Siang itu, saya meluncur ke kantor Jasamarga, pengelola Tol Malang - Pandaan. Agak susah untuk masuk ke lokasi kantor Jasamarga ini karena harus memotong jalan tepat di Exit Tol Pandaan. Apalagi saat itu sedang musim liburan. Kendaraan yang keluar di Exit Pandaan lumayan padat.Â
Jadinya menunggu agak lama. Begitu ada celah, saya nyelonong memotong jalan. Lalu parkir di bahu jalan. Jauh di luar kantor Jasamarga Pandaan Tol. Tujuannya, bukan komplain sih, hanya ngecek saja. Kok bisa, dengan jarak yang sama, E Toll saya dikenakan tarif yang berbeda.Â
Kronologi singkatnya begini:
Pagi hari saya ke kantor Cabang Dinas Pendidikan di Pasuruan, masuk GTO Pandaan. Dua puluh lima menit kemudian keluar GTO Pasuruan dikenakan tarif 31 ribu. Siangnya, masuk GTO Pasuruan dan keluar GTO Pandaan, dikenakan tarif 47 ribu.
Agak kaget juga. Apa tarif naik atau bagaimana?
Kejadian ini sepele sebenarnya. Tapi jika tidak ada perhatian dan kepedulian dari kedua pihak akan ada yang diuntungkan dan dirugikan.
Biasanya, saat GTO padat, seorang driver jarang memperhatikan situasi di sekitarnya. Yang penting, segera menuntaskan antrean. Nge-tap kartu E Toll agar plang terbuka. Lalu meluncur di jalan bebas hambatan.
Begitu juga saat keluar. Saat antrean padat. Driver fokus menekan pedal gas dan perseneling sembari mengantre di gerbang GTO. Begitu saatnya tiba, langsung saja menuju mesin Tap. Tempel kartu E Toll. Begitu pintu terbuka, banyak yang tidak peduli dengan struk tiket atau berapa tarif yang baru saja dipotong dari kartu E Toll-nya.
Kalau kejadiannya seperti saya, dan berulang atau terjadi di berbagai GTO. Siapa yang rugi? Siapa yang untung?
Jadi, mengambil struk pembayaran Tol adalah sebuah keniscayaan.