Ketiga, ada satu adagium klasik dalam tradisi demokrasi, bahwa pemimpin yang baik hanya lahir dalam lingkungan konstituen yang baik dan literate secara politik. Selain karena dua faktor tersebut diatas, mudahnya para ignoran manggung di pentas kekuasaan boleh jadi juga karena literasi politik warga yang belum memadai untuk mendorong lahirnya para pemimpin yang ideal. Dan ini terkonfirmasi melalui praktik-praktik money politics yang sulit dihilangkan dalam setiap kali perhelatan elektoral berlangsung. Kita tahu, politik uang adalah fenomena transaksional yang hanya bisa terjadi jika ada dua pihak yang saling bersepakat : pemberi dan penerima. Â Â Â
Jejak para Ignoran
Kembali ke pemikiran Lipson, fenomena maraknya para ignoran di panggung kekuasaan ini baginya merupakan problematika demokrasi, salah satu dilema yang tidak mudah diputus matarantai muasal dan perkembangannya. Dan tanpa bermaksud menggenarilisir, panggung kepolitikan Indonesia mutakhir tampaknya juga sedang dijangkiti patologi politik ini.
Beberapa indikasinya antara lain diawali dengan fakta, bahwa diantara ratusan kepala daerah dan para kandidat wakil rakyat misalnya, sebagian (jika bukan mayoritas) dari mereka maju ke arena kontestasi dengan lebih mengedepankan kekuatan modal finansial ketimbang rekam jejak kompetensi, kecakapan dan kelayakan pribadinya sebagai calon pemimpin. Fakta ini bisa lebih masif lagi jika satuan contoh analisisnya diperluas ke ranah legislatif, baik di DPR maupun DPRD. Sialnya, kecuali sedikit orang yang literate secara politik, masyarakat juga terkesan "mempersilahkan" mereka hadir dan berkiprah.
Kepemimpinan para ignoran itu banyak terkonfirmasi kemudian melalui antara lain sejumlah jejak faktual, mulai dari lahirnya kebijakan-kebijakan politik yang lebih banyak memihak para oligarch dan tidak berpihak pada kepentingan orang banyak; eksplorasi sumberdaya alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan kemerosotan tatananan sosial; alergi akut terhadap kritik, koreksi dan suara-suara publik yang berbeda; dan tentu saja korupsi yang semakin mewabah di berbagai lini dan tingkatan kekuasaan dan jabatan yang dilakukan, atau sekurang-kurangnya melibatkan peran-peran mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H