Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kotak Suara (2): Fungsi Utama Pemilu

30 Agustus 2023   11:55 Diperbarui: 30 Agustus 2023   12:09 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada materi "Kotak Suara (1)" telah dikemukakan bahwa Pemilu hakikatnya merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, baik dilihat dari sisi filosofis makna demokrasi maupun dari segi norma perundangan yang berlaku di Indonesia. Kali ini saya mau ulas tema lanjutannya, yakni Fungsi Pemilu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diterangkan, kata "Fungsi" mengandung sedikitnya 5 (lima) makna, salah satunya adalah (sesuai kebutuhan tulisan ini) : "kegunaan suatu hal". Jadi, bicara fungsi pemilu tidak lain adalah mendiskusikan apa saja kegunaan pemilu diselenggarakan.

Dari  beberapa literatur politik, para ilmuwan menginventarisir cukup banyak item fungsi Pemilu. Dieter Nohlen misalnya mencatat ada 13 fungsi Pemilu sebagaimana dikutip oleh Pipit R. Kartawidjaja dan Mulyana W. Kusumah (2002). Ketigabelas fungsi itu adalah sebagai berikut :

1) Legitimasi (pengabsahan) sistem politik dan pemerintahan satu partai atau partai koalisi; 2) Pelimpahan kepercayaan kepada seseorang atau partai; 3) Rekruitas elit politik; 3) Representasi pendapat dan kepentingan para pemilih; 5) Mobilisasi massa pemilih demi nilai-nilai masyarakat, tujuan-tujuan dan program-program politik, kepentingan partai politik peserta Pemilu; 6) Pengatrolan kesadaran politik masyarakat lewat penggambaran yang jelas masalah-masalah politik yang dihadapi dan alternatif penanggulangan; 7) Pengarahan konflik politik secara konstitusi ke arah penyelesaian secara damai; 

8) Integrasi pluralisme masyarakat; 9) Pembentukan satu kekuatan politik bersama yang mampu beraksi; 10) Mengundang satu persaingan untuk perebutan kekuasaan berdasarkan penawaran program-program tandingan; 11) Memancing keputusan untuk menetapkan pembentukan satu Pemerintah, misalnya lewat pembentukan kekuatan mayoritas dalam parlemen; 12) Menciptakan kekuatan oposisi yang mampu melakukan pengawasan; dan 13) Membangun kesiagaan untuk perubahan kekuasaan.

Sementara itu, Rose dan Mossawir seperti dikutip Muhadam Labolo (2015) menyebut 5 item fungsi Pemilu, yaitu :  1) Menentukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung; 2) Sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah; 3) Barometer dukungan rakyat terhadap penguasa; 4) Sarana rekrutmen politik; 5) Alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat.

 

4 Fungsi Utama 

Pandangan yang lebih simpel sekaligus merangkum berbagai pendapat ahli dikemukakan oleh Syamsuddin Haris (1998).  Menurut Haris, Pemilu paling sedikit memiliki 4 (empat) tugas fungsional sebagai berikut :

Pertama, Pemilu merupakan sarana legitimasi politik. Dalam konteks ini Pemilu diselenggarakan untuk merawat dan/atau melanjutkan keabsahan keberadaan (eksistensi) pemerintah secara politik dan moral. Fungsi ini penting terutama bagi pemerintah (penguasa) untuk memastikan bahwa rakyat memberikan pengakuan dan dukungan, bukan saja pada tahap proses terbentuknya pemerintahan melalui Pemilu itu, tetapi juga pada tahap pemerintah menyelenggarakan kekuasaannya pasca Pemilu. Itu sebabnya  dalam tradisi demokrasi Pemilu menjadi sebuah keniscayaan, karena pemilik sejati kedaulatan/kekuasaan sesungguhnya adalah rakyat. Pemerintah hanyalah pihak penerima mandat dari rakyat melalui Pemilu.

 Kedua, Pemilu menjalankan fungsi perwakilan politik. Melalui Pemilu rakyat sebagai pemilik sejati kedaulatan dalam tradisi demokrasi diberikan kesempatan terbuka dan bebas untuk memilih dan memutuskan orang-orang yang diyakininya dapat dipercaya mewakili mereka duduk di dalam pemerintahan maupun lembaga legislatif.

Fungsi perwakilan ini penting difahami dan disadari oleh rakyat karena berhubungan dengan kepentingan dan aspirasi bersama, yang tidak mungkin diperjuangkan sendiri-sendiri oleh setiap individu masyarakat, dan karenanya kemudian diwakilkan aspek legislasinya kepada para wakil rakyat di parlemen dan dimandatkan aspek eksekusinya kepada pemerintah.  

Ketiga, Pemilu sebagai mekanisme pergantian dan sirkulasi elit kekuasaan. Dalam tradisi demokrasi kekuasaan baik legislatif (parlemen, DPR) maupun eksekutif (Presiden dan Kepala Daerah) wajib dibatasi dalalm kurun waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari potensi dan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan yang lazim terjadi tatkala kekuasaan tidak dibatasi masa jabatannya. Dalam konteks Indonesia, pembatasan kekuasaan ini diatur langsung dalam UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UU Pemilu.

Melalui Pemilu pengaturan pembatasan masa jabatan itu kemudian diwujudkan mekanismenya. Dan melalui Pemilu pula sirkulasi atau pergantian elit secara tertib dan abash dilakukan. Sirkulasi atau pergantian elit kekuasaan ini penting untuk memastikan bahwa orang-orang yang menerima mandat rakyat untuk menjalankan kekuasaan (baik di legislatif maupun eksekutif) adalah figur-figur yang fit and proper (layak dan pantas), baik dilihat dari sisi moralitas, kapasitas, profesionalitas maupun aspek-aspek penting kepemimpinan lain yang dibutuhkan.

Terkahir, Pemilu sebagai sarana Pendidikan politik rakyat. Melalui Pemilu rakyat secara langsung dan massif terlibat dalam proses pendidikan sekaligus pendewasaan politik sebagai warga negara. Dalam tradisi demokrasi keberadaan rakyat yang literate secara politik (melek politik, faham hak dan kewajiban, serta mengerti aspek-aspek strategis pemerintahan) adalah sebuah keniscayaan minimal karena 2 alasan.

Pertama, dalam kerangka sistem politik rakyat adalah energi yang menjadi sumber darimana pemerintah memperoleh input sebagai bahan perumusan kebijakan-kebijakan politik. Kedua, dalam kerangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan, rakyat adalah subjek yang memiliki hak untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Posisi eksistensial rakyat yang demikian hanya bisa diwujudkan manakala mereka literate secara politik, cerdas sebagai warga negara. Dan Pemilu adalah sarana untuk membuat rakyat menjadi pintar dan cerdas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun