Kompleks Utama Benteng PendemÂ
Pagi itu, suasana benteng masih sepi. Saya dan Sentot berjalan beriringan menyusuri jalan aspal yang lurus, mengarah ke dalam kompleks utama benteng. Sempat bertemu dengan seorang prajurit TNI berseragam loreng yang nampak terburu-buru sehingga tak sempat menyapamya. Â Akhirnya, di depan kami berdiri tembok benteng yang kokoh dan megah. Ada plakat dari logam berwarna merah bertuliskan angka 1839-1845, berwarna kuning emas. Inilah tembok dan pintu utama benteng Van den Bosch.
Sambil berjalan, saya mencoba mencari tahu lewat internet. Ooo, ternyata plakat itu sebagai "prasasti" angka tahun, yang menunjukkan benteng Van den Bosch ini dibuat antara tahun 1839-1845. Lalu, mengapa kok benteng ini berjuluk Van den Bosch? Padahal, Van den Bosch adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa antara tahun 1830-1833.Â
Van den Bosch, diangkat jadi Gubernur Jenderal menggantikan Jenderal De Kock yang telah memenangkan Perang Jawa (De Java Oorlog) yang dahsyat dengan menipu Pangeran Dipanegara di Magelang. Menyebabkan pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan Belanda rugi berjuta-juta Gulden karenanya. Maka, Van den Bosch pun berupaya mengembalikan kerugian besar akibat perang itu dengan menerapkan Cultuur Stelsel,  proyek Tanam Paksa yang sangat menyengsarakan rakyat dan petani  kala itu.Â
Tahun 1839-1845, Hindia Belanda sudah dikendalikan oleh Gubernur Jenderal lain di Batavia. Bukan Van den Bosch. Sekali lagi, ini adalah sebuah tanda tanya yang besar bagi saya. Mengapa benteng ini berjuluk Benteng Van den Bosch!
Kita kesampingkan dulu nama tuan Van den Bosch ini.......
Saya mengamati, kondisi tembok depan benteng relatif utuh. Menyisakan ciri bangunan bergaya Eropa yang kaya dengan jendela melengkung seperti relung. Beberapa jendela nampak ditutup dengan pasangan bata. Pasangan bata yang menutup sebagian lubang-lubang gedung seperti ini juga banyak saya jumpai di dalam kompleks benteng. Ternyata bagian dalam gedung dimanfaatkan untuk  sarang burung Walet.
Â
Â