[caption id="attachment_244556" align="aligncenter" width="500" caption="Mbah Maridjan semasa hidup (dok pribadi)"][/caption]
Sak Beja-bejane Wong Lali, Isih Bejo Wong sing Eling lan Waspodho.
Tak tahu mengapa. Tiba-tiba menyeruak begitu saja di dalam dada dan angan.  Timbul keinginan yang meletup-letup untuk berkunjung ke Kinahrejo, Yogjakarta. Mengunjungi dukuh terdekat dengan gunung berapi paling aktif di Indonesia, Gunung Merapi. Tempat  tinggal sang Juru Kunci yang sudah almarhum, Mbah Maridjan.  Seperti tahun 2006  silam. **** "Kalau Mading Mbah Maridjan menang, hadiahnya untuk ke Jogjakarta, gratis!"  kata saya di depan anak-anak KIR sebulan sebelum mengikuti Lomba Mading yang digelar oleh Deteksi Jawa Pos. "Amieennn!!", seru anak-anak KIR semangat. Dan kerja keras mereka berbuah manis. Di ajang Deteksi Mading 2006, anak-anak KIR SMA Sejahtera Prigen, meraih hadiah total 9 juta rupiah. Khusus uang 5 juta diperoleh dari Mading (Majalah Dinding) 3 dimensi yang berjudul Mbah Maridjan! [caption id="attachment_244557" align="aligncenter" width="500" caption="Mading 3 dimensi Mbah Marijan"]
Mading eyecatching ini menampilkan sosok Mbah Maridjan yang namanya menasional dan menarik perhatian pasca erupsi Merapi Juni 2006. Mading Mbah Maridjan mengulas secara lengkap keseharian, kesederhanaan, kesetiaan, kegiatan spiritual serta filosofi dari Mbah Maridjan yang patut dijadikan teladan. Tentu saja detail cerita tentang Gunung Merapi yang sempat "batuk-batuk" dan menghembuskan awan panas si Wedhus Gembel tak lupa disertakan. Tak lupa spot-spot Yogjakarta juga masuk di dalamnya. Apalagi saat itu Yogja baru saja dilanda gempa. Akhirnya, hari H ke Yogjakarta pun tiba. Berangkat tepat pukul 20.00, Bus melaju melintasi jalur selatan semalaman. Subuh tiba di Prambanan. Setelah mandi, sholat subuh dan tetek bengek lainnya, diputuskan, rombongan dipecah dua. Anak KIR yang sudah menang Mading berjumlah 40 orang, didampingi 2 pembina melanjutkan ke Borobudur dan objek wisata di Yogjakarta lainnya. Saya dengan tujuh pembina lainnya, berkehendak  mampir ke rumah Mbah Maridjan yang entah dimana tepatnya. Cuma tahunya, beliau tinggal di Dukuh Kinahrejo, Cangkringan, itu saja. Akhirnya tanya ke sana kemari. Ketemu  sopir angkutan colt L-300 yang mau mengantar ke rumah Mbah Maridjan. Deal, ongkosnya 100ribu. Rombongan berangkat. Tak sampai 30 menit ada kejadian yang menggelikan. Ternyata pak sopir ini hanya sok tahu, tapi ternyata tidak tahu dimana itu Kinahrejo. Akhirnya sambil ngedumel, turun dari angkutan dan cari kendaraan lain. Tidak jadi seratus ribu, tapi limapuluh ribu melayang buat ganti bensin. Alhamdulillah, Dewi Fortuna tetap menyertai. Tak lama kemudian ketemu  Bis Mini yang sanggup ke mengantarkan ke kediaman Mbah Maridjan di Kinahrejo. Tanpa tawar menawar yang rumit, kami melaju menuju arah Kaliurang. Masuk  Umbulharjo terus mengikuti menanjak. Bus Mini yang agak tua sempat batuk-batuk (tertular Merapi mungin he he he). Sopir sempat salah perseneling, sehingga Bus kedodoran saat ambil tikungan menanjak. Mogok lah. Beberapa penumpang turun untuk  mengurangi beban si Bus Tua. Setelah itu Bus melaju tanpa kompromi melahap  tanjakan dan tikungan. Akhirnya finish  juga di Dukuh Kinahrejo, Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Tak jauh dari dukuh ini, di atas sana, Gunung Merapi mengepulkan asap putihnya. Di Dukuh Kinahrejo ini, Mbah Maridjan dan kerabat serta anak-anaknya tinggal. Rumahnya sederhana, berdimensi L. Kami tiba dan disambut putranya, Mas Asihono. Dipersilahkan masuk ruang tamu yang didalamnya berderet-deret kursi tamu. Dipersilahkan mengisi buku tamu. Mas Asihono sempat tertegun setelah kami  beritahu kami dari Pasuruan, 300 Km dari Kinahrejo. Di atas meja terhidangkan penganan khas seperti kacang godok dan pisang goreng.  