Beda pendapat sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika menyikapi dua keompok sahabat yang sholat Ashar dulu dan sholat di Bani Quraidhah. Rasulullah SAW bersikap santui dan shantik, tidak keras, dan juga tidak menyalahkan keduanya.
Para sahabat sudah melakukan perintah dengan baik dan benar, dan tidak ada yang melanggar. Rasulullah SAW menerima argumentasi sahabatnya, baik yang melaksanakan sholat Ashar di Bani Quraidhah pada waktu Magrib, dan Sholat Ashar di jalan.
Dalam konteks Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat bergama islam, sebagian lagi Kristen, Hindu, Budha. Semua hidup rukun dan berdampingan. Mereka merasa damai di bumi Nusantara, karena mayoritas Muslim Nusantara sangat moderat.
Bagi muslim yang mengucapkan "Selamat Hari Natal" juga tidak akan merubah keyakinan mereka kepada Allah SWT, juga tidak merubah agamanya menjadi Kristen. Karena syahadat mereka sudah melekat dan menyatu dalam dirinya.
Dengan mengucapkan "Selamat Hari Natal", maka orang-orang yang beragama Nasrani merasa damai dan tenteram berdampingan dengan masyarakat muslim. Wajib bagi setiap muslim, menciptakan kedamaian dan kesejukan kepada sesama.
Ucapan "Selamat Hari Natal", yang keluar dari "Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri menjadi bagian dari dakwah, bahwa orang yang santun, lembut akan mencerminkan agamanya. Ternyata, cukup banyak orang-orang ateis, agama lain tertarik dan memeluk islam karena pribadi Habib Al-Jufri.
Sedangkan larangan Habib Taufiq Assegaf juga memiliki dua makna. Pertama agar tauhid umat islam tetap terjaga dengan baik. Istilah "haram" yang diucapkan oleh beliau mencerminkan usaha penjagaan kemurnian akidah umat islam. Kedua larangan "Haram" yang difatwakan oleh Habib Taufiq Assegaf menjadi bukti bahwa umat islam harus tegas terhadap keyakinannya.
Antara Habib Al-Jufri dan Taufiq Assegaf, memiliki dua pandangan yang berbeda dalam masalah ucapan "Selamat Hari Natal". Keduanya juga memiliki argumentasi yang kuat berdasarkan literatur klasik. Keduanya ingin menjaga agama Islam dengan pendekatan yang berbeda.
Hanya saja, Habib Taufiq Assegaf masih berkeliling Nusantara, sementara Habib Al-Jusfri sudah mendunia. Sehingga, pandangan yang berbeda itu tidak lepas dari literatur bacaan, juga pengalaman di lapangan. Habib Al-Jusfri melanglang buana mulai USA, Eropa, Afrika, Arab Saudi, Hijaz, Yaman, bahkan ke Turki dan Rusia. Semua model keyakinan dan manusia ditemuinya.
Yang menjadi masalah ialah, membuli, mencaci maki, apalagi sampai keluar kata-kata kasar dan kotor kepada orang-orang yang mengucapkan "Selamat Hari Natal", sementara para ulama panutan telah memberikan panduan kebolehan dan larangan.
Mencaci maki ulama yang melarang mengucapkan "Selamat Hari Natal" hukumnya haram (dosa), mencaci maki orang yang membolehkan mengucapkan "Selamat Hari Natal" juga dosa besar.
Jangan sampai menngolok-olah Habib Ali Jusfri. Disamping beliau seorang ulama yang mumpuni, sanad ilmunya sampai pada habib Al-Attas Jeddah guru dari Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.
Habib Al-Jusfri juga santri dari Habib Umar Al-Khafid yang menjadi rujukan ulama dunia dan Nusantara. Juga, tetap menghormati Habib Taufiq Assegaf. Kyai NU, sejak dulu, hingga sekarang mewajibkan santri-santrinya memuliakan Habaib.
Hanya warga NU, yang mau menjadi Habaib sebagai panutan. Gus Dur, satu-satunya Kyai yang mati-matian membela Habaib pada masa MUI yang dipimpin Hasan Basri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H