Tembok kokoh, tebal dan  tinggi berlantai dua, berwarna putih kusam dengan banyak relung akan menyambut siapa saja yang datang ke tempat ini. Kesan kuno, antik dan megah begitu melekat saat kita menelisik bangunan-bangunan utama dan bekas barak yang tersisa. Lalu,  aura angker akan terasa saat kita susuri sudut-sudutnya. Karena akan ketemu makam, tembok terbelit akar pohon dan bekas penjara zaman kolonial. Datanglah saat  malam hari, pasti akan lebih seru sensasinya!
Saya dan Sentot, memasuki gerbang tol Colomadu, Solo sekitar pukul 9 pagi. Matahari belum tinggi. Sejak sebelum memasuki tol saya sudah browsing , mencari tahu destinasi wisata yang mungkin saya kunjungi dalam perjalanan pulang ini. Toh, kami tidak terburu-buru, karena masih libur kerja. Apalagi, tol Solo-Surabaya sepanjang kurang lebih  250Km, pernah kami  tempuh hanya 2,5 jam saja!.Â
Akhirnya, saya putuskan untuk keluar di gerbang Tol Ngawi. Tujuan kali ini blusukan ke Benteng Van den Bosch. Google Maps menginformasikan, jaraknya tak terlalu jauh. Hanya perlu 15 menit dari gerbang tol Ngawi. Tepatnya, benteng ini terletak di Jl. Untung Suropati, Kelurahan Pelem, Ngawi.Â
Suara merdu Google Maps memandu menyusuri jalan-jalan di tengah kota Ngawi yang relatif lengang. Tidak sesibuk kota Malang.  Apalagi Surabaya. Benar kata kawan saya, Eko Widianto, yang asli Madiun, " Magetan, Madiun termasuk Ngawi juga Pacitan,  itu kota yang tenang dan damai. Mirip kotanya para pensiunan," ujarnya tergelak. Mencoba menggambarkan suasana kota-kota di ujung barat Jawa Timur ini.Â
Akhirnya, setelah sedikit memutar melewati alun-alun, kendaraan tiba di ujung jalan. Suasananya mirip-mirip kompleks militer. Saya lihat ada plakat di depan sebuah rumah. Papan nama kecil yang bertulis Yonarmed 12 (Batalyon Artileri Medan). Beberapa pekerja sedang sibuk menyelesaikan bangunan pedestrian di kanan kiri jalan. Â Kendaraan saya arahkan memasuki gerbang bercat putih yang kokoh dan megah, baru selesai di-finishing. Bertuliskan Benteng Van den Bosch.
Di akhir perjalanan, Â saya melintasi jembatan kecil, yang dibangun di atas bekas parit yang sudah tak berfungsi. Kendaraan kami parkir di sisi gundukan tana. Â Di sisi kiri sebuah bangunan peninggalan zaman kolonial. Sepertinya ini adalah gerbang masuk kompleks benteng. Â Ada lorong besar, sebagai pintu masuk, tepat di tengah tembok. Di kanan kirinya ada lubang-lubang pengintaian dan tempat meletakkan senjata? Sesaat setelah memasukinya, saya jumpai sisa rangkaian roda besi yang berfungsi sebagai alat penarik kawat baja (sling). Kemungkinan dulu, Â dari tempat ini para pengawal benteng mengendalikan jembatan gantung yang melintang di atas parit. Â Â