Ternyata, fenomena ini juga muncul saat pandemi, padahal semua tidak ada yang bertemu secara fisik karena mereka Belajar Dari Rumah (BDR). Sepert contoh kasus yang diungkap Yohannes Pua di atas.Â
Inilah salah satu tujuan digelarnya webinar "Konsultasi Cara Bergaul yang Sehat", sebagai bagian dari kegiatan PUSAKA (Pekan untuk Sahabat Karakter 2020), yang berlangsung secara virtual.Â
Setelah Shara menyampaikan beberapa poin penting tentang kegiatan ini, maka tampillah Marrisa Meditania, psikolog alumni Universitas Padjajaran sebagai narasumber utama.Â
Kak Marrisa, begitu peserta webinar memanggilnya, membuka perbincangan dengan melontarkan satu kata "Teman", yang harus di deskripsikan oleh peserta webinar.Â
Langsung saja, pertanyaan itu disamber oleh generasi milenial Sahabat Karakter yang notabene didominasi pelajar SMP dan SMA.Â
Muncul beragam jawaban di fitur chat. "Tempat Bercanda, Kak. Kebersamaan, Kekompakkan, Positif, Kak. Tempat membentuk Karakter, Kak. Saling Membantu, Teman Curhat, Kebersamaan. Toxic, Kak., Moodbooster, Kak," begitu rentetan jawaban dari Irene Ryana, Naura Athaya, Khairunisa, Ketut Wahyu dan Rahma Ayu serta Yana Fahreza.Â
Marrisa dan Shara, sangat senang dan geleng-geleng kepala melihat antusiasme pelajar saat mengikuti webinar. Tanpa membuang waktu, maka Marrisa Meditania pun memaparkan secara runtut mengapa diperlukan pertemanan dan pergaulan yang sehat.Â
"Dalam kurun waktu 25 tahun ke depan, Indonesia akan memasuki babak baru. Data statistik menunjukkan, jumlah usia produktif antara tahun 2020 sampai 2045 demikian tinggi. Ini yang disebut Bonus Demografi,' ungkap Marrisa.
 Untuk mewujudkan itu banyak jalan yang bisa ditempuh. Salah satunya, memperbaiki hubungan pertemanan dan pergaulan serta menghindari munculnya Toxic Friendship di kalangan anak muda.Â
Untuk itu anak muda perlu memahami langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan agar terhindar dari Toxic Friendship untuk mewujudkan Healthy Friendship.Â