Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Santri, Giring, dan Gatot Ingin Nangkring RI 2024

26 Agustus 2020   14:50 Diperbarui: 26 Agustus 2020   15:23 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jateng.idntimes.com

Hampir di semua wilayah Nusantara sudah tersebar poster-poster besar seorang penyanyi milenial Giring Nidji . Kali ini dia bukan sedang promosi lagu atau akan konser laskar pelangi, namun sedang mengenalkan diri kepada masyarakat luas bahwa dirinya adalah calon Presiden 2024.

Bagi sebagian orang berpendapat "terlalu dini bagi menawarkan diri kepada masyarakat luas, namun sangat tepat dan akurat bagi kalangan milenial". Sebuah posisi akan menentukan prestasi" Saat ini Giring sedang menyedot kaum muda. Anak-anak SMA yang saat ini usianya 16-18 tahun, setiap hari akan melihat prestasi dan popularitas Giring melalui ponsel nya. Tahun 2024, mereka akan menentukan pilihannya.

Giring telah sedang membranding dirinya di tengah-tengah masyarakat milenial agar memilih dirinya sebagai Presiden RI tahun 2024. Lincah, energik, dan keren. Berbeda dengan Gatot Nurmantio. Apalagi, Gatot Nurmantio kadang menangis-nangis. Mau bilang lebay gimana ya, wong beliau itu Jenderal. Namun, saat ini cara-cara seperti yang di lakukan Gatot Nurmantio sudah terlalu menjemukan.

Ketika melihat aksi Giring Ganesha, kemudian melihat aksinya Gatot Nurmantio. Rasanya kurang nyaman. Apalagi ketika membandingkan aksi-aksi Gatot Nurmantio bersama Din Syamsuddin, Amin Rais dan Roky Gerung dengan kendaraan KAMI. Bisa-bisa KAMI sebelum berkembang, sudah mendapat lawan yang sepadan KITA.

 Cara KAMI kurang ampuh meyakinkan anak-anak muda meyakinkan kaum milenial. Apalagi jualannya politiknya masih seputar PKI, China, dan kegagalan Jokowi. Dan yang lebih serem lagi "caci maki terhadap lawan politiknya". Padahal, dalam ilmu marketing era milenial ini, cara caci maki ngak keren sama sekali. Mencaci lawan, sama dengan meninggikan nilai lawan itu sendiri.

Masa depan KAMI kurang produktif untuk meraih kepercayaan masyarakat muda menuju 2024. masa Maklumlah, di dalam tubuh KAMI, banyak orang-orang yang sudah senja dari segi usianya dan juga gagasannya. Sudah menjadi sunnah politik, orang seperti Gatot, Amin Rais, Din Syamsuddin, Rocky Gerung di anggap pinter dan banyak pengalaman. Namun, ada juga yang mengatakan " memang benar, banyak pengalaman. Tetapi, pengalaman kegagalan".

Kendati senja usianya, namun politis dalam kerumunan KAMI, tidak ada yang melarat. Wong sebagian dari mereka itu mantan pejabat negara. Duitnya jangan ditanya jumlahnya. Isi tas (kantong) akan menentukan masa depan KAMI. Yang jelas, setiap politis itu selalu ingin tampil, dan tidak akan rela jika ada yang mendahuluinya.

Teringat kisah dua putra Khalifah Harun Arrosyid Muhammad Al-Amin dan Al-Ma'mun. Keduanya sudah dijanjikan ayahanda. Putra yang pertama Muhammad Al-Amin mendapat wasiat sebagai penggantinya, dan dilanjutkan sang Adik Al-Ma'mun. Wasiat itu ditulis dan diletakkan di dalam Ka'bah (tempat paling sakral). Namun, Muhammad Al-Amin justru berusaha menyingkirkan adiknya Al-Ma'mun, berusaha membunuh dan menghabisi semua pengawal. Namun, rupanya Al-Ma'mun justru lebih kuat dan hebat. Terjadilah perang saudara yang membuat puluhan darah sesama muslim tertumpah (811-813 M).

Dalam kaca mata kaum Santri Nusantara. Setiap orang yang ingin menjadi Presiden di Indonesia itu harus melakukan tiga hal penting, pertama 'tirakat", kedua "wirid" ketiga "doa". Kekuasaan harus diraih dengan usaha dan kerja keras, doa dan strategi. Jangan meraih kekuasaan melalui perebutan kekuasaan menjadi seorang Khalifah, seperti masa Khalifah Muhammad Al-Amin dan Al-Ma'mun.

