Bukan karena namanya yang lucu "Kebo Ireng" yang buat saya penasaran dengan candi ini. Tapi, informasi yang beredar selama ini, bahwa dari tempat ini, ditemukan Lambang Kerajaan Majapahit berupa batu bermotif Surya Majapahit, yang mendorong saya untuk mengunjunginya.Â
Saya pernah melihat temuan batu Surya Majapahit ini saat berkunjung ke Museum Majapahit/ Pusat Informasi Majapahit di Trowulan Mojokerto. Dipajang tepat di depan pintu masuk utama. Entah sekarang, dipajang di sebelah mana.
Akhirnya, 15 November 2019 selesai rapat dinas di Kota Pasuruan, saya menyempatkan mampir ke tempat ini. Sejatinya, lokasi candi ini tak jauh dari rumah. Berjarak sekitar 20Km saja.Â
Bisa ditempuh 25-30 menit naik motor. Walau dekat, kadang ada saja halangan untuk mengunjunginya. Maka siang itu baru kesampaian berkunjung ke sana.
Lokasinya gampang dijangkau. Jika melintas di Tol Surabaya Malang (atau Pasuruan-Gempol), turun saja di exit tol Gempol. Lanjutkan lewat By Pass Gempol. Setelah pertigaan Apollo lurus saja ke Selatan.Â
Ikuti jalan nasional Surabaya-Malang. Masuk gang pertama di Selatan PT Sari Rajut. Lurus saja ke Timur. Tak sampai 5 menit akan tiba di Dusun kebo Ireng, Desa Ngerong, Kecamatan Gempol. Disanalah reruntuhan candi mungil ini berada. GPSÂ akan sangat membantu menemukannya.
Fisik yang tersisa adalah kaki candi. Kondisinya rumpil. Candi ini kemungkinan runtuh karena gempa bumi. Ditunjukkan dari beberapa bagian kaki candi yang strukturnya mengalami disklokasi.Â
Di depan candi, ada batu-batu yang masih melekat di tanah. Bentuk segi empatnya masih terlihat samar-samar. Kemungkinan itu adalah candi perwara. Ada 3 jejak struktur candi perwara.
Reruntuhan batu andesit tubuh dan atap candi ditumpuk begitu saja di kanan kiri kaki candi yang tersisa. Jumlahnya tidak terlalu banyak. Sepertinya banyak batu andesit penyusun candi yang hilang.Â
Tak ada pohon besar di sekitar candi, sehingga bikin gerah dan keringat bercucuran. Tanah kebun di sekitar candi pun agak mengering. Membuat penghuni kebun pada kehausan.Â
Karena tak menjumpai seorangpun di sekitar candi yang bisa dimintai informasi, maka setelah mendokumentasikan secukupnya, saya segera meninggalkan reruntuhan ini.Â
Minimal sudah tahu, dimana batu berelief Surya Majapahit, yang konon disebut-sebut sebagai lambang kerajaaan Majapahit dulu pernah ditemukan. Asumsinya, dengan ditemukannya batu berrelief surya ini, maka dugaan para arkeolog candi ini dibangun di era Majapahit.
Dari beberapa catatan yang ada, candi ini mempunyai ukuran 6,5 meter x 6,5 meter. Ditemukan pertama kali tahun 1983 dan diekskavasi oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta tahun 1984.Â
Sebelum diekskavasi, lokasi candi adalah kebun/ pekarangan milik warga yang dipenuhi rumpun Bambu yang lebat. Tepat di bagian atas candi ada gundukan tanah yang agak tinggi dan ditumbuhi pohon Kemuning.
Akhirnya karena saat berkebun pemilik lahan banyak menemukan batuan candi, maka lokasi ini dihibahkan kepada pemerintah daerah (negara) untuk diadakan ekskavasi oleh arkeolog dari Yogyakarta.
Empat bulan setelah kunjungan saya ke Candi Kebo Ireng, di minggu pertama Maret 2020, saya dapat kabar dari seorang rekan dan grup-grup pegiat Cagar Budaya, kalau BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jawa Timur di Trowulan sedang ekskavasi di Kebo Ireng.Â
Gara-garanya, sang juru pelihara (jupel) melaporkan ke BPCB, ada Kepala Kala yang muncul di permukaan karena tanahnya tersingkap akibat tergerus air. Jupel melaporkan ke BPCB tanggal 29 Pebruari 2020.
BPCB pun bergerak cepat. Mereka membentuk tim diketuai Arkeolog Wicaksono DwI Nugroho untuk melakukan survey penyelamatan sekaligus ekskavasi awal.Â
Mulai 3 Maret sampai 7 Maret 2020. Tak kurang dari 6 kotak gali berukuraan 4mx4m sudah dibuat. Dari ekskavasi awal ini ditemukan (kembali) Kepala Kala, 3 buah struktur berbentuk pondasi berukuran 2,78meter x 3 meter serta beberapa fragmen.
