Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zakat dan Sedekah Kok Transaksional

18 April 2021   14:33 Diperbarui: 18 April 2021   14:39 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ramadhan bulan zakat, infak dan sedekah. Semua orang islam berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah, namun tidak berkewajiban mengeluarkan zakat mal. Karena zakat mal hanya diperuntukkan untuk bagi orang yang hartanya banyak, juga sudah sampai satu nisab dan sudah satu khaul (setahun). Walupun sudah satu nisab, namun belum setahun (Al-Khaul), tidak wajib mengeluarkan zakat malnya.

Menurut ulama fikih nisabnya harta adalah setara dengan 85 gram emas, sudah setahun (khaul). Maka, orang yang sudah memiliki harta dengan jumlah diperkirakan 85-gram emas, dengan perkiraan 54 juta, wajib banginya mengeluarkan zakatnya. Kendati demikian, tetap dibolehkan mengeluarkan zakat walaupun belum sampai satu nisab, juga belum setahun. Karena esensi zakat itu membersihkan harta dari kotoran.

Jangan pernah berkata kepada diri sendiri "saya mengeluarkan zakat, demi membantu orang-orang fakir miskin", atau berkata "membantu kaum duafa dengan zakat kita". Terlintas kalimat ini sangat indah dan asyik. Namun, jika didalami, ternyata kalimat ini terdapat unsur kesombongan, karena merasa yang bisa membantu fakir miskin adalah orang kaya. Pada sesunggunya, harta yang diperoleh itu merukan karunia Allah SWT, yang harus dikeluarkan kepada para mustahiq (orang yang berhak).

Para ulama terdahulu, mereka mengeluarkan zakat, tidak menunggu kaya raya, karena mereka menyadari bahwa harta yang dimiliki adalah murni karunia Allah SWT. Para sahabat, kalau sedekah tidak terhitung jumlahanya, karena mereka yakin harta itu bukan miliknya. Namun murni karunia Allah SWT. Atas keyakinan itulah, para sahabat Rasulullah SAW, baik kaya maupun miskin tetap dermawan. Karena mental mereka adalah mental memberi, semua berlomba-lomba berbagi kepada sesama.

 Ketahuilah, harta yang di makan itu akan menjadi kotoran, sedangkan di tinggalkan akan menjadi warisan, kadang menjadi rebutan anak keturunan. Justru harta yang di infakkan atau disedekahkan, itulah yang menjadi milik sejati, yang akan menjadi bekal perjanalan abadi menuju Allah SWT. Dalam sebuah hadis, Rasulllah SAW pernah menegaskan:


Dari Mutharrif, dari ayahandanya ra, beliau ra berkata: "Aku pernah menemui Nabi Muhammad SAW ketika sedang membaca surat (Al-Takastur), beliau bersabda "Anak manusia mengucapkan: "Hartaku, hartaku", kemudaian beliau bersabda "Wahai anak manusia, Apakah kamu memiliki dari hartamu melainkan yang kamu telah makan lalu habis, atau yang kamu telah pakai lalu rusak, atau yang telah kamu sedekahkan maka itu yang tersisa" (HR. Muslim)

Atas dasar keyakinan itulah, orang kaya terdahulu berlomba-lomba zakat, sedekah, infak sebanyak-banyaknya. Walaupun hartnya tidak sampai satu nisab. Dengan tujuan semata-mata karena perintah Allah SWT dan taat terhadap baginda Rasulullah SAW. Bukan karena merasa kaya, juga bukan merasa dirinya bisa membantu orang fakir miskin, apalagi sedekah dengan tujuan agar mendapat imbalan lebih banyak. Walaupun tidak dilarang saat zakat dan sedekah dengan tujuan agar rejeki bertambah, namun rasanya kurang etis, sedekah kok transaksional.

Bisa menunaikan zakat dan sedekah merupakan karunia Allah SWT yang paling agung, jangan sampai kemudian masih minta kepada Allah SWT, karena sudah mengeluarkan zakat dan sedekah. Seperti orang berkata "ya Allah, saya sudah zakat dan sedekah, tolong saya beri balasan atas apa yang saya kerjakan". Padahal, rejeki itu dari Allah SWT, zakat dan sedekah itu perintah Allah SWT, kok masih meminta balasan kepada yang memberi.

Berzakatlah semata karena Allah SWT, jangan transaksioanal, karena secara otomatis orang yang mengeluarkan zakat dan sedekah karena kesadaran, juga ihlas karena-Nya, Allah SWT akan memberikan balasan secara otomatis. Allah SWT lebih tahu kapan waktu yang tepat, dan kepantasan seorang hamba menerima balasan-Nya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun