Tebing Breksi  merupakan salah satu contoh destinasi  wisata yang spektakuler. Tidak saja spektakuler lantaran tampilannya yang memang eksotis dan instagramable, tapi juga proses dari "barang bekas"  menjadi "barang siap jual"  sungguh sangat menginspirasi.
Sentuhan seni pemahat lokal, penataan tata ruang yang terkonsep dengan baik, dukungan dan kebijakan pucuk pimpinan daerah, kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah pada akhirnya mampu menyuguhkan objek wisata baru yang keren di Jogjakarta. Â
Itu kesimpulan saya setelah berbincang dengan pak Suyanto, penjaga toilet di Tebing Breksi. Entah memang sudah jadi kebiasaan atau bagaimana. Begitu sampai lokasi objek wisata, toilet adalah tujuan utama yang saya harus dikunjungi. Mungkin termasuk Anda juga, he he he......
Siang itu, setelah turun bukit keluar dari objek wisata  Keraton Boko, kendaraan saya melaju di  jalur utama Prambanan - Wonosari. Aplikasi GPS Waze sudah saya setting mengarah ke Tebing Breksi. Â
Tak sampai 10 menit, di sebuah pertigaan, GPS mengarahkan agar belok kiri. Masuk jalan beraspal yang agak sempit. Saya ikuti saja.  Ada satu dua bus yang parkir di pinggir jalan. Menjadikan  arus lalu lintas agak tersendat.Â
Sepertinya, GPS mengarahkan lewat jalan-jalan kampung. Setelah beberapa belokan, akhirnya tiba di sebuah jalan tanah tidak beraspal. Tanahnya kering dan berdebu.. Lumayan lebar sebenarnya. Kendaraan pun melaju pelan dan sedikit berayun, mengikuti lekukan jalan.Â
Saat akan mulai menanjak , tiba-tiba, kendaraan dihentikan oleh seseorang  yang memegang handy talky. "Berhenti dulu ya, Mas !" kata laki-laki paruh baya yang memegang HT . "Jalannya gantian," lanjutnya.  Ooo....., ternyata dari ujung jalan di atas bukit, sedang meluncur rombongan bus menuruni bukit. Karena jalan sedang direnovasi, tidak memungkinkan kendaraan untuk saling bersalipan.Â
Ternyata, laki-laki paruh baya itu pengatur lalu lintas kendaraan keluar masuk ke lokasi wisata Tebing Breksi. Â Begitu kami dipersilahkan jalan, tak sampai 10 menit sudah tiba di pelataran luas dan agak gersang.Â
Pohon-pohon hijau, hanya tumbuh di sudut-sudut pelataran. Nampak  di depan ujung sana, seonggok tebing raksasa berwarna putih kuning kecoklatan berdiri kokoh. Kesan pertama saat datang, pastilah mengira ini adalah tempat penambangan batu kapur. Kesan itu adalah tidak salah. Ini memang tambang batu yang beralih fungsi
Gratis
Masuk lokasi bekas tambang batu ini, pengunjung tidak  ditarik tiket  Hanya ada biaya parkir. Mobil 5000 rupiah. Motor 2000 rupiah. Murah meriah. Semua mobil diarahkan parkir di area sebelah atas. Area bawah untuk parkir Bus dan motor. Segera, begitu turun dari kendaraan saya menuju ke toilet di pojok area  food court dan ketemu pak Suyanto. Udara panas mulai menyergap.