Gajah Mada adalah penganut Budha, demikian penegasan Prof. Agus Aris Munandar, dalam diskusi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamis (22/6/2017) seperti yang dikutip sains.kompas.com. Bukti penguatnya adalah adalah catatan kitab Negara Kertagama yang menyebut bahwa setelah pensiun dia dianugerahi tanah Kebuddhaan yang bernama  MADAKARIPURA. Lokasi tanah itu di selatan Pasuruan.Â
Sebagai orang Pasuruan, cuplikan kalimat di atas begitu menggelitik saya. Bukan ikut-ikutan. Sekedar menunjukkan dimana kemungkina letak Madakaripura.Â
Dimanakah letak Dukuh Madakaripura? Benarkah Madakaripura di Selatan Pasuruan? Jangan-jangan  lokasi Dukuh Madakaripura ada di kawasan Air Terjun Madakaripura yang eksotik di Lereng Utara Tengger, termasuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru? Mari kita lacak keberadaan "The Lost City" Dukuh Madakaripura.
Nagara Krtagama
wwanten dharmma kasogatan prakasite ma dakaripura kastaweng lango,Â
simanugraha bhupati san apatih gajamada racananyan uttama,
yekanung dinunung nareswara pasanggrahanira pinened rinupaka,
andondok mahawan rikang trasungay andyis i capahan atirthasewana
Patih Gajah Mada, adalah penyokong dan peneguh utama kejayaan Majapahit. Dianugerahi oleh Prabu Hayam Wuruk tanah perdikan bernama Dukuh Madakaripura yang luas dan subur. Disana terdapat bangunan pesanggrahan yang indah. Seperti yang diuraikan dalam Nagara Krtagama, pupuh 19: 2a-2d: Tersebut dukuh kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah. Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gajah Mada, teratur indah. Disitulah Baginda menempati pesanggrahan yang terhias sangat bergas. Sementara mengunjungi mata air melakukan mandi bhakti.
Pertama, beruntung sekali saya mendapatkan sebuah buku berjudul Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca karya Hadi Sidomulyo. Nama aslinya Nigel Bullough, karena lahir di Inggris. Tapi sangat mencintai Indonesia, Jawa khususnya. Mulai tahun 2004, Hadi Sidomulyo sudah napak tilas perjalanan Hayam Wuruk saat ke Lumajang di tahun 1359 M. Saat itu Sang Prabu diberitakan oleh Mpu Prapanca dalam Nagara Krtagama mampir di Madakaripura. Jika diurut perjalanan kala itu tentu berawal dari Trowulan (Mojokerto), Mojosari, Kejapanan (Gempol), Bangil, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Kedua, bersyukur pula saya mendapatkan artikel yang ditulis Amrit Gomperts tahun 2006. Judulnya: A Possible Location of Gajah Mada's Madakaripura. Dua sumber inilah yang akan membawa kita ke Madakaripura, yang kata Profesor Agus Aris Munandar ada di Selatan Pasuruan.
Dari uraian Nagara Krtagama di atas, untuk sampai di Dukuh Madakaripura, Prabu Hayam Wuruk harus melewati desa-desa (dukuh) Kedung Dawa, Rame, Lampes, Times, Pogara, dan Dadap. Posisi desa-desa ini penting untuk melacak keberadaan Madakaripura. Terlebih ketika pupuh 19: 1d, oleh Hadi Sidomulyo diterjemahkan sebagai: Dan di mandhala Hambulu Traya iringan kereta berjalan sampai Dhadap (mwang ring mandhala hambulu traya teke dhadhap adulurikang rathala (rawalaris), ada tambahan satu desa lagi yang dilalui baginda saat menuju Madakaripura yaitu Bulu.
Nah, dimanakah letak desa-desa yang dicatat Mpu Prapanca tersebut? Mengikuti Hadi Sidomulyo, penulis juga membuka peta untuk mencari nama-nama desa dimaksud. Termasuk blusukan ke lokasi yang sudah diidentifikasi. Yang menggembirakan, ternyata lokasi-lokasi yang dicatat Prapanca tidak jauh dari rumah. Masih di sekitar wilayah Kabupaten dan Kota Pasuruan ternyata. Artinya, banyak kesempatan dan waktu untuk blusukan mencarinya. Dari beberapa kali, blusukan, beginilah ceritanya....
Hadi Sidomulyo mengidentifikasi Kedung Dawa ada di wilayah Kraton, Lampes, mirip Klampisrejo (Latitude: -740'49.8"Longitude: 11250'27.97"). Times tidak diketahui. Pogara lebih mendekati nama Dusun Bugoro, di Desa Bukir (Latitude: -739'4.32"Longitude: 11253'0.95"). Kawasan Bukir merupakan sentra kerajinan mebel di Pasuruan. Bulu ada di dua tempat. Kraton dan Desa Krampyangan Kota Pasuruan. Melihat urutan perjalanan, Dusun Bulu, Kelurahan Krampyangan lebih diutamakan.
Setelah Dusun Bulu, raja memasuki Dhadhap. Banyak nama Dadap di Pasuruan. Yang paling sesuai untuk melacak perjalanan Hayam Wuruk adalah dusun Dadapan di Desa Grogol, seperti yang ditunjukkan Amrit Gomperts. Penulis menyusurinya dari Gondang Wetan menuju Dusun Lajuk dan Desa Grogol. Dari pertigaan Dadapan ini ke arah timur akan sampai di Baledono. Jika ke Utara masuk Dusun Sadeng, Desa Manikrejo.
Rekonstruksi Awal
Maka rekonstruksi lengkap perjalanan Hayam Wuruk saat menuju Dukuh Kasogatan Madakaripura adalah dari Bangil/ Rembang- Kraton- Bugoro (Bukir)-Kebon Agung (sekarang ada terminalnya)- Purut (rumah sakit kota Pasuruan)- Bulu (Krampyangan) dan menuju Bakalan dan masuk Desa Dadapan (sekitar Grogol). Setelah Dadapan inilah Dukuh Madakaripura, tanah perdikan milik Mahapatih Gajah Mada berada. Karena Gajah Mada pembesar Majapahit, tentu saja Dukuh Madakaripura sangat luas, subur dan indah permai. Cocok dengan kondisi daerah Timur Grogol saat ini. Di Dusun Sendang (Timur Laut Grogol), masuk Desa Manikrejo ada kekunoan. Namanya Sendang Beji, berupa sendang/ kolam (mata air). Kata penduduk, di dasar dan samping sendang ini dulu ada susunan bata kuno.
Di Pasuruan ada dua sumber mata air besar yang saat ini masih berfungsi. Banyu Biru (Telaga Wilis) di Desa Sumberejo dan Umbulan. Melihat sisa-sisa peninggalan, serta fragmen arca agaknya Banyu Biru lebih cocok sebagai Capahan. Tempat raja melakukan mandi bakti. Artinya, Dukuh Madakaripura terletak antara Dadapan dan Banyu Biru!
Tidak hanya posisi Dadapan dan Capahan yang sangat menunjang bahwa Madakaripura ada di Pasuruan. Keberadaan desa-desa di sekitar Madakaripura yang mempersembahkanmakanan minuman saat raja tiba di Madakaripura juga bisa ditemui di sekitar daerah ini. Nagara Krtagama pupuh 20:1a-1d mencatat: Sampai di Dukuh Kasogatan semua mempersembahkan makanan pada Baginda Raja, Satu persatu seperti Gapuk, Sadewi, Wisiyasa, Isana Bajra,. Juga Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan , Lumbang, Kuran, We Petang. Serta Pancar semua yang tinggal di lingkungan biara berduyun-duyun menghadap.
Jadi untuk membuktikan The Lost City Dukuh Madakaripura ada di sekitar Dadapan dan Capahan (Banyubiru), maka kita harus pula menemukan nama-nama desa Gapuk, Sadewi, Wisiyasa, Isana Bajra, Ganten, Poh, Kalampitan, Lumbang, We Petang, Kuran serta Pancar di sekitar Banyubiru pula.
Hasilnya, Hadi Sidomulyo menunjukkan ada nama desa Gapuk, di Kelurahan Kawisrejo. Penulis juga menjejakkan kaki di desa tersebut saat dalam perjalanan meninggalkan Dusun Raket. Untuk Poh, banyak tempat di Pasuruan yang mengandung kata Poh. Lumbang tentunya Desa Lumbang, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Pasuruan sekarang ini.Kuran mirip dengan Kurban, nama dusun dekat Lumbang. Pancar mungkin saja Pancur. We Petang bisa diidentikkan dengan Petung. Semua nama tempat itu saat ini bisa dijumpai dengan mudah di Peta Kabupaten Pasuruan! Jadi, di tahun 1359 M, Mpu Prapanca memang mencatat ada nama-nama desa tersebut seperti yang juga ada di masa kini.
Jika batas Barat Madakaripura ada di Dadapan (Grogol). Utara disekitar Rejoso, Selatan di Winongan dan Godang Wetan. Dimanakah batas timurnya? Ini bisa dilacak dari urutan perjalanan Hayam Wuruksaat meninggalkan Madakaripura melanjutkan perjalanan ke Lumajang. Tersurat dengan jelas di Nagara Krtagama Pupuh 21:1a-1b. Fajar menyingsing: berangkat lagi Baginda melalui Lo Pandak, Ranu Akuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan.
Sama seperti metode Toponimi (mencari persamaan kata/ sebutan) Â di atas, Hadi Sidomulyo juga melacak dan mencari nama-nama dusun/ dukuh/ desa saat ini yang mirip seperti yang tertulis di Nagara Krtagama. Untuk membuktikannya, dari Banyu Biru, penulis menelusuri jalan ke arah Timur (Grati). Atas bantuan teman yang tinggal di Grati, penulis diajak mampir ke Desa Karanglo. Nama ini sangat mirip dengan Lo Pandak.
Nama Ranu Akuning lebih mengarah pada Desa Ranu Klindungan. Sebuah desa di tepi Ranu Grati. Karena Ranu Grati adalah sebuah Danau Maar, danau yang kaya akan sulfur belerang yang juga berwarna kuning. Namun, dekat Desa Karanglo juga ada nama desa Kemuning! Jadi sama-sama mendekati kata KUNING.
Paling menarik adalah nama Balerah. Dusun kuno ini beberapa waktu lalu masih eksis. Tapi pembangunan Tol Pasuruan-Probolinggo telah menggilasnya. Namanya Dusun Blerah. Saat itu, penulis mengunjungi dusun kecil nan sepi di Selatan Rel Kereta Api, di Utara Ranu Grati ini saat matahari begitu menyengat. Menurut Prija Jatmika, teman penulis dari Grati, Dusun  kecil ini hanya dihuni oleh 4 Kepala Keluarga dari keturunan orang yang alim. Saat bertemu dengan seseorang di dekat dusun, penulis diberitahu kalau keluarga di Blerah ini masih ada hubungan darah dan kerabat dengan keluarga Kyai di Segoropuro.
Jika Air Terjun di Lereng Tengger disebut (diberi nama) Madakaripura juga tidak masalah. Namun dari uraian Nagara Krtagama, jelas tertulis Situs Madakaripura ada di Pasuruan. Bisa jadi, dahulu Air Terjun Madakaripura juga pernah dikunjungi dan didiami Gajah Mada, karena letaknya memang tidak jauh dari Dukuh Madakaripura yang di Pasuruan. Namun jika dianggap Dukuh Madakaripura adalah Air Terjun Madakaripura, maka akan sangat tidak sesuai dengan urutan urutan nama-nama desa di Negara Krtagama. Bahkan sangat jauh melenceng dan tidak ketemu  ujung pangkalnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI