Warak! Anda pasti asing dengan kata ini. Demikian halnya dengan saya. Asing dan bikin penasaran. Kata itu saya dengar saat bincang santai dengan petugas parkir di kawasan Candi Penataran. Namanya pak Mulyono. Orangnya ramah. Posturnya tinggi besar dan sedikit berkumis. Saat menanyakan objek wisata di sekitar Penataran dan Blitar. Langsung saja beliaunya bercerita panjang dan lebar. Salah satunya tentang Warak.Â
"Warak itu sejenis badak!" kata pak Mulyono.  "Dari sini, jaraknya tidak sampai 3 kilometer. Cukup ikuti jalan ini.  Lurus saja. Sampai pertigaan, belok kiri," imbuh pak Mulyono sembari tangannya menunjuk mengarahkan ke ujung jalan di depan pelataran parkir Candi Penataran. "Selain ada situs Arca Warak, di sekitar situ juga ada Telaga Pacuh dan Kebun Kopi Wonorejo, peninggalan Belanda", papar pak Mulyono. Ternyata setelah agak lama berbincang saya akhirnya ngeh, beliau juru parkir sekaligus tour guide freelance wisata Blitar.
"Seminggu lalu, saya ngantar tamu dari Jakarta ke Candi Gambar Wetan," terang pak Mulyono. Sontak, saya pun menyahut kalau saya juga sudah blusukan ke sana beberapa waktu lalu. Akhirnya, perbincangan makin gayeng, menceritakan pengalaman masing-masing. Setengah jam berlalu,  saya pamit pada beliau untuk menuju ke lokasi Arca Warak. Beliau memberi  2 brosur objek-objek wisata Blitar yang diambilkan dari pusat informasi. Â
Saya bergegas menyusuri jalan yang ditunjukkan pak Mulyono. maklum sudah sore. Khawatir sampai di lokasi terlalu gelap, maka sia-sia tentunya. Setelah melewati beberapa belokan, bingung juga di mana lokasinya, lantaran tidak adanya papan penunjuk sama sekali tidak ada, padahal sudah lebih dari 3 kilometer, yang berarti sudah terlewat!Â
Memang, untuk urusan papan penunjuk lokasi wisata seperti ini, kabupaten Blitar tergolong pelit. Nggak percaya, main ke Blitar saja. Jangan kaget kalau, sering kablasuk-blasuk (kesasar) saat mengunjugi objek wisatanya, apalagi yang terpencil.
Akhirnya, jurus GPS saya keluarkan. Gunakan Penduduk Setempat dan ternyata manjur juga. Diarahkan oleh seorang ibu untuk  balik arah. "Nanti, kendaraan parkir depan warung pecel. Lalu, masuk saja ke gang kampung. Susuri sekitar 300 meter. Akan sampai di lokasi," kata ibu yang saya jumpai.
Saya ikut petunjuk GPS tadi. Jalan kaki sambil menyapa  orang-orang kampung yang lagi bersantai di bale-bale rumah. Akhirnya saya tiba di ujung jalan. Jalan ini keluar dari kampung menuju ke kebun atau sawah sepertinya.Â
Ada kolam berair jernih. Di pojok kiri anak-anak kampung riang sedang mandi sore di pancuran di bawah rimbunnya bambu hijau. Airnya jernih dan debitnya besar. Nah, di samping pancuran air ini ternyata lokasi Arca Warak berada.
Situs Arca Warak ini, berada di Desa Mondangan, Kecamatan Nglegok, Blitar. Tempatnya tidak terlalu luas. Sekeliling lokasi berpagar kawat berduri. Ada pintu masuk tepat di tengah situs. Begitu saya masuk, tentu yang saya cari adalah sang Warak yang kata pak Mulyono adalah Badak.Â
Sambil berkeliling lokasi dan tak lupa jeprat-jepret, walau kurang cahaya karena hampir maghrib, saya telusuri satu persatu arca dan batu-batu yang ada. Yang saya temukan,  sebuah Arca Gajah, dua buah Arca berfigur Raksasa, lumpang/jambangan, patahan-patahan arca, serta kemuncak dan batu-batu candi. Nggak ada Badaknya!
Unik dan Primitif
Dibanding dengan arca-arca di situs yang pernah saya kunjungi, pahatan arca-arca di Desa Mondangan ini terkesan unik dan primitif. Bahkan lucu. Sangat jauh berbeda dengan arca-arca di sekitaran Blitar, Kediri, Malang dan  Mojokerto. Ini mirip-mirip dengan tinggalan-tinggalan di Candi Cetha dan Sukuh, Lereng Barat Gunung Lawu dari seorang penduduk yang saya jumpai sore itu, sepintas mereka menyebut kalau arca-arca ini adalah peninggalan dari masa Majapahit. Benar tidaknya, entahlah.Â
Sebagai contoh, pahatan-pahatan pada Arca Raksasa sangat kasar. Lekukan-lekukannya kurang dinamis. Hiasan-hiasan arcanya juga cenderung minimalis. Apakah ini sebuah Dwarapala, arca penjaga gerbang kompleks percandian juga tidak jelas. Tapi, jika dilihat adanya Gada yang dipegang sang Arca, bisa jadi memang itu adalah arca penjaga pintu masuk candi.
Melihat lokasi dan sisa-sisa artefak yang ada di lokasi, sepertinya  kok Situs Arca Warak ini sebuah  petirtaan Pemandian kuno). Ada sumber air besar. Ditemukan jambangan (lumpang) tempat menampung air. Yang menarik, Arca Warak, atau Arca Gajah (atau badak ya!!) tadi mempunyai jalur air di punggungnya.  Ini semacam Jaladwara, tempat mengalirkan air. Jika ditempat lain biasanya berupa padma atau makara, di situs ini sangat unik yakni Gajah atau Badak! Apakah ini benar petirtaan, entahlah?!
2. Situs Bukan Tempat Cari Pesugihan
4. Situs candi Sukuh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H