Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Halalkan Segala Cara!

29 April 2013   01:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:27 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_250737" align="aligncenter" width="500" caption="Belajar dari basket (dok pribadi)"][/caption]

Sering kita jumpai disekitar kita, terutama kegiatan olahraga, sportifitas dan Fair Play tidak dijunjung tinggi. Baik oleh penyelenggara, pemain, pelatih termasuk penonton. Mengapa, karena banyak regulasi dan pelaksanaan yang masih amburadul. Tidak ditata secara cermat, sehingga di sana sini banyak masalah. Ada baiknya, untuk even olahraga, kita belajar dari DBL.

DBL (Development Basketball League)  dulu bernama  Deteksi Basketbal League, merupakan even bola basket pelajar SMP dan SMA paling bergengsi yang mampu digelar di Indonesia. Regulasinya ketat. Sepertinya mengadopsi dari Amerika. Maklumlah diawal pelaksanaannya, commissioner kompetisinya Azrul Ananda (sekarang Direktur Jawa Pos, putra Dahlan Iskan)yang pernah tinggal di Amerika. Kompetisi ini digelar sejak tahun 2004.

Pertama mengikutsertakan siswa saya di DBL bikin shock. Banyak aturan yang tak terduga. Contohnya, ijazah pemain telat setahun (lulus SMP tidak langsung melanjutkan sekolah karena sakit), jadi masalah. Karena data di entry ke komputer dan semuanya computerized, akibatnya data ditolak oleh sistem. Siswa dianggap pernah tidak naik kelas.

Anak menangis. Hampir dicoret dari tim oleh panitia. Agar bisa bertahan, official sekolah harus mampu membuktikan dengan data dan fakta bahwa yang bersangkutan memang pernah sakit dan sekolahnya tertunda setahun. Kalang kabut semua. Harus bolak-balik ke Graha Pena menyerahkan berkas. Prigen-Surabaya tidaklah dekat. Jauhnya 50 km. Belum kalau Porong macet. Wah..wah.. wah, pokoknya harus berjuang ekstra agar bisa bisa ikut kompetisi. Tapi begitulah seharusnya. Pelajar harus disiplin belajar. Tidak boleh tinggal kelas.

Filosofinya, sekolah tetap nomor satu. Student dulu, baru athlete, kata mbak Masany Audry, supervisor kompetisi. Menjadi pelajar dan menjadi atlet sama pentingnya. Tidak boleh ada yang dikalahkan. Berhasil di sekolah, harus berhasil pula di olahraga Jadi, anak yang pernah tidak naik kelas (walau jago basket) tidak akan pernah bisa tampil di DBL. Mengingatkan pada jago-jago NBA sekaligus Dream Team Basket USA yang merupakan mahasiswa dari universitas-universitas terkemuka di Amerika.

[caption id="attachment_250738" align="aligncenter" width="599" caption="Dream Team USA 2010adalah mahasiswa elit di USA (foto janeman.blogspot.com)"]

1367173507774809598
1367173507774809598
[/caption]

Pelajaran lain yang bisa dipetik. Aturan harus tegas. Melanggar aturan, minggir dari kompetisi. DBL tidak kenal nyolong umur! Bandingkan dengan even di Desa atau Kecamatan. Kemenangan (bukan prestasi) diraih dengan menghalalkan segala cara. Ijazah pemain dipalsu. Tahun lahir disulap agar lebih muda. Otomatis usia senior tapi main di kelompok yunior. Menang ora nggumun, kalah ngisin-ngisini! Bayangkan anak-anak usia belasan tahun sudah diajak kolusi. Mudah-mudahan ajang POPDA atau PORPROV bersih dan sehat!

Aturan kostum juga menggemaskan. Celana lebih 1 cm harus dilipat dan di-dondomi. Panitia sudah antisipasi  Di meja registrasi siap jarum dan benang. Aturan untuk official lain lagi. Harus tampil rapi jali. Pakaian polos terang, berdasi. Celana dan sepatu hitam (disemir biar mengkilat). Bahkan, Kaos Kaki juga harus hitam! Offisial yang memakai celana biru dongker (biru yang gelapnya seperti hitam) harus kecewa. Jadi penonton, duduk manis di tribun. Tidak boleh ikut mendampingi pemain.

DBL terkenal disiplin. Terlambat berarti musibah. Selain diskualifikasi wajib setor denda 500 ratus ribu ke panitia. Tidak ada ceritanya pertandingan molor di luar jadwal, kecuali kalau ada perpanjangan waktu. Ini harus diadopsi oleh penyelenggara kompetisi di daerah. Tepat waktu! Datang  terlambat Dis! Jangan seperti rapat-rapat di instansi. Undangan jam 8. Rapat dimulai jam 10. Melelahkan, buang-buang energi! Tradisi jam karet tidak ada di DBL.

Olahraga identik dengan kesehatan..No Smoking, adalah aturan pertama. Tidak ada sponsor rokok atau membawa rokok ke tribun  Susah, ikut olahraga tapi merokok. Dijamin tidak akan sehat dan berprestasi maksimal. Ini patut diterapkan di sekolah. Kebiasaan merokok sulit diberantas di kalangan pelajar. Larangan, peringatan sampai razia kelas  rutin digelar. Pasalnya, banyak even olahraga di daerah yang masih mengandalkan support dari Pabrik Rokok. Paling memprihatinkan adalah saat di rumah. Si Bapak  nyepur kalau merokok dihadapan anak-anak. Akibatnya, anak jadi kepingin mencoba dan akhirnya merokok bersama. Klop jadinya!

Sepakbola sering diwarnai kericuhan. Tidak sekedar tawur tapi juga anarkis. Deteksi sudah antisipasi. Tidak hanya pemain, official dan tim yel-yel yang harus patuh pada regulasi. Suporter atau penonton juga harus tunduk pada aturan. Tidak boleh mengolok pemain atau  mengolok supporter “lawan”. Tidak boleh membawa rokok, korek (kuatir bakar-bakaran). Dilarang bawa minuman ke tribun (kuatir untuk lempar-lemparan). Intinya, penonton yang tidak tertib akan dingatkan. Bandel, dikeluarkan dari tribun dan dicari dari sekolah mana. Bila  merugikan pertandingan, sekolahnya yang kena sangsi. Tak ayal, DBL jauh dari kericuhan, walau penontonnya berjibun!

Sekarang, dengan segala peraturan dan ketatnya persaingan DBL sudah merambah seluruh penjuru tanah air. Konon sudah digelar lebih dari 20 kota di Indonesia. Dampaknya luar biasa. Sekolah-sekolah semangat mengembangkan olahraga basket karena ada ajang bergengsi yang tiap tahun digelar. Stadion-stadion basket yang dulu sepi sekarang sudah berubah. Hingar bingar dengan sorak-sorai penonton yang gegap gempita mendukung sekolahnya. Jumlahnya tidak ratusan, tapi ribuan. Dan puncaknya, bulan Juni-Juli akan digelar di Surabaya, Jawa Timur.

Walau DBL mensyaratkan aturan yang ketat, pesertanya tidak pernah berkurang. Malah terus bertambah. Untuk itu perlu seleksi dan eliminasi. Para pemain dan offisial semakin percaya, kalau mengikuti DBL, selain untuh meraih prestasi di bidang olahraga, banyak pendidikan karakter di dalamnya. Termasuk Student Athlete, tentunya.

Itulah sedikit pengalaman mengikutsertakan siswa saya dalam ajang Deteksi Basketball di Surabaya dan Malang. Walau tidak pernah juara (hanya pernah meraih Spirit Award), tapi pengalamannya itu yang luar biasa. Anak tidak boleh minder dengan orang kota. Disiplin mutlak dan berlaku untuk semuanya. Welcome DBL 2013. .

[caption id="attachment_250739" align="aligncenter" width="460" caption="Data dan Fakta peserta DBL 2012 (foto tmcblog.com)"]

1367173538556624272
1367173538556624272
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun