[caption id="attachment_341448" align="aligncenter" width="500" caption="Candi Sanggrahan di Tulungagung, bercorak "][/caption]
Jawa Timur patut bersyukur. Hingga saat ini masih banyak bertebaran "jejak" peninggalan masa lalu, khususnya dari era Mataram Kuno, Kediri, Singosari (Singhasari) dan Majapahit. Hampir merata di seluruh wilayah Jawa Timur banyak ditemukan candi. Begitu melimpahnya peninggalan masa klasik berupa bangunan sakral Hindu-Budha ini di Jawa Timur menunjukkan bahwa di masa lalu di negeri ini pernah mengalami keemasan dan kemegahan. Baik dalam kehidupan keseharian maupun ritus keagamaan. Bisa jadi, hidup gemah ripah loh jinawi, pernah dirasakan leluhur kita di masa lalu.
[caption id="attachment_341449" align="aligncenter" width="576" caption="Persebaran Candi di Jawa Timur"]
Menariknya, jika dicermati peninggalan klasik berupa bangunan-bangunan candi itu tidaklah seragam. Memang hampir kesemuanya termasuk dalam langgam Jawa Timur-an. Namun secara arsitektural menurut Doktor Agus Aris Munandar, candi-candi Jawa Timur masih memiliki karakteristik dan keunikan masing-masing. Beliau menggolongkan candi-candi Jawa Timur menjadi  5 gaya (arsitektur), meliputi: (1) Gaya Singhasari (Singosari) (2) Punden Berundak (3) Gaya Candi Brahu (4) Gaya Candi Jago (5) Gaya Candi Batur
Gaya Singhasari (Singosari)
Nama Singhasari (Singosari) lekat dengan Ken Arok, Mpu Gandring, Ken Dedes, Tunggul Ametung sampai Kertanegara. Di masa merekalah mulai muncul arsitektur candi bergaya Singhasari. Ciri-ciri bangunan candi gaya Singhasari yang menonjol: (a) bangunan candi utama terletak di tengah halaman (b) bangunan candi terdiri dari tiga bagian: kaki, tubuh, dan atap yang menjulang dengan tingkatan-tingkatan berangsur-angsur mengecil sampai puncaknya (c) ruang atau bilik utama ada di bagian tengah candi dengan relung di dinding luar tubuh candi untuk meletakkan arca dewa.
Candi bergaya Singhasari ini bisa dilihat pada Candi Singosari, Candi Jawi di Prigen Pasuruan dan Candi Kidal di Malang.
[caption id="attachment_341446" align="aligncenter" width="477" caption="Candi Singosari di Malang"]
[caption id="attachment_341450" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Jawi, khas Jawatimuran bergaya Singhasari"]
Gaya Punden Berundak
Pundek berundak merupakan bangunan asli Nusantara jaman megalithikum. Tapi di jaman Majapahit akhir, model punden berundak dimunculkan lagi oleh pembangun candi. Mereka membangun Candi Punden Berundak di gunung-gunung berupa bangunan berteras bertingkat-tingkat yang bersandar pada kemiringan lereng gunung. Jumlah terasnya umum ada tiga. Makin ke atas semakin mengecil ukuran terasnya. Di tengah bangunan terdapat tangga naik menuju puncak. Di bagian puncak teratas berdiri altar-altar persajian yang biasanya berjumlah tiga buah.
[caption id="attachment_341451" align="aligncenter" width="480" caption="Candi Kendalisodo, di Bukit Bekel Gunung Penanggungan"]
[caption id="attachment_341452" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Guru, dekat puncak Gunung Penanggungan"]
Gaya punden berundak bisa dijumpai pada candi-candi yang dibangun di lereng Gunung Penanggungan. Van Romondt mencatat tak kurang dari 80 buah candi kecil berciri punden berundak di tempat ini. Diantaranya, Candi Lurah (Kepurbakalaan No. I), Candi Guru, Candi Shinta (Kep. No 17.a), Candi Yudha (Kep. No. LX) dan yang paling eksotis Candi Kendalisodo (Kepurbakalaan No. LXV). Penelitian terakhir oleh tim Ubaya (Universitas Surabaya), "ditemukan" lebih dari seratus candi punden berundak di Penanggungan
Selain di Gunung Penanggungan, di Lereng Utara Gunung Ringgit- Arjuna juga ditemukan candi-candi dengan ciri serupa.
[caption id="attachment_341453" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Lurah"]
[caption id="attachment_341454" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Shinta di Lereng Gunung Penanggungan"]
[caption id="attachment_341465" align="aligncenter" width="500" caption="Kendalisodo tampak depan"]
Gaya Brahu
Di Desa Bejijong, Trowulan Mojokerto terdapat sebuah candi unik berbahan bata merah yang disebut Candi Brahu. Kata Brahu mungkin berasal dari kata brawu, berawu atau berabu. Masyarakat sekitar candi percaya bahwa di tempat inilah dilakukan pembakaran jenazah raja-raja Majapahit. Jadi bisa jadi kata Brahu ada kaitannya dengan kepercayaan bahwa tempat tersebut sebagai tempat memperabukan (membakar) jenazah raja.
Candi Brahu memiliki ciri antara lain, kaki candi yang terdiri dari beberapa teras (tingkatan). Tubuh candi ditempatkan agak ke belakang dengan bentuk dasar berdenah segi empat. Selain Candi Brahu, Candi Gunung Gangsir juga memiliki ciri yang hampir sama. Begitu pula Candi Jabung di Probolinggo.
[caption id="attachment_341455" align="aligncenter" width="414" caption="Candi Brahu di Bejijong Trowulan"]
[caption id="attachment_341456" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Gunung Gangsir di Gempol Pasuruan bercoraka "]
Gaya Jago
Candi Jago atau Jajhagu, terletak di daerah Tumpang, Malang. Dibangun menggunakan batu andesit. Cirinya, kaki candinya mempunyai tiga teras berdenah empat persegi panjang. Bilik utama candi ditempatkan dibagian tengah teras teratas. Atau sedikit bergeser agak ke belakang. Ciri menonjol lain candi bergaya Jago, dibagian atas tidak lagi dijumpai adanya atap. Bisa jadi atap candi terbuat dari bahan-bahan yang cepat rusak semacam ijuk, bambu atau kayu. Mengingatkan pada atap-atap pura di Bali.
Selain Candi Jago di Tumpang Malang, maka Candi Induk Penataran Blitar serta Candi Sanggrahan di Tulungagung bisa digolongkan dalam candi bercorak (gaya) Jago.
[caption id="attachment_341457" align="aligncenter" width="409" caption="Candi Jago di Tumpang Malang, tak beratap"]
Candi Kedaton di Trowulan dan Candi Miri Gambar di Tulungagung secara sepintas memang serupa. Tak salah kalau digolongkan dalam kelompok candi bergaya Candi Batur. Disebut Candi Batur karena saat ini di kedua candi tersebut hanya dijumpai bangunan satu teras saja. Jadi hanya berupa Batur saja. Candi ini dilengkapi dengan tangga naik di salah satu sisinya. Khusus di Candi Miri Gambar, di permukaan batur  saat ini masih tersisa beberapa objek berupa altar persajian. Bisa jadi kalau lengkap, di pelataran batur tersebut terdapat pula Lingga Yoni dan arca perwujudan.
[caption id="attachment_341460" align="aligncenter" width="500" caption="Candi Miri Gambar Tulungagung, bercorak "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H