Padahal kita tahu ada tanggungjawab moral di pundak mereka sebagai intelektual, sebagai cendekiawan yang harus selalu berada di tengah kegelisahan publik lantaran kekuasaan tak memihak pada rakyat dan kerakusan para pemodal menghancurkan lingkungan dan tak menyisakan warisan kebaikan untuk anak-anak bangsa.
Dalam situasi itulah Rocky hadir, situasi dimana mayoritas intelektual menjadi bebal, sebagian besar cendekiawan diam, dan para aktifis sibuk berebut remah-remah kekuasaan yang tak lagi ramah pada pemilik sejati daulatnya. Maka baginya tidak penting apakah orang akan melabeli dirinya dengan sebutan Fisluf atau Sofis. Ia hanya peduli dan terus berikhtiar menjaga nalar sehat publik di tengah banalitas para elit; terus menghidupkan dan menularkannya kepada siapa saja.
Dan silent majority, yang oleh sebab segala keterbatasan yang menghimpit di negara dengan sistem politik yang katanya demokrasi ini, saya kira berhak mendapatkan “juru bicara dan pembela” seperti dirinya. Gas, dan jangan pernah berhenti, bung Rokcy !
Penulis Dosen dan Pegiat Sosial
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H