Lalu, perlahan saya lanjutkan langkah kaki menuju  patung Singa. Suasana  jalan utama masih relatif sepi.  Hanya beberapa mobil, becak dan dokar (andong) khas Yogya yang melintas. Namun, aktifitas di trotoar  agak mulai mengeliat. Beberapa pemilik lapak mulai membersihan wilayahnya. Kios-kios mulai dibuka. Tapi, pintu toko-toko masih tertutup rapat. Penjaja makanan kaki lima mulai  menata hidangan. Beberapa penduduk lokal asyik olahraga jogging, lari-lari kecil sesekali berjalan, sepanjang pedestrian. Hmmm.....pagi yang  menyenangkan di Malioboro. Tidak hiruk pikuk seperti biasanya. Coziest banget!
Segera, saya berjalan menyusuri sepanjang pedestrian. Sambil sesekali celingukan ke sana kemari. Â Mengamati lapak para penjual makanan yang mulai mengais rezeki. Barangkali ada sajian yang cocok dihati. Akhirnya, berhenti juga di sebuah lapak yang menyajikan nasi putih dengan sayur kembang turi, sawi, kacang panjang dan kecambah plus lauk telor mata sapi yang diguyur bumbu pecel. Rasa bumbunya manis agak pedas. Mirip-mirip rasa pecel madiun. Tidak lupa selembar peyek kacang saya ambil sebagai pelengkap sarapan pagi. Betul kata Katon Bagaskara, sangat pas menikmati Yogyakarta dengan sajian berselera!
Maju sekitar 20 meter dari gerbang Vredeburg, akan tiba di sebuah perempatan besar. Itulah Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Tempat ini, saat siang sampai malam, tak pernah sepi dari pengunjung. Tentunya sangat susah untuk mengambil foto spot menarik yang bebas dari pelancong. Â Untung, kali ini saya memutuskan ke Malioboro pagi hari. Sehingga lebih santai dan nyaman. Mau berfoto dengan latar mana saja, bebas merdeka!
Senyampang di Titik Nol, perhatian saya akhirnya tertuju pada sebuah monumen yang  dilingkupi pagar besi yang tertutup rapat. Ya, di dekat Titik Nol Yogyakarta , tepatnya di sisi kiri jalan ini telah dibangun Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Tempat ini adalah saksi bisu gigihnya pejuang-pejuang republik  mempertahankan kemerdekaan.Â
Saya membayangkan, bagaimana pasukan-pasukan Wehrkreise I,I dan III dengan gigih bergerak dari luar kota merangsek masuk kota dan bertempur sengit dengan tentara  Belanda yang menduduki Yogyakarta. Serangan dahsyat dan terencana itu akhirnya mampu melumpuhkan tentara Belanda. Pasukan pejuang mampu menduduki Yogyakarta selama 6 Jam. Walau hanya 6 jam, ini menunjukkan bahwa Republik Indonesia dan tentaranya masih eksis. Membuktikan pada dunia bahwa republik Indonesia masih tegak berdiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H