Di pojok ruang tamu ada maket kecil dan beberapa pajangan pusaka. Di dinding tembok, penuh dengan karikatur dan foto Mbah Maridjan. Termasuk juga lambang Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Oleh Sultan Hamengkuwubowono IX, Mbah Maridjan selaku Juru Kunci Gunung Merapi diberi gelar Mas Ngabehi Suraksohargo. Kami bersyukur akhirnya mampu memenuhi nazar ke rumah Mbah Maridjan. Lebih bersyukur lagi karena bisa bersilaturahim dan diterima langsung oleh beliau. Mbah Maridjan menemui kami di ruang tamu setelah diberitahu oleh mas Asihono. Mbah Maridjan sangat santun dalam bertutur kata. Suaranya lembut, pelan. Orangnya tenang. Lebih banyak menunduk saat berkata-kata. Lambat laun perbincangan makin akrab dan gayeng. Kami merasa hari itu serasa begitu dekat dengan Mbah Maridjan. [caption id="attachment_244560" align="aligncenter" width="500" caption="Rumah Mbah Maridjan di Kinahrejo sebelum Letusan Merapi 2010 (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_244562" align="aligncenter" width="300" caption="Mas Asihono putra Mbah Maridjan (dok Pribadi)"]
Sosok Mbah Maridjan begitu sederhana dan setia dalam menjalankan amanah. Sebagaimana orangtua, beliau banyak menuturkan petuah-petuah Jawa. Pesan-pesan moral yang layak dijadikan pegangan hidup dan menjalani kehidupan. Istimewanya, tatkala kami minta foto bersama, beliaupun berkenan. Padahal (walau akhir-akhir ini saja saya tahu) kalau Mbah Maridjan enggan dan sangat sering menolak kalau diajak foto bersama. Mungkin beliau juga kasihan dengan kami yang datang dari jauh ,jangan sampai pulang hampa tanpa foto beliau ...he he he. Akhirnya, kami pun pamit, sambil menitipkan souvenir sederhana dari anak-anak KIR yang menang lomba. Termasuk kami tunjukkan dan kami tinggalkan pada beliau foto-foto Mading 3 dimensi "Mbah Maridjan" yang membuat si Mbah terkekeh. *** Erupsi Merapi Bualn Oktober 2010, Gunung Merapi aktifitasnya meningkat. Jarum Seismograf  bergetar hebat, sehingga amplitudonya panjang-panjang. Menunjukkan adanya getaran dan tenaga dahsyat yang akan muntah. Karena semakin mengkuatirkan, semua warga di sekitar Merapi harus mengungsi. Tangga 26 Oktober 2010, kondisi Gunung Merapi semakin mengkuatirkan. Mbah Surono (aslinya tanpa mbah) yang juga  juru kunci gunung berapi di Indonesia (termasuk Gunung Merapi) yang jabatan aslinya adalah Kepala Pusat Vulkanologi memperkirakan Merapi akan segera meletus. Semua warga di daerah bahaya harus dievakuasi. Peringatan itu sampai juga ke Mas Asihono dan Mbah Maridjan. Terjadi perbincangan antara mereka berdua. Asihono : "Saya minta pamit untuk turun mengungsi dan mengajak bapak ikut serta" Mbah Maridjan : "Wis ora susah, aku arep ndedonga bae. Nek aku melu mudhun mengko diguyu pithik. (Sudah saya tidak usah mengungsi, saya mau berdoa saja. kalau saya ikut mengunsi nanti saya diketawain ayam" (Sumber Merapi 120 fps) Akhirnya Asihono pun turun ke daerah aman. Setelah itu, Gunung Merapi benar-benar meletus dahsyat. Tenaga terbesarnya didorong keluar. Asap panas bercampur material vulanik membubung tinggi. Wedhus  