Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menikmati akhir pekan dengan cara santai dan sederhana. Misalnya mengunjungi berbagai tempat yang unik, seperti yang Saya lakukan bersama teman-teman Click Kompasiana pada 13 Juli 2019 lalu.
Rumah Si Pitung - Marunda
Kami menelusuri jejak-jejak dari sang legenda Betawi 'Si Pitung' di Marunda - Jakarta Utara. Ternyata sudah lama juga Saya tidak mengunjungi area ini padahal dahulu saat masih sekolah di bangku SMP, lautnya yang sekarang orang mengenalnya Pantai Marunda tempat yang sering dikunjungi bersama Ayah dan adik.
Keberadaannya sebagai cagar budaya semakin memiliki nilai. Bahkan setiap sabtu dan minggu sering dipergunakan untuk latihan tari dan drama, latihan pencak silat dan ada juga beberapa kuliner betawi seperti kerak telor. Di bagian belakang bangunan yang sering disebut Museum Kebaharian ini juga ada bangunan tambahan untuk mushola dan toilet sedangkan gazebo ada di hadapan bangunan rumah 'Si Pitung'.
Rumah berbentuk panggung ini bagian dalam rumahnya terbagi atas beberapa bilik, dari halaman depan berisi kursi kayu dan ada buku tamu di situ diharapkan pengunjung untuk menuliskannya. Di sisinya ada sebuah manekin baju pria Pangsi Betawi yang merupakan setelan pakaian berupa baju kemeja polos yang agak longgar serta celana yang juga longgar dan panjangnya tidak melebihi mata kaki.Â
Dalam kultur Betawi, pangsi digunakan oleh jawara bahkan ada yang menyebutnya baju Si Pitung. Memasuki ruang tengah ada kursi tamu, lantainya terbuat dari dipan kemudian ada satu ruang kamar, ruang tengah (ruang kumpul), ruang makan dan dapur di akhirnya ada serambi belakang.Â
Kemampuan bela diri Si Pitung didapatkannya dari hasil berguru ke seorang ahli tarekat yang juga pandai bermain silat di Kampung Kemayoran bernama Guru Na'ipin, nama perguruan itu bernama Pituan Pitulung yang disingkat menjadi Pitung.
Menurut cerita yang pernah Saya dengar juga, sebenarnya bangunan di Marunda itu bukan asli rumah 'Si Pitung' tetapi hanya sekadar singgah di rumah bergaya Bugis itu dan tidak pernah tinggal di sana. Konon bangunan itu milik saudagar dari Sulawesi sekaligus pemilik tambang.
Rumah Si Pitung dibuka setiap hari pada pukul 08.00-17.00. Untuk harga tiket masuknya bervariasi, yakni Rp 1.500 untuk rombongan pelajar hingga Rp 5.000 untuk dewasa perseorangan.
Masjid Al - Alam (Marunda)
Masjid Al-Alam memiliki arsitektur mirip dengan masjid di Demak namun ukurannya lebih kecil. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang empat pilar bulat seperti kaki bidak catur.
Menurut kisah, Masjid ini dibangun hanya dalam satu malam oleh Walisongo saat menempuh perjalanan dari Banten ke Jawa. Karena itu, nama asli masjid ini Al-Auliya atau masjid yang dibangun wali Allah.
Versi cerita lain disampaikan bahwa pendiri masjid Al-Alam adalah Fatahilah dan pasukannya pada tahun 1527 M, setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa.
Tak jauh dari lokasi bangunan Masjid, terdapat sebuah sumur berusia ratusan tahun yang kabarnya memiliki tiga rasa yaitu rasa payau, asin, dan manis jambu.
Karena sejarahnya yang unik, banyak wisatawan dari berbagai daerah mengunjungi masjid itu sebagai salah satu destinasi wisata di Jakarta ataupun berziarah. Masjid Al-Alam Marunda berlokasi di Kampung Marunda Pulo RW 07 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Lokasi Masjid berada persis di pesisir pantai Marunda yang di tetapkan menjadi salah satu dari 12 obyek destinasi wisata pesisir di Jakarta Utara.Â
Pantai MarundaÂ
Jangan berekspektasi lebih bahwa Pantai Marunda berpasir putih atau coklat selain hanya bebatuan disisinya. Di tempat kami singgah tak mendapati sunset entah karena cuaca atau memang posisi tempat berada saja yang keliru. Yang Saya dengar ada dermaga yang dibuat belum lama ini tapi Kami tak menuju lantaran hari kian merangkak malam.
Di hamparan laut Marunda nampak adalah bambu-bambu sebagai tempat tambak para nelayan, selain itu juga ada berbagai kapal besar di tengah lautnya. Dahulu yang berkunjung ke tempat ini bisa menaiki perahu nelayan untuk sekedar sarana hiburan.
Meski mungkin Pantai Marunda tak seindah destinasi pantai lainnya. Namun angin yang sepoi bertiup itu bisa menjadi salah satu refleksi. Suara ombaknya pun  menenangkan yang bisa menawarkan ruang tersendiri di kepala untuk menjernihkan pikiran. Bukan tak mungkin jika diberdayakan secara tepat, area ini akan menjadi wisata yang bisa berpotensi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H