Padahal kita tahu , Majapahit adalah kerajaan besar yang pernah tumbuh dan jaya di Jawa Timur. Bahkan kebesaran namanya bergaung sampai di seluruh penjuru Nusantara.
Benarkah rumah rakyat jelatanya seperti yang di museum itu? Yakni sebuah rumah mungil. Ukurannya tak lebih dari 12 meter persegi. Berdiri di batas batur. Kerangkanya dari kayu. Berdinding gedeg (anyaman bambu). Atapnya terbuat dari Sirap dan genting. Ujung -ujung atap berhias ukel. Lantainya berupa susunan bata.
“Ironisnya, adik adik calon penerus bangsa ini mendengarkan tentang kejayaan, kebesaran dan kekosmopolitan nenek moyangnya di depan "GUBUK DERITA" yang konon oleh "sang periset" di klaim sebagai RUMAH MAJAPAHIT,’ demikian ungkap Mas Supriyadi, owner Sanggar Bhagaskara Trowulan Mojokerto, mengungkapkan kegundahannya.
Mas Supriyadi yang memiliki akun FB Supriyadi Trowulan Trowulan ini menyatakan, klaim Rumah Majapahit yang sekarang berdiri di museum itu bukanlah hal yang salah. "Tapi harus disertai deskripsi yang lengkap dan jelas sesuai kajian risetnya," papar Mas Surpiyadi.
Menurut beliau, Rumah Majapahit di museum itu sebenarnya harus dideskripsikan sebagai "Salah satu model dapur dan kandang Rojokoyo (hewan ternak), di masyarakat Majapahit, saat Majapahit menuju keruntuhannya".
Bahkan ketika saya bantah dengan mengatakan bahwa itu rumah kawula (rakyat jelata), beliau menjawab: "Itu dapur masyarakat strata sudra. Itu kandang pithik (ayam) kawulo Majapahit, bukan rumah hunian rakyat," tegas Mas Supriyadi.
Bahkan lebih lanjut, Mas Supriyadi mengajak semua periset Majapahit agar benar-benar memperhatikan gambaran rumah berarsitektur Majapahit seperti yang tercantum dalam Desawarnana (Nagara Krtagama) pupuh 8 sampai 12 yang secara panjang lebar mengambarkan penataan letak, bahan bangunan, kekayaan ragam serta keindahan arsitektur Rumah Majapahit yang pernah disaksikan dengan mata kepala oleh Prapanca.
Bahkan, beliau mengajak agar penanggung jawab museum, dalam hal ini BPCB Jawa Timur, benar-benar mau menganulir suguhan Rumah Majapahitnya, agar generasi muda Indonesia tidak terpapar sindrome skeptisme kejayaan Majapahit akibat melihat suguhan Rumah Majapahit ala Museum Trowulan.
Sepertinya, "protes" yang disampaikan Mas Supriyadi patut diapresiasi dengan meninjau ulang keberadaan objek Rumah Majapahit tersebut, bilamana hal tersebut memang masih menimbulkan kontroversi.
Berkaitan dengan ini, saya juga pernah menulis tentang kontroversi "Arca Naik Garuda dari Belahan," inventaris nomor 405, yang oleh pengelola museum diinfokan kepada khalayak sebagai Objek/ Benda Cagar Budaya yang benar-benar berasal dari Candi Belahan (Sumber Tetek). Padahal di kalangan pakar arkeologi, hal tersebut masih belum diterima secara utuh.