Gembel yang panas, mengalir, merayap turun ke desa-desa di sekitar merapi. Memporak porandakan pemukiman di empat desa dan menelan ratusan jiwa. Kinahrejo tak luput dari hantaman awan panas dan material Vulkanik. Rumah-rumah rusak. Pohon tumbang dan gosong. Hanya Mushola di  atas rumah Mbah Maridjan yang masih kokoh berdiri. Lainnya, rusak sak. Mbah Maridjan ditemukan  meninggal. Jenazahnya ditemukan dalam posisi sedang bersujud di dalam rumah beliau. "Merapi adalah surga perantauan leluhur Mataram yang harus dijaga dan diuri-uri atau dilestarikan". Itu tugas yang disanggupi oleh Mbah Maridjan sebagai Juru kunci saat diangkat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pilihan yang layak dihormati oleh siapapun ****** Lava Tour Setahun pasca erupsi, roda perekonomian di lereng Merapi kembali berputar.  Para petani mulai kembali ke sawah dan ladang. Begitu juga peternak, mulai menata kembali kegiatannya. Laju kegiatan roda ekonomi yang mencolok adalah kegiatan pariwisata. Rasa penasaran akibat bencana merapi, membuat banyak orang berduyun-duyun ke Umbulharjo. Mulanya juga prihatin, kok melihat penderitaan orang lain. Tapi akhirnya, masyarakat disana sadar bahwa kehadiran para petualang ini adalah "devisa" yang sangat menguntungkan. Akhirnya, saat ini, kawasan Kaliurang, Kaliadem, Kinahrejo, Cangkringan menjadi jujugan wisata yang lumayan ramai. Sekarang, untuk masuk ke wilayah Umbulharjo, harus bayar tiket. Begitu mendekati kawasan rumah Mbah Maridjan di kinahrejo, semua Mobil, Motor, Bus harus parkir. Pengunjung yang akan melihat Gunung Merapi dari dekat dan berkunjung ke  bekas rumah Mbah Maridjan bisa memilih. Jalan Kaki, sewa motor trail atau ngojek [caption id="attachment_244567" align="aligncenter" width="500" caption="Gerbang masuk Kinahrejo (dok pribadi)"]
[caption id="attachment_244572" align="aligncenter" width="500" caption="Temapt dimana Jasad Mbah Maridjan ditemukan sedang sujud (dok pribadi)"][/caption]
Jalan kaki gratis. Tapi tanjakannya membuat kaki pegal-pegal. Sewa motor trail cukup bayar 50 ribu. Langsung naik ke rumah Mbah Maridjan plus putar-putar di bekas aliran vulkanik Gunung Merapi. Di sekitar Kali Gendol. Yang Hobi petualang, lebih asyik dengan pilihan ini. Saya pilih naik ojek. Bayar 20 ribu. Saya emoh diojek oleh perempuan pemilik motor. Motor boleh saya setir sendiri. Teman saya nggak punya pilihan. Dia di-ojek oleh si tukang ojek lain. Mungkin takut motornya digondol he he he. Rute motor ojekan hanya sampai rumah mbah Maridjan. Di bekas rumah Mbah Maridjan ini ditemui sisa-sisa kedahsyatan Merapi yang telah meluluh lantakkan rumah dan perabotnya termasuk  mobil relawan dan wartawan yang saat itu tewas di rumah Mbah Maridjan. Menurut tukang ojek, Mbah Maridjan adalah sosok yang bersahaja dan baik hati. Dulu semasa hidupnya sering membantu warga sekitar dengan rejeki yang diterimanya. Anda ingat iklan Roso.. Roso. [caption id="attachment_244570" align="aligncenter" width="300" caption="Istri Mbah Maridjan (dok Pribadi)"]
Saya bersyukur, pada kunjungan kali ini bertemu dengan istri Mbah Maridjan. Beliau nampak sehat dan murah senyum. Dengan gembira melayani tamu yang berkunjung ke bekas rumahnya. Setelah sekian waktu meluangkan waktu, mengais dan merajut memori di Kinahrejo, saya pun undur diri. Juga karena pandangan tukang ojek yang sudah mengajak untuk segera turun kembali ke pangkalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H