Karena situs Kebo Ireng sangat potensial, maka BPCB memutuskan untuk mengadakan ekskavasi Tahap II. Mulai 9 Maret sampai 18 Maret 2020. Agar tak ketinggalan informasi, saya meluncur tepat di hari terakhir ekskavasi candi Kebo Ireng. Di sana, nampak beberapa anggota tim masih menuntaskan pekerjaaannya.Â
Temuan Terkini
Beruntung, saat itu, di Kebo Ireng, saya bertemu dengan Pak Wicak, panggilan akrab ketua tim ekskavasi. "Kemungkinan, candi ini lebih tua dari masa Majapahit," kata pak Wicak membuka perbincangan. "Selain Kepala Kala, ditemukan juga Antefiks, panil relief, candi perwara, sebuah uang kepeng dan pecahan keramik/genting.Â
Kepala Kala ini adalah hiasan di atas pintu candi yang diyakini sebagai penolak bala/ pengusir roh jahat," beber pak Wicak sembari mengajak mendekat ke lokasi temuan.Â
"Benar, di lokasi ini dulu ditemukan batu Surya Majapahit , " lanjut beliau saat saya tanyakan kebenaran info tentang lambang kerajaan majapahit itu.Â
Temuan Kepala Kala sendiri, menarik perhatian beberapa pemerhati sejarah. Salah satunya Dwi Cahyono, Dosen Universitas Malang dan sekaligus sejarawan yang sering mengungkap keberadaan temuan cagar budaya Jawa Timur.Â
Di wall facebook-nya beliau menguraikan deskripsi temuan Kepala Kala Candi Kebo Ireng dengan judul "Unikum Kepala Kala, temuan Ekskavasi Candi Keo Ireng: Butho Sakti Mbengkong Wesi, Akrobatik Masa lalu.
Di awal uraiannya, Dwi Cahyono memastikan bahwa Kepala Kala ini seni pahatnya berlanggam (bergaya) Jawa Timuran. Artinya dibuat pasca abad X Masehi. Tapi, Kepala Kala Kebo Ireng ini sangat istimewa, kata beliau.Â
Tergambar jelas dua tangan kanan dan kiri berada di samping kepala memegang sebatang logam silindris (wesi gligen) yang di dorong ke depan dan terhalang deretan gigi serta taringnya sehingga bengkok.
Raut wajah Kepala Kala demikian ekspresif. Mata melotot. Mulut menyeringai mempertontonkan gigi dan taring yang tajam. Alisnya unik, berupa sulur gelung, melengkung mengikuti kelopak mata sisi atas. Mengingatkan pada ikonografi Tiong Hoa klasik.
Keberadaan Kepala Kala yang menggigit logam (besi) seperti ini jarang terdapat (mungkin) ini satu0satunya, lanjut Dwi Cahyono dalam catatan deskripsinya.Â
Ini kemungkinan ada kaitannya dengan aktifitas religio magis pada debus atau kegiatan magis lain yang memperlihatkan kekuatan fisik yang luar biasa.
Maka, beliau pun menyebut temuan Kepala Kala ini: Butho Mbengkong Wesi Nganggo Untune. Seperti akrobat di masa lalu. Selain itu, Dwi Cahyono menyebut ada unsur Tantra yang terlihat dari fragmen candi Kebo Ireng iniÂ
Setelah melakukan ekskavasi dan dilanjutkan evaluasi, tim BPCB sampai pada kesimpulan yang merevisi kesimpulan awal. "Hipotesis kita, candi Kebo Ireng dibangun masa sebelum Majapahit, pak Teguh,"kata pak Dwi saat saya mengkonfirmasi lewat Whatsapp hasil evaluasi penggalian.Â
Temuan Kepala Kala, 3 buah Candi Perwara, ciri Tantris serta fragmen-fragmen yang ada mengarah pada zaman sebelum Majapahit, " ungkap beliau. "Lho, kan Surya Majapahit ditemukan di candi ini pak," saya mengingatkan.Â
"Iya, tapi tidak selalu Surya Majapahit dibangun zaman majapahit. Toh, yang menamakan batu sungkup itu Surya Majapahit juga tidak jelas siapa," papar beliau. "Menarik bukan?" kata beliau di akhir WA-nya.Â
Benar, menarik sekali kata saya, dalam hati. Kalau ini Kebo Ireng bukan dari zaman dari Majapahit, maka bisa jadi Surya Majapahit dibuat tidak hanya di zaman Majapahit. Rasa penasaran ini yang harus dituntaskan untuk menelusuri "Benarkah Surya Majapahit, Lambang Kerajaan Majapahit?" Di artikel berikutnya tentunya. (Stay at Home....)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H