Mulut goanya lumayan besar. Menghadap vertikal, seakan siap menelan siapapun yang mendekatinya. Pelataran disekeliling mulut goa bertebaran batu Kapur dan batu Kumbung di atas tanah kering. Warnanya hitam ada yang putih keabu-abuan. Kontur tanahnya agak landai dan bertingkat tingkat. Ciri khas permukaan kerak bumi berbatuan Karts, khas  Gunung Kidul.  Uniknya, tepat di tengah mulut goa, tumbuh menjulang keluar goa, sebatang pohon besar. Dari lingkar diameternya, bisa diperkirakan usianya sudah ratusan tahun. Ya, itulah pandangan awal saat tiba di Goa Rancang Kencono. Lokasinya di Desa Bleberan, Playen, Gunung Kidul, Jogjakarta.
Hari itu, selepas subuh saya meninggalkan SPBU Wonosari. Tiba di SPBU pukul 01.00 dinihari. Cukup gelar tikar dan matras, kami berlima melepas penat. Akhirnya kamipun terbuai mimpi di keheningan malam Wonosari. Â Paginya, Gok Ji, driver andalan kami sudah tampak segar kembali setelah tidur sekitar 3 jam. Dia sudah tidak tampak lelah setelah memacu kendaraan menempuh perjalanan Pasuruan - Wonosari dalam tempo 6 jam. Berhenti sekali di Madiun untuk Ishoma.Â
Begitu keluar SPBU Wonosari, saya arahkan Gok Ji tidak ke pantai. "Lurus saja menuju Playen," kata saya. Â Kali ini kami tidak prioritaskan ke pantai. Saya sudah catat beberapa objek wisata yang masih asing bagi saya dan mengusik rasa penasaran untuk dikunjungi.Â
Kami melewati jalan raya yang baru selesai dibenahi. Tak terlalu lebar, tapi hotmix dan  mulus tentunya. Perjalanan pagi itu terasa nyaman. Apalagi  jalanan juga masih sepi. Belum banyak kendaraan lalu lalang. Akhirnya, disebuah persimpangan ketemu papan petunjuk bertuliskan: Goa Rancang Kencono dan Air Terjun Sri Gethuk. Ya, inilah itinerary kami pagi ini di Gunung Kidul.
Tiba di gerbang pelataran Goa Rancang Kencono kami hanya disambut kicauan burung. Belum ada petugas loket. Kami lihat petunjuk arah dan cari tempat parkir. Lumayan, masuk lokasi tanpa bayar tiket. Kami berlima, Gok Ji, Toriza, P. Budi, P. Totok, Â menyusuri pelataran. Mengikuti tanda panah yang mengarahkan ke mulut goa. Akhirnya, tiba juga di Goa Rancang Kencono.
Untuk memasuki goa vertikal ini, tidak perlu repot pakai alat. Sudah ada tangga turun yang dibangun permanen. Beberapa tangga dibangun menghubungkan permukaan tanah dengan bagian halaman depan goa. Tiba di halaman pertama goa,  saya lihat sekeliling. Goa ini adalah goa alam. Nampak beberapa stalagtit kecil menggantung di langit-langit goa. Tampaknya stalagtitnya sudah mati. Kering dan tak ada lagi tetesan air. Ada batur persegi empat yang dibangun di halaman pertama goa ini. Entah untuk apa.
Mistis
Aura mistis sangat terasa di halaman (ruang) ketiga ini. Sendirian di sini, dijamin merinding.  Penerangan dari HP saya sorotkan ke sekeliling. Mencari tahu kira-kira ada apa di sana. Lampu sorot akhirnya menimpa sebuah "prasasti" yang tertulis di dinding goa. Judulnya, Prasetya Bhinnekaku.  Ada dua lajur kata-kata  yang tertulis di prasasti ini. Di samping deretan kata-kata itu, ada guratan-guratan gambar Burung Garuda dengan background Gunungan Wayang. Di ujung ruangan sebelah kanan, juga ada celah yang makin menyempit. Hanya cukup bagi satu dua orang untuk duduk bersila.
Sejak memasuki goa, tentu banyak pertanyaan berkecamuk di benak saya. Apalagi saat menjumpai tulisan-tulisan di dinding goa ini. Sayangnya, saat kedatangan saya tadi tidak ada seorang petugas pun yang ada di lokasi. Jadinya, rasa penasaran akhirnya terbawa sampai keluar lagi dari dalam goa. Untungnya saat keluar dari mulut goa, ada petugas yang menyambutnya. Ternyata mereka adalah penduduk sekitar yang mengelola objek wisata Goa Rancang Kencono ini yang sudah mulai berdatangan.
Menurut mereka, goa ini sudah dihuni sejak manusia purba. "Sudah ada penelitian ke sini kok Mas, " kata pak Sutrisno, salah satu penduduk  yang menemui kami. "Ada beberapa tulang-tulang purba yang pernah ditemukan di dalam goa," lanjut Pak Tris. Saya manggut-manggut mendengar penjelasan beliau. Karena bisa jadi memang  goa ini adalah hunian purba. Seperti halnya goa-goa di Pacitan, karena masih satu deret dengan Pegunungan Sewu.
"Kalau prasasti itu, dibuat sekitar tahun 70-an," kata Pak Tris saat saya tanya tentang tulisan dan gambar yang ada di halaman dalam goa. "Sebelumnya, goa juga pernah dibuat sembunyi sekaligus untuk merancang siasat pertempuran oleh laskar-laskar Mataram yang berjuang melawan kompeni," lanjut Pak Tris. "Makanya, disebut Goa Rancang Kencono. Maknanya merancang (membuat siasat perjuangan) untuk merebut kembali tahta kencana ," urai pak Tris. Â
Untunglah, pagi itu kami bertemu dengan pak Sutrisno yang memberi sedikit pencerahan tentang Goa Rancang Kencono. Akhirnya, kamipun mohon diri. Kami berikan uang sekedarnya sebagai ungkapan rasa terima kasih, karena  kami tidak ditarik biaya masuk lokasi. Setelahnya, kami bergegas memasuki kendaraan. Tujuan berikutnya adalah Air Terjun Sri Gethuk, yang kata Pak Tris, cukup keluar lokasi dan memutar sedikit ke arah bawah....  Tapi saya sudah targetkan, setelah ini acaranya adalah mandi pagi dan sarapan. Perut sudah sangat keroncongan. Barangkali nanti di Sri Gethuk  ketemu sambel dan Ikan Wader plus nasi hangat...wuiih nikmatnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H