09/2023).
Alasan Penting
Jadi, clear kampanye Pemilu hanya dapat dilaksanakan di kampus-kampus perguruan tinggi yang di dalamnya termasuk akademi, politeknik, dan sekolah tinggi selain universitas dan institut tentunya. Lalu, seberapa penting sebetulnya kampanye dilakukan di hadapan civitas akademika perguruan tinggi?
Pertama, civitas akademika perguruan tinggi mayoritas merupakan warga negara dewasa yang telah memiliki hak pilih sesuai peraturan perundangan. Mahasiswa sebagai segmen civitas akademika paling muda pada umumnya telah mencapai usia 17 atau 18 tahun.Â
Mereka bukan saja berhak memilih pada waktunya nanti 14 Februari 2024, tetapi juga berhak atas segala informasi kepemiluan agar menjadi pemilih yang literate, cerdas, dan melek Pemilu maupun Pilkada.