Siti Nurjanah, No.59
Aku melangkah ragu memasuki sebuah restaurant yang cukup besar, hari ini sudah cukup lelah kaki melangkah mencari dan mencoba peruntungan dan entah ini tempat ke berapa yang aku datangi. Dengan sedikit ragu aku menyapa pramusaji yang berdiri di depan resataurant tersebut, namun jawabannya tidak jauh berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya ‘Tidak ada lowongan’.
Aku berjalan lesu, terpaku menatap hujan yang tetiba saja turun semakin deras. Aku sadar ini tempat makan eksklusif yang mungkin tidak sembarang orang bisa masuk, meskipun di kategorikan restaurant nusantara, aku yakin sekali harga makanan yang di sajikan masih jauh lebih mahal di bandingkan warung makan angkringan.
Seorang laki-laki berlari-lari kecil melindungi kepadalanya dengan tangan dan menabrakku yang melamun hingga berkas-berkas lamaran yang aku bawa terjatuh.
“Maaf..” ucapnya seraya membantu merapihkan berkas lamaran ku yang tercecer
“iya, tidak apa.” Ucapku datar
“kamu sedang mencari perkerjaan ?” tanya pria itu
“Iya” jawabku sekenanya
Pria itu tersenyum. “Masuklah, mari ikuti saya”
“Tetapi katanya tidak ada lowongan pekerjaan di tempat ini”
“Ikut saja dulu” ucapnya
Aku mengikuti pria itu berjalan dari belakang, terlihat pegawai yang dengan judesnya menolakku tadi tampak keheranan. Aku memasuki sebuah ruang di sudut restaurant di lantai 2, ruangannya tidak terlalu besar, namun cukup nyaman dengan tata ruang yang cukup rapi.
“Duduklah” Pria itu memintaku dan akupun menurutinya dengan wajah yang masih keheranan dan bertanya-tanya. ‘siapa laki-laki ini ?’
“Saya Reza pemilik restaurant ini. Sebenarnya di tempat ini memang tidak sedang membutuhkan pegawai baru. Tetapi saya bisa memperkejakanmu, apa pengalamanmu ?” tanyanya sambil meminta berkas lamaranku.
Semakin heran aku di buatnya “Ini pengalaman pertama saya melamar pekerjaan di sebuah restoran. Sebelumnya saya hanya berjualan keliling saja” jawabku agak tidak yakin
“Apa yang kamu jual ?” tanyanya kembali
“Soto Lamongan, buatan Ibu saya”
“Ehmmm….” Lelaki bernama Reza itu nampak berfikir “Apa kamu bisa meracik dan membuatnya ?”
Aku sempat terkejut dengan pertanyaannya “tidak terlalu mahir seperti Ibu saya” jawabku sekenanya
“Baiklah. Sebagai test awal saya meminta kamu membuatkan soto Lamongan yang kamu katakan pernah kamu jual itu. Ya..itu pun jika kamu masih ingin bekerja di sini” Ucapnya
“Baiklah saya akan mencobanya” ucapku
Selang beberapa jam, aku berhasil menyajikan apa yang di minta laki-laki bernama Reza itu. Tampak sekali ia sangat menikmati hidangan yang aku sajikan.
“Ehmm..rasa seperti ini yang saya cari” Reza berujar “Oke, kamu diterima bekerja di tempat ini. Mulai besok kamu sudah bisa bekerja dengan membuat menu baru untuk restaurant ini, Soto Lamongan. Selamat bergabung” Lanjutnya dan mengulurkan tangan.
Tak dapat kusembunyikan rasa bahagia yang teramat sangat, tidak sia-sia resep rahasia yang aku pelajari dari Ibu yang memang mahir membuat Soto Lamongan. Untuk membuatnya, digunakan bumbu halus yang terdiri dari bawang putih, merica, ketumbar sangrai, kemiri sangrai dan juga kunyit. Dari sanalah tercipta kuah soto yang gurih dan wangi. Isiannya adalah suwiran daging ayam yang sudah direbus, irisan kol, tomat, daun bawang dan potongan telur. Dan yang menjadi ciri khas dari Soto Lamongan adalah di sertakannya koya gurih yang di buat dari kerupuk udang yang dihaluskan dengan di tambahkan udang kering.
“akhirnya aku bisa mendapatkan uang untuk biaya berobat Ibu” Bisikku dalam hati seraya melangkah pulang penuh senyuman.
Hari demi hari kian berlalu, tak di sangka resep rahasia ibu akhirnya menjadi menu andalan di restaurant milik Reza. Setiap pengunjug yang hadir cukup puas dan sangat menikmati rasa dalam setiap mangkuk Soto Lamongan yang tersaji.
“Alya..saya sangat berterima kasih sekali, semenjak kehadiran kamu dengan menu istimewa Soto Lomongan semakin menjadi titik ukur kemajuan usaha yang saya jalani. Jika boleh, bisakah saya bertemu dengan ibu kamu ?” Ucap Reza
Dalam satu waktu aku senang sekaligus terkejut “tentu..Ibu pasti sangat senang bisa bertemu dengan Pak’ Reza” jawabku
“Baiklah..sore nanti aku ikut ke rumahmu” Pintanya
Aku mengangguk ragu, terbesit dalam pikiranku dengan banyak pertanyaan. Seorang pimpinan seperti dia mau mendatangi rumah pegawainya hanya karena bentuk rasa terima kasih, aneh menurutku. Tetapi ya memang mungkin seperti itu wataknya.
Sore hari ketika jam pulang kerja Reza ikut serta pulang ke rumahku, agak canggung rasanya dalam perjalanan bersama bos sendiri. Tapi pembawaan Reza yang ramah membuat suasana semakin mencair, sebagai orang berada ia termasuk rendah hati.
“Saya sempat dengar Ibu kamu sakit ? sakit apa memangnya ? bagaimana proses pengobatannya?” rentetan pertanyaan Reza menyerangku
“Iya..sudah cukup lama, kanker kelenjar getah bening. Ibu memang sudah seharusnya di operasi, tapi belum punya cukup biaya, sehingga saat ini hanya bisa untuk berobat jalan saja” jawabku
Saling bertukar cerita membuat perjalanan semakin tampak tidak terasa, dan mobil Reza sudah memasuki area perkampungan tempat tinggalku.
“Berhenti di depan gang itu saja, mobil tidak dapat masuk”pintaku
Tak berapa lama Reza menghentikan mobilnya, kemudian kami berjalan beriringan menuju rumah dimana Ibu tengah menanti.
Setelah mengucapkan salam, dengan wajahnya yang semakin layu karena penyakitnya Ibu tampak tetap cantik dengan senyum yang selalu menghias dikala menyambut kepulanganku.
“Ibu..ini atasan saya. Pak Reza namanya” aku memperkanalkan pria bertubuh tegap di sampingku
Tetapi Reza hanya diam tak bergeming, matanya berkaca-kaca.
“Ya..Tuhan, akhirnya saya bisa bertemu lagi dengan ibu” Reza mencium tangan Ibu penuh haru
Kami berdua pun tampak kebingungan dengan ekspresi Reza yang demikian.
“Apa Ibu tidak ingat saya ? bocah laki-laki yang pernah Ibu tolong puluhan tahun silam ? Dibawah hujan yang sangat deras dengan pakaian lusuh saya meminta belas kasihan orang hanya untuk sesuap makan” Reza membuka kembali tabir kenangannya “Ketika tidak ada seorang pun yang perduli dengan saya, tapi Ibu memberi saya the hangat makan dengan Soto Lamongan yang Ibu Jual . Dan sungguh itu adalah makanan terlezat yang saya nikmati”
“Ya..ampun Nak. Kamu sudah besar sekali, ganteng. Yang Ibu lakukan memang sudah sepatutnya dilakukan” Ibu tampak bahagia
Dan aku yang tidak mengerti dengan peristiwa antara Ibu dan Reza hanya memandang haru.
“Saya tidak menyangka bahwa Alya adalah anak kandung Ibu, pantas saja racikan rasa makanan yang disajikan menyerupai makanan terenak yang pernah saya nikmati dahulu buatan tangan Ibu.” Ucap Reza
Aku pun tidak menyangka bahwa Reza dan Ibu telah saling mengenal sebelumnya, dan hidangan yang Reza nikmati puluhan tahun silam itu rupanya yang membuat tekadnya untuk membangun bisnis kuliner.
Reza menggenggam tangan Ibu “Saya dengar Ibu sedang sakit. Saya mohon Ibu tidak menolak permintaan saya untuk membawa Ibu ke pengobatan intensif” pinta Reza
“Tapi Nak..biaya pengobatannya itu sangat mahal” Ibu menolak sungkan
“Ibu tidak perlu memikirkan hal itu, jika perlu saya bersedia membawa Ibu untuk berobat hingga ke luar negeri sekalipun” Reza kian mendesak
“Nak..kamu baik sekali, Ibu tidak enak menyusahkanmu”
Reza menggeleng tersenyum “Sejak malam itu saya sudah menganggap Ibu sebagai orang tua sendiri. Kebaikan, ketulusan Ibu telah menyentuh hati saya dan membawa perubahan pada diri saya. Sekian lamanya saya mencari keberadaan Ibu, tapi tak pernah menampakan hasil. Saya sangat bersyukur akhirnya bisa dipertemukan kembali dengan Ibu.”
“Terima kasih banyak Nak..” Ibu Menangis lirih memeluk Reza
Aku semakin percaya kebaikan sekecil apapun itu akan sangat berarti bagi yang membutuhkan, jika tidak hari ini mungkin esok, lusa atau beberapa tahun ke depannya kebaikan itu akan dapat balasannya. Karena kebaikan itu menginspirasi yang lain untuk melakukan yang sama, memiliki kekuatan untuk membuat perubahan.
@siethi_nurjanah
Di ikut sertakan dalam Event Fisksi Kuliner - Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H