Indonesia demokrasi sudah tepat, sesuai dengan arahan  ulama dan agamawan. Siapa-pun bisa mencalonkan diri menjadi Presiden RI, baik dari kalangan TNI, Polisi, Mahasiswa, Habaib, Santri, bahkan dari kalangan Petani atau Kayu. Nah, era milenial adalah waktu yang tepat untuk meraih kursi RI 2024 dengan mudah dan elegan, bukan ugal-ugalan.

Giring Ganesha (nijdi) telah memilih cara terbaik menurutnya agar mendapat kepercayaan masyarakat Indonesia. Gatot Nurmantio dan koco-konco nya juga memilih cara sendiri. Sementara kaum santri juga memiliki pola sendiri untuk mewujudkan rasa cinta terhadap tanah airnya. Menjadi presiden bukan tujuan, tetapi sebagai bentuk pelayanan terhadap rakyat.

Zaman sekarang, orang bisa membeli suara masyarakat dengan program, duit, juga bisa dengan wirid. Ketiganya juga bisa dilakukan secara bersama-sama. Bagi santri, duit menjadi kendala nomer wahid untuk menjadi seorang pejabat tinggi, semisal Presiden. Seorang santri tidak akan mampu mengumpulkan duit miliaran seperti Jenderal Gatot Nurmantio, Prabowo. Satu-satunya cara membangun kekuatan spiritual melalui amalan-amalan tertentu. Itu dilakukan oleh para ulama di Nusantara. Gus Dur pernah berkata dalam sebuah guyonan yang mengelitik "Saya menjadi presiden itu dengan modal dengkul. Itu-pun dengkulnya Amin Rais".

Tidaklah heran, banyak dari kalangan santri mampu mewarnai Indonesia, mulai KH Wahid Hasyim, KH Masjkoer, KH Saifuddin Zuhri, KH Muhammad Tholhah Hasan, KH Abdurahman Wahid. Dan sekarang adalah "KH Ma'ruf Amin". Hampir kesemuanya merupakan santri-santri Tebu Ireng, pesantren yang di dirikan oleh Syekh Al-Imam Muhammad Hasyim Asaary yang pernah di Makkah pada abad 14 Hijriyah di Makkah. KH Hasyim pernah bersumpah di depan Multazam, beliau akan berjuang hingga titik darah penghabisan membela tanah air. Beliau juga tidak ingin mendapat balasan apa-pun.

KH Maemun Zubair selaku santri dari KH Hasyim Asaary, juga memberikan kontribusi besar menjaga keutuhan dan perdamaian Indonesia. Beliau bukan hanya mahir ngaji Alquran, hadis dan fikih, serta tasawuf, namun beliau juga sangat ikut serta menjaga Negara Indonesia dengan memerintahkan sebagian dari putra-putranya menjadi wakil rakyat, dan menjadi wakil Gubernur. Saat ini, deretan kaum santri sudah menjadi Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati dan wali kota. Asyiknya, mereka mengandalkan kekuatan wirid, tirakatan spiritual, bukan kekuatan "isi tas".

Bagi santri tirakatan itu menjadi bagian dari proses pendidikan rohani selama ngaji di pesantren. Puasa senin kamis, puasa ngrowot, puasa mutih, sudah menjadi kebiasaan saat di pesantren. Membaca beragam doa dan hizib pada waktu tenggah malam sudah biasa. Membaca wirid hingga ratusan bahkan ribuan juga sudah biasa. Terakhir, seorang santri tetap haqqul yakin, bahwa menjadi presiden RI tahun 2024 merupakan domain Allah SWT.

Nah, Gatot Nurmantio dengan segala fasilitas yang dimiliki, serta strateginya, mengakui atau tidak sudah siap-siap menyongsong tahun 2024. Kemudian Giring Ganesha dengan kepiawainnya sudah mengawali gerakannya menuju 2024. Sementara kaum santri sudah mulai membaca wirid, puasa, dan doa untuk menyongsong tahun 2024.

Tentu saja, kaum santri itu juga memiliki strategi khusus tetap bisa meyakinkan publik, dengan harapan tidak banyak mengeluarkan duit. Dari kalangan santri, ada Mahfuz MD, Yenny Wahid, Emil Dardak, Khafifah. Tidak lama lagi, akan bermunculan nama-nama baru yang ingin meramaikan pesta demokrasi tahun 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun