[caption id="attachment_341451" align="aligncenter" width="480" caption="Candi Kendalisodo, di Bukit Bekel Gunung Penanggungan"]
[caption id="attachment_341452" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Guru, dekat puncak Gunung Penanggungan"]
Gaya punden berundak bisa dijumpai pada candi-candi yang dibangun di lereng Gunung Penanggungan. Van Romondt mencatat tak kurang dari 80 buah candi kecil berciri punden berundak di tempat ini. Diantaranya, Candi Lurah (Kepurbakalaan No. I), Candi Guru, Candi Shinta (Kep. No 17.a), Candi Yudha (Kep. No. LX) dan yang paling eksotis Candi Kendalisodo (Kepurbakalaan No. LXV). Penelitian terakhir oleh tim Ubaya (Universitas Surabaya), "ditemukan" lebih dari seratus candi punden berundak di Penanggungan
Selain di Gunung Penanggungan, di Lereng Utara Gunung Ringgit- Arjuna juga ditemukan candi-candi dengan ciri serupa.
[caption id="attachment_341453" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Lurah"]
[caption id="attachment_341454" align="aligncenter" width="512" caption="Candi Shinta di Lereng Gunung Penanggungan"]
[caption id="attachment_341465" align="aligncenter" width="500" caption="Kendalisodo tampak depan"]
Gaya Brahu
Di Desa Bejijong, Trowulan Mojokerto terdapat sebuah candi unik berbahan bata merah yang disebut Candi Brahu. Kata Brahu mungkin berasal dari kata brawu, berawu atau berabu. Masyarakat sekitar candi percaya bahwa di tempat inilah dilakukan pembakaran jenazah raja-raja Majapahit. Jadi bisa jadi kata Brahu ada kaitannya dengan kepercayaan bahwa tempat tersebut sebagai tempat memperabukan (membakar) jenazah raja.
Candi Brahu memiliki ciri antara lain, kaki candi yang terdiri dari beberapa teras (tingkatan). Tubuh candi ditempatkan agak ke belakang dengan bentuk dasar berdenah segi empat. Selain Candi Brahu, Candi Gunung Gangsir juga memiliki ciri yang hampir sama. Begitu pula Candi Jabung di Probolinggo.
[caption id="attachment_341455" align="aligncenter" width="414" caption="Candi Brahu di Bejijong Trowulan"]