Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekuatan NU Politik Kultural dan Spiritual

25 Oktober 2019   15:11 Diperbarui: 25 Oktober 2019   15:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Orang yang mengerti shofware dan hardwahre Pondok Pesantren adalah Kyai NU. Jadi sangat wajar, ketika beberapa Kyai NU, keberatan dengan terpilih nya menteri agama yang bukan NU. Namun, NU tidak akan demo berjilid-jilid, untuk urusan beginian. Kecewa itu sudah biasa dan manusia, seperti halnya Kaum Ansor yang kecewa kepada Rasulullah SAW karena tidak mendapat bagian ghonimah.

 Uniknya Kaum Nahadiyin

Kaum Nahdiyin itu unik, asyik. Ketika menyikapi keputusan Presiden Jokowi terhadap pemilihan Fathur Rozi senjadi menteri agama, ada yang mengatakan "Yenny Wahid berjuang hingga berkeringat tidak mendapat jabatan, sementara Prabowo yang menjadi lawan, mendapat jabatan empuk nan renyah".

Ada juga yang berpendapat " biarkan saja, Fathur Rozi menjadi menteri agama, biar tahu susahnya melawan radikalisme, karena selama ini yang berjuang habis-habisan adalah NU". Ratusan komentar yang asyik-asyik nan unik keluar dari warga NU. Ini menjadi isarat, bahwa NU satu-satunya organisasi yang moderat, tetapi tetap menjadi etika kepada guru dan Kyai.

Perbedaan pendapat bagi warga NU yang mayoritas kaum sarungan merupakan sebuah kenikmatan batin bagi kalangan Kyai dan santri NU, tetapi ketaatan kepada Kyai meruupakan sebuah keniscayaan. Orang NU boleh menjadi Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jenderal, tetapi harus tetap setia pada dawuh Sang Kyai. Salaman wajib mencium tangan. Sarungan tetap menjadi ciri khasnya.

Dengan begitu, NU tetap kuat dan kokoh, karena khazanah keilmuan dalam tubuh NU tetap dijaga dengan baik. Persis dengan filosofi sarung, longar yang mencerminkan moderat. NU itu berbeda dengan organisasi yang lain. Sebagian organisasi mirip seperti perusahaan, semuanya harus satu suara dan taat kepada pimpinan. Ketika berbeda dengan pimpinan, harus menanggung resiko.

Salah besar jika mengatakan bawa NU mentah-mentah menolak keputusan Fathur Rozi sebagai menteri agama. Dalam hal ini, NU mengajarkan bagaimana mengelola perbedaan pendapat dengan argumentasi masing-masing. NU, juga mengajarkan bahwa berpendapat itu bagian dari ijtihad seseorang di dalam mempertahankan argumentasinya. NU, bukanlah perusahaan, tetapi kumpulan ulaam, habaib, dan kaum sarungan yang memiliki gegadan asyik di dalam membangun NKRI dan mempertahankan NKRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun