Mungkin untuk mengganti pohon yang ditebang atau mati. Karena tidak ada petunjuk apapun , kami kebablas tiba di ujung jalan. Keluar hutan. Disambut sebuah gapura merah menyala. Ternyata memasuki kampung yang lain. Akhirnya putar balik kembali ke arah dalam hutan.Â
Punden
Di tengah hutan ada jalan lebar ke arah kanan (Timur). Ada papan kecil penunjuk arah yang warnanya lusuh, berbaur dengan semak. Kalau tidak salah terbaca "Punden". Â
Segera saja, kendaraan diarahkan ke sana. Sesuai arah panah. Melewati jalan tanah landai berkerikil. Akhirnya tiba di sebuah pelataran luas yang ditumbuhi pohon Jati yang jarang-jarang. Â
Ada suasana mistis saat memasuki lokasi punden ini. Walau jarang-jarang, tapi kayunya besar-besar. Beberapa darinya berdiameter lebih dari 1 meter. Mungkin lebih. Â
Di sudut selatan ada kayu besar yang tumbang. Kami parkir pelataran dekat sebuah bangunan sederhana berwarna hijau. Mirip pendopo kecil. Karena siang hari, suasana singup-nya (angkernya) tidak begitu terasa. Â
Matahari menyinari seantero lokasi punden sehingga padang jingglang (terang benderang). Entahlah kalau sore atau malam hari. Entahlah kalau saat pohon jatinya masih lebat. Pasti lain suasananya. Lain ceritanya.Â
Selain ada pendopo kecil bercat hijau, di sebelah selatannya, tepat di posisi tanah yang agak ke bawah ada bangunan lain. Menyerupai Cungkup sebuah makam. Gapura kecilnya bercat kuning. Ada Dwarapala kecil bercat hitam di kanan kiri pintu. Pintu besinya terkunci sehingga saya tidak bisa memasukinya.
Sambil berkeliling, saya nikmati udara segar di kawasan Punden Alas Donoloyo ini. Sungguh suasananya ayem tentrem. Tanpa hiruk pikuk. Hanya terdengar suara burung yang sesekali hinggap di pucuk Pohon Jati. Cocok bagi mereka yang ingin merefresh pikiran. Ada rombongan keluarga kecil yang juga sedang menikmati hari.Â
Mereka duduk-duduk di depan cungkup. Saya mendekat ke pedagang Cilok yang sabar menunggu pembeli. Sekedar menyapa dan sedikit bertanya.Â