Mohon tunggu...
Teddi Prasetya Yuliawan
Teddi Prasetya Yuliawan Mohon Tunggu... profesional -

Founder of "Indonesia NLP Society" Author of "NLP: The Art of Enjoying Life" Facilitator at "Dunamis Foundation"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

NLP for Dummies: History of NLP

14 April 2010   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:48 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Loh, kok jadi sejarah?

Well, saya mempunyai 2 alasan mengapa di artikel-artikel awal seperti ini justru membahas mengenai sejarah-sesuatu yang sering dianggap sebagai hal yang membosankan. Pertama, cara termudah yang sampai saat ini saya temukan untuk memberi pemahaman tentang gambaran besar NLP adalah dengan menerangkan sejarah kemunculannya. Kedua, mempelajari sejarah NLP menjadikan saya lebih obyektif memandang NLP dengan lebih obyektif. Alasan terakhir ini penting, karena sejauh ini saya banyak menemukan publikasi yang begitu bombastis mengenai NLP dan turunannya. Padahal menurut saya, selayaknya sebuah ilmu, NLP pun juga tidak lepas dari berbagai kekurangan yang menjadikannya perlu dikembangkan terus-menerus dan dilengkapi dengan berbagai ilmu lain. Jadi intinya, saya mengajak Anda semua untuk menerima sugesti yang diberikan NLP dan bersikap kritis akan kekurangannya pada saat yang sama.

OK, mari kita mulai kisahnya.

NLP Tahun 1970-an

Adalah 2 orang bernama John Grinder dan Richard Bandler yang bertemu di University of California di Santa Cruz sekitar pertengah era 70-an. Grinder adalah seseorang dengan latar belakang psikologi yang lulus di awal tahun 1960. Ia kemudian berkarir di militer Amerika Serikat sebagai baret hijau di Eropa selama masa perang dingin. Keahliannya dalam hal bahasa membuatnya kemudian direkruit oleh jaringan intelijen AS. Akhir tahun 1960, ia pun kembali ke kampus dan memutuskan untuk memperdalam keahliannya dalam bidang lingustik hingga memperoleh Ph.D dari University of California di San Diego.

Sebagai seorang pakar linguistik, Grinder banyak mempelajari tentang syntax, dengan menggunakan dasar teori dari Noam Chomsky mengenai transformational grammar. Setelah banyak meneliti bersama pakar kognitif George Miller di Rockefeller University, ia pun terpilih sebagai asisten profesor lingustik di University of California kedua yang baru saja didirikan di Santa Cruz.

Sementara itu, Richard Bandler adalah seorang mahasiswa matematika dan ilmu komputer yang tertarik terhadap misteri yang membedakan mereka yang sangat ahli di bidangnya dengan orang-orang lain yang mendalami bidang yang sama. Salah satu orang yang membuatnya penasaran adalah Fritz Perls, seorang psikoterapis yang beraliran Gestalt yang amat terkenal akan keahliannya membantu penyelesaian masalah klien dalam waktu singkat. Ia pun mempelajari psikologi secara serius terutama kepada Fritz Perls ini.

Namun demikian, Bandler tidak puas hanya dengan mengikuti kuliah yang diberikan oleh Perls. Ia kemudian memilih untuk melakukan observasi secara langsung ketika Perls sedang memberi terapi kepada para kliennya. Di sinilah ia menyadari bakatnya dalam hal modelling alias ‘mencontek' apa yang dilakukan oleh orang lain dan mempraktekkannya dengan tingkat keberhasilan yang sama.

Nah, kisah Grinder dan Bandler ini berlanjut ketika mereka bertemu dalam suatu kelas. Bandler yang saat itu telah berhasil mengenali teknik-teknik terapi Perls rupanya masih menemui kesulitan dalam menerjemahkannya ke dalam pola-pola yang lebih sistematis dan mudah diajarkan kepada banyak orang. Singkat cerita, keahlian Grinder dalam hal mengenali pola menarik perhatian Bandler yang segera mengajaknya bekerja sama untuk mengeksplorasi keahlian Perls.

Selesai dengan Perls, mereka berdua melanjutkan petualangan dengan mempelajari Virginia Satir. Satir ini adalah seorang pakar terapi keluarga yang juga amat terkenal ketika itu. Dari hasil eksplorasi terhadap kedua pakar inilah, lahir teknik pertama NLP yang dinamakan Meta Model. Sebagai gambaran singkat, meta model adalah sebuah teknik komunikasi yang menghendaki presisi sehingga membuat kita mampu memahami makna yang berada di balik apa yang diucapkan oleh orang lain. Penemuan mereka ini kemudian ditulis menjadi sebuah buku yang berjudul The Structure of Magic.

Dalam kolaborasi mereka, Grinder dan Bandler banyak berdiskusi dengan Gregory Bateson, seorang antropolog yang banyak mendalami tentang teori sistem dan memiliki pandangan-pandangan yang dianggap radikal. Melihat keseriusan mereka berdua, Bateson pun menyarankan untuk memodel seorang hypnoterapis legendaris yang juga merupakan presiden dari American Society for Clinical Hypnosis, Milton H. Erickson. Keahlian Erickson yang diabadikan dalam salah satu aliran hypnosis, Ericksonian Hypnosis, merupakan penemuan baru bagi Grinder dan Bandler yang mereka beri nama Milton Model dan didokumentasikan dalam buku yang berjudul The Structure of Magic II.

