Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Baru Pemilu 2024: TPS di Lokasi Khusus

13 Agustus 2023   21:25 Diperbarui: 13 Agustus 2023   23:11 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebuah kebijakan baru terkait pemilih Pemilu bakal diimplementasikan oleh KPU pada Pemilu 2024 mendatang. Kebijakan ini sudah dinormakan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Sistim Informasi Data Pemilih. Tepatnya di dalam Bab XII Pasal 179 dan Pasal 180. Kebijakan dimaksud adalah dibukanya peluang untuk mendirikan TPS-TPS di lokasi khusus.

Sebagaimana pengalaman-pengalaman Pemilu sebelumnya, pada hari dan tanggal pemungutan suara tidak sedikit pemilih yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS dimana mereka terdaftar. Situasi ini dimungkinkan karena sejumlah alasan atau keadaan tertentu yang dialami para pemilih. Misalnya karena yang bersangkutan sedang menjalani pidana kurungan penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau tahanan terpidana titipan di Rumah Tahanan (Rutan).

Dalam Pasal 116 ayat (3) PKPU 7 Tahun 2022 secara utuh keadaan tertentu itu juga meliputi (opsional) situasi-situasi pemilih sebagai berikut : sedang menjalankan tugas di tempat lain pada saat hari pemungutan suara;

menjalani rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan dan keluarga yang mendampingi; penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial atau panti rehabilitasi; menjalani rehabilitasi narkoba; menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan, atau terpidana yang sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan; tugas belajar/menempuh pendidikan menengah atau tinggi; pindah domisili; tertimpa bencana alam; atau bekerja di luar domisilinya.

Dampak elektoral tak sehat dari situasi tersebut bukan saja telah mengurangi angka partisipasi. Melainkan yang lebih penting lagi adalah hilangnya hak suara para pemilih yang sesungguhnhya merupakan hak konstitusional setiap warga negara.

Untuk mengantisipasi kasus-kasus situasional tersebut, regulasi kepemiluan telah menyediakan mekanisme mengenai pindah memilih. Kepada para pemilih yang berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud Pasal 116 ayat (3) tersebut disediakan "pintu masuk" untuk tetap bias menggunakan hak pilihnya.

Yakni melalui mekanisme Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Mereka disilahkan lapor dan mengurus kepada PPS dimana ia terdaftar secara de jure (sesuai KTPel) untuk mendapatkan formulir Model Pindah Memilih, lalu paling lama seminggu sebelum hari pemungutan suara melaporkannya kepada PPS tujuan dengan membawa formulir Model Pindah Pemilih tersebut.

Namun demikian problematika yang menyertai kasus pindah memilih ini tidak sepenuhnya dapat dikelola dengan maksimal. Di banyak TPS yang menjadi tujuan pindah memilih kerap kekurangan surat suara. Akibatnya para petugas KPPS kerepotan melayani para pemilih DPTb (pindah memilih) ini. Mereka harus berkordinasi dengan TPS-TPS terdekat yang mungkin masih memiliki kelebihan surat suara, atau mempersilahkan para pemilih pindahan itu untuk mencoba datang ke TPS-TPS terdekat.

 

Pemilih di Lokasi Khusus

Melalui kebijakan baru yakni dibukanya peluang mendirikan TPS-TPS di lokasi khusus beberapa problematika tadi diharapkan dapat diatasi dengan baik dan para pemilih pindahan tidak kehilangan hak pilihnya. TPS di lokasi khusus adalah TPS yang didirikan untuk para pemilih yang pada hari dan tanggal pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS asal dimana mereka terdaftar sebagai pemilih dalam DPT.

 Dalam pasal 179 PKPU 7 Tahun 2022 disebutkan, bahwa lokasi-lokasi khusus sebagaimana dimaksud dapat berupa Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan, panti sosial atau panti rehabilitasi, relokasi bencana, daerah konflik, atau lokasi lainnya dengan kriteria di lokasi tersebut terdapat Pemilih yang pada hari pemungutan suara tidak dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan domisili di KTP-el. Kriteria lain bahwa para pemilih tersebut terkonsentrasi di suatu tempat dengan jumlah paling sedikit dapat dibentuk 1 (satu) TPS. Sebagai catatan jumlah maksimal pemilih dalam 1 (satu) TPS sebanyak 300 (tiga ratus) pemilih.

Terdapat 3 (tiga) item penting dalam kebijakan baru ini yang berbeda dengan kasus pindah memilih dalam regulasi sebelumnya. Pertama, para pemilih pindahan di lokasi khusus ini akan dimutakhirkan dan disusun oleh KPU Kabupaten/Kota berbarengan dengan proses pemutakhiran data pemilih reguler berbasis DP4 oleh petugas Pantarlih, kemudian selanjutnya ditetapkan menjadi DPT lokasi khusus. Untuk keperluan ini KPU Kabupaten/Kota akan berkordinasi terlebih dahulu dengan para pihak yang menjadi penanggungjawab lokasi-lokasi yang secara potensial dapat menjadi lokasi khusus.

Kedua, surat suara akan disediakan sesuai jumlah pemilih terdaftar dalam DPT di TPS lokasi khusus tersebut. Kebijakan ini ditempuh untuk memastikan semua pemilih pindahan di lokasi khusus tercukupi kebutuhan surat suaranya. Namun demikian penggunaan surat suaranya tetap berdasarkan status kepindahan para pemilih dari daerah pemilihannya. Misalnya pemilih warga binaan asal Bogor (Jawa Barat) di Lembaga Pemasyarakatan Kota Cilegon (Banten) hanya akan mendapatkan 1 (satu) suara Pilpres karena pemilih yang bersangkutan pada dasarnya merupakan pemilih pindahan antar provinsi, dan seterusnya.

Ketiga, formulir Model Pindah Pemilih akan diurus langsung oleh KPU Kabupaten/Kota setempat, bukan oleh para pemilih sendiri sebagaimana ketentuan dalam regulasi sebelumnya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memudahkan para pemilih pindahan di lokasi-lokasi khusus mendapatkan hak suaranya tanpa terkendala oleh persoalan teknis misalnya kesulitan mengurus pindah memilih karena kesibukan pekerjaan (bagi karyawan-karyawan pabrik) atau ketidakmungkinan situasi (bagi warga binaan di Rutan/LP).

Tetapi sekali lagi perlu ditegaskan, bahwa kebijakan ini hanya berlaku bagi para pemilih pindahan yang terkonsentrasi dalam jumlah minimal di kisaran angka maksimal 300 (tiga ratus) pemilih dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi sebagaimana diatur dalam Pasal 179 tadi. Untuk pemilih pindahan regular (non lokasi khusus) tetap berlaku ketentuan kebijakan sebelumnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun