Beberapa minggu ini sebagian masjid tidak mengadakan sholat jumat karena tekanan Corona. Bukan hanya di Indonesia, namun juga mendunia termasuk Masjidilharam dan Nabawi juga buka tutup. Mula-mula ada yang menggunakan statemen meramaikan masjid ditengah merebak nya virus Corona. Tokoh yang membuat statemen demikian adalah "Gatot Nurmantio". Akhinya, puluhan jamaah Tabliq di kebun Jeruk banyak yang ter papar.
Sebagai muslim penganut Ahlusunah Waljamaah, antara Ihtiar dan Tawakal itu seimbang. Jangan sampai karena alasan tidak suka China, kemudian menjadikan dalil bahwa Corona itu merupakan tentara Allah untuk melawan orang Kafir. Jangan, sekali lagi jangan. Atau mengatakan "ini sudah mendekati hari kiamat".
Virus Pandemi Corona, bisa menimpa siapa saja, tidak perduli agama dan keyakinan, juga tidak perduli bahasanya apa. Pokoknya, semua memiliki potensi terkena. Hanya saja, orang islam berkeyakinan bahwsanya  wafat karena pandemi Corona dijamin masuk surga. Jika berkeyakinan bahwa Corona itu adalah "Thaun".
Dampak Corona di Indonesia tidak sedahsyat Italia, Spanyol, Amerka, Iran dan China. Indonesia memang terkena dampak Corona, tetapi sebagian masyarakat yang bermukim di daerah yang tidak parah, mereka masih asyik belanja dipasar tradisional, juga menunaikan sholat jumat. Walapun ada anjuran dari pemerintah "meniadakan sholat jumat selama 14 hari".
Praktek sholat jumah tetap dilaksanakan, namun sangat sederhana. Setiap jamaah dipastikan sehat secara fisik, juga mencuci tangan dengan bersih memakai (sabun dan Hand Sanitizer). Jarak antara jamaah berjauhan (satu meter), dalam bahasa populernya "social distancing", untuk meminimalisir penularan Corona. Khutbah tidak lebih dari 7 menit. Usai sholat jumat langsung doa dan bubar.
Sebagian lagi tidak mengadakan sholat jumat dengan alasan taat terhadap pemangku wilayah dengan alsan " taat terhadap ulil amri (pemangku wilayah), apalagi sudah ada fatwa "Majelis Ulama Indonesi". Kerumunan di masjid berpontensi penularan, karena proses khutbah jumah cukup lama, sehingga potensi penularanya juga sangat mungkin terjadi.
Baik yang melaksanakan jumatan dengan sarat yang sangat ketat, maupun yang tidak menunaikan jumatan, kedaunya mendapat pahala. Mereka termasuk pengikut "Ahlussunah Waljamaah" yang dijamin benar akidahnya. Salah satu ciri khasa Ahlussunah Waljamaah adalah setia Rasulullah dan Sahabatnya. Juga, menjadikan pemerintah sebagai mitra di dalam merumuskan masalah-masalah keagmaan. Sangat tepat jika, MUI, Muhammadiyah dan NU sepakat meniadakan Jumatan pada zona merah corona.
Isi Khutbah JumatÂ
Mbah Muhammad Hasyim Asaary dalam kitab "Al-Nuru Al-Mubin fi Mahabbatil Sayyidil Mursalin" menceritakan bahwasanya suatu saat kota Madinah dilanda kekeringan yang begitu hebat. Kemudian para sahabat mengeluhkan kondisi tersebut kepada Sayyidah Aisyah ra.
Kemudian Sayyidah Aisyah berkata kepada sahabat "lihatlah makam Rasulullah, bukalah tutupnya, sampai tidak ada penghalang antara makam dan langit" Setelah atapnya dibuka, maka turunlah hujan lebat membasahi kota Madinah. Ternak bisa makan dan minum, tumbuhan juga menjadi subur.
KH Muhammad Tholhah Hasan berkisahah sosok wanita yang bernama "Saudah Maemunah sang Pemaaf". Saudah Maemunah sering menjadi bahan olok-olokan (bulying) masyarakat, namun, tidak pernah marah, justru orang yang membuly dan mencemooh, semua dimaafkan, tanpa merasa sakit hati.
Suatu saat, terjadilah sebuah bencana dasyat, Srigala memakan ternak-ternak milik warga. Semakin hari, Srigala semakin mengila. Sehingga membuat warga setempat marah besar dan bersumpah akan membunuh Srigala tersebut.
Setiap malam warga berjaga-jaga akan menangkap Srigala, namun selalu gagal. Justru ternak-ternah warga semakin habis dan tak tersisa sedikitpun. Warga semakin marah terhadap Srigala, apalagi semua tidak sangup menangkapnya.
Sampai sutau ketika ada seorang warga mendapati ternak Ibu Saudah Maemunah tetap utuh. Justru, ternak Saudah Maemunah hidup  rukun bersama-sama Srigali dikandang belakang rumahnya. Warga itu semakin heran "kok, ternak Ibu Saudah aman-aman, justru rukun dengan srigala"
Akhirnya para tokoh masyarakat datang ke kediaman Saudah Maemunah, kemudian bertanya " "Kenapa ternak-ternakmu tidak dimakan Srigala, justru ternakmu hidup rukuk bersama Srigala, sementara ternak kami setiap malam dihabisi satu persatu oleh Srihala itu?
Saudah Maemunah menjawab "aku tidak pernah menyuruh Srigala itu tinggal dikandang ternak milikku. Sejak dulu, saya memiliki kebiasaan, memaafkan setiap orang yang pernah menyakiti dan membuly diriku". Walaupun, semua warga sering mencai maki, membuly, akan tidak pernah marah kepada mereka, aku maafkan mereka".
Cinta Rasulullah SAW sebagaimana kisah Mbah Hasyim Asaary bisa menjadikan bencana kekeringan berahir. Sementa mmenjadi manusia pemaaf seperti Saudah Maemunah, dengan saling mencintai sesama umat Rasulullah SAW bentuk ekspresi cinta kepada Allah dan Rasulullah SAW. Bisa jadi, saling mencintai, memaafkan sesama umat Rasulullah SAW, menjadikan Corona berahir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H