NLP pun kemudian semakin berkembang seiring dengan bergabungnya beberapa pendiri lain seperti Leslie-Cameron Bandler, Judith DeLozier, Robert Dilts, dan David Gordon.

NLP Tahun 1980-an

Pada tahun 1980, tidak berapa lama setelah menerbitkan Neuro-lingustis Programming Volume 1 bersama Robert Dilts dan Judith DeLozier, Grinder dan Bandler berpisah haluan. Dihadang berbagai permasalahan hukum kekayaan intelektual, NLP mulai dikembangkan dalam berbagai aliran oleh beberapa orang. Grinder dan DeLozier berkolaborasi menyusun pendekatan baru yang diberi nama New Code NLP dengan mengusung pendekatan sistemik antara pikiran dan tubuh. Bandler pun menyusul dengan pemodelan terbaru mengenai submodalitas dan Ericksonian hypnosis melalui bukunya Using Your Brain: For A Change di tahun 1984. Anthony Robbins yang mempelajari NLP di akhir tahun 1970-an memulai produksi massal beberapa aspek dari NLP yang dinamainya sebagai Neuro Associative Conditioning. Beberapa praktisi dan trainer lain pun tak ketinggalan dalam memodifikasi, memberi nama, dan mengembangkan variasi mereka sendiri. Michael Hall menawarkan NLP yang fokus dengan apa yang disebutnya sebagai meta states (melangkah ke masa lalu secara mental dan melihat diri sendiri melalui perspektif yang lebih luas). Ted James mengembangkan teknik time line therapy yang meminta klien untuk melakukan visualisasi dan menciptakan suatu timeline dari hidup mereka dengan tujuan memperbaiki timeline tersebut. Ditambah lagi dengan munculnya kontributor lain seperti Connaire dan Steve Andreas menjadikan NLP tidak memiliki satu sistem yang terintegrasi.

Sisi lain, pada akhir tahun 1980-an, beberapa penelitian ilmiah di bidang psikologi konseling memberikan penilaian yang negatif terhadap kevalidan teknik-teknik NLP. Penurunan terhadap pengembangan NLP pun terjadi di sini.

NLP Tahun 1990-2000

Pada Juli 1996, setelah beberapa tahun terjadi kontroversi, Bandler melayangkan tuntutan hukum terhadap Grinder dkk mengenai kepemilikan NLP. Baru pada 5 tahun kemudian, NLP akhirnya diputuskan sebagai milik banyak orang dengan pendiri pertamanya adalah Bandler dan Grinder. Perpecahan ini rupanya memiliki dampak yang tidak kecil. Tidak saja NLP tidak memiliki satu standar yang baku mengenai konsep, metodologi, dan sistem pengembangan bagi para pengajarnya, tapi juga pandangan skeptis para akademisi terhadap kevalidan NLP secara ilmiah yang bahkan menyebut NLP sebagai pseudosains. Belum lagi kritikan yang muncul terhadap para praktisi NLP yang dipandang belum menerapkan kode etik sebagai seorang profesional.

Terlepas dari berbagai kontroversi yang muncul, sumbangan NLP terhadap berbagai bidang juga amat signifikan. Para praktisi di bidang-bidang seperti manajemen, psikoterapi, kesehatan mental, dan olahraga mengakui manfaat yang mereka dapat dari aplikasi NLP. Beberapa ahli pun kemudian mengemukakan pendapat yang lebih moderat dengan mengatakan bahwa NLP barangkali memang bukan suatu sains yang bisa divalidasi dengan metode-metode ilmiah standar. Terbukti, metode modelling yang digunakan oleh para penemu NLP tetap menarik perhatian sebagai sebuah pendekatan riset secara kualitatif.

Jadi, Bagaimana Kita Bersikap Terhadap NLP?

Menjawab hal ini, saya sendiri memilih untuk menggunakan standar ganda terhadap NLP. Satu sisi, beberapa konsep dan teknik NLP yang saya pelajari sejauh ini terbukti efektif (setidaknya bagi saya sendiri). Dari penelusuran yang saya lakukan, saya juga telah menemukan beberapa penelitian ataupun teori yang dapat menjadi dasar terhadap teknik-teknik yang ada di NLP. Belum direkomendasikannya NLP sebagai suatu sains yang ilmiah bagi saya bisa berarti 2 hal: NLP memang tidak ilmiah, atau kita yang memang belum menemukan cara untuk mengujinya secara ilmiah. Bukankah dulu Copernicus dimusuhi karena mengatakan pusat tata surya adalah matahari? Sisi lain, saya mengajak diri saya sendiri dan Anda untuk tetap memasang mata dan telinga terhadap pengembangan NLP di kemudian hari. Dengan kata lain, jangan pernah menganggap teknik yang Anda pelajari sekarang adalah yang terbaik meskipun Anda sudah membuktikan sendiri keefektifannya. Sebab keefektifan Anda dalam satu bidang bisa jadi adalah natural gift yang Anda miliki dan menutupi kekurangan yang ada pada teknik yang Anda gunakan. Dalam kasus yang demikian, Anda tentu adalah orang yang harus di-model oleh NLP.

So, siap untuk mengeksplorasi NLP?

*Disarikan dari berbagi sumber, di antaranya adalah Wikipedia dan nlpu.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun