Kemudian ada jajaran list mahkota yang makin mengecil membentuk susunan atap. Di tengah list dan sudut-sudutnya diberi hiasan antefik berukir berupa hiasan “Mata Satu”. Diperkirakan relung Candi Jawi dulunya berisi arca Ardhanari, Durga, Siwa Guru, Ganesa, Mahakala dan Nandiswara. Beberapa arca ini kabarnya tersimpan di Museum Tantular, Sidoarjoi. Bahkan Arca Jokodolok di Surabaya, konon dulunya juga berasal dari Candi Jawi.
Atap candi bertingkat tiga puncaknya berbentuk kubus yang di atasnya terdapat Stupa/Genta (Dagob). Bentuk Kubus mengambarkan agama Hindu. Sedangkan Stupa menggambarkan agama Siwa Budha. Tak heran banyak yang menyebut, Candi Jawi adalah contoh khas bangunan suci perpaduan Hindu Budha di tanah Jawa. Seperti halnya tubuh candi, atap juga didominasi oleh batu putih.
Adanya perbedaan jenis batuan candi oleh para ahli diperkirakan Candi Jawi dibuat pada masa yang berbeda atau pernah dipugar waktu sebelumnya. Dalam NEGARA KERTAGAMA PUPUH 57: yang isinya tahun saka 1253 (1331 M), menjelaskan Candi Jawi disambar petir sehingga atapnya runtuh.
Sedangkan batu candi yang ditemukan saat penelitian berangka tahun 1254 saka (1332 M), artinya setelah disambar petir candi dipugar setahun kemudian. Dalam berita Negara Krtagama juga disebutkan, Hayam Wuruk, sepulang dari Lumajang dan Malang, dengan rombongan besarnya mampir ke Candi Jawi, seperti yang dituliskan Prapanca. Agaknya keberadaan Candi Jawi sangat berkesan bagi sang Prabu.
Di era modern, pemugaran Candi Jawi dilakukan sekitar tahun 1938-1940. Sedangkan bentuk candi yang saat ini begitu eksotis, mempesona adalah hasil pemugaran tahun 1983.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H