Wisata Turki bersama  Kepala Sekolah Smekdor's Surabaya Anton Juliantono Hadi benar-benar menyergarkan fikiran dan spiritualitas. Pertama kali masuk Turki, yang saya perhatikan dengan seksama adalah bentuk bagunan masjid. Sepanjang perjalanan menuju Istanbul, saya melihat bentuk bangunan masjid yang sama. Yang membedakan adalah besarnya.
Masjid besar di sebut dengan "ulu camik". Ulu berarti "tinggi/besar" jamik "tempat berkumpulnya jamaah". Kalau di Indonesia, masjid tingkat provinsi disebut dengan "masjid Akbar", tingkat kabupaten "Masjid Agung" sementara tingkat Kecamatan di sebut dengan "Masjid Jamik".
Kalau di Turki, semua masjid desainya bisa dikatakan sama, sementara di Indonesia desainya beragam, di sesuaikan dengan kearifan lokal. Semisal Masjid Cheng Hoo, nuansanya seperti Klenteng (tempat Ibadah kaum China). Kemudian Masjid Menara Kudus, mirip dengan Pura. Namun jangan, fungsinya tetap digunakan untuk menunaikan sholat berjamaah. Â Dengan kata lain, desain masjid tidak harus seperti desain Middle East (Timur Tengah).
Sholat Jumat Masjid Biru hingga bibir Membiru
Pergi ke Turki, sudah pasti mengunjungi Masjid Biru (Blue Mosqoe). Rasanya kurang sempurna sebuah traveling ke Istanbul, namun tidak sholat di Masjid Biru. Begitu juga, tidak sempurna wisata seseorang jika belum berfotoria di Masjid Biru dan masjid Agia Sofia. Keduanya merupakan masjid termengah yang menyimpan kisah sejarah seputar berdirinya kota Istanbul.
Siapa-pun orangnya, ketika memasuki kawasan Masjid Biru dan Agia Shopia pertama kali, pasti akan bertanya-tanya mana Masjid Biru, mana masjid Agia Shopia. Termasuk saya. Karena memang desain kedua masjid sama, hanya ukurannya serta latar belakang sejarah berdirinya yang berbeda. Saya menyangka, Masjid Biru adalah Agia Shopia, ternyata sangkaan saya salah.
Saat di perjalanan dari Bolu menuju Istanbul, saya berbisik kepada Ibu Dariyah selaku Guide Tour "kalau bisa, kita sholat jumat di Masjid Biru". Ibu Dariyah selaku Guide Tour menjawab "jangan, soalnya khotbahnya sangat lama. Bisa dua jam lebih. Jangan sampai terlambat di Top Kapi (tempat sejarah menyimpan peninggalan para Utusan Allah dan sahabat Rasulullah SAW".
Rupanya takdir berkata lain. Sesampai di Istanbul, waktunya masih panjang. Segeralah menuju Masjid Biru. Suhu udara minus 4 derajat. Sangat dingin sekali bagi orang Indonesia. Sampai-sampai aku-pun mengatakan kepada rombongan "aku ngak sholat jumat, maunya sholat hormat waktu tanpa wudhu, karena suhunya sangat dingin, khawatir menggigil".
Dalam kondisi kedinginan, tiba-tiba teringat salah satu percakapan Rasulullah SAW dengan sahabatnya "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?" Para sahabat menjawab,"Ya, wahai Rasulullah." Rasulullah bersabda,"(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah kebaikan (yang banyak)." (HR. Muslim). Akhirnya, saya-pun nekad bersuci, walaupun harus menggigil.
Selesai wudhu, segera memakai sarung tangan dan kaos kaki. Kemudina menuju masjid. Sesampai di dalam masjid. Saya melihat seorang Syekh sedang berjubah ceramah. Dalam benakku, saya bhatin (berbicara dalam hati) "lho, ini khutbahnya kok berada ditengah-tengah jamaah". Hampir satu jam khutbah lamanya, sang Khotib memberikan tausiah di atas mimbar sambil duduk. Ternyata, itu bukan khutbah jumat, melainkan ceramah biasa yang dilakukan sebelum sholat jumat di mulai.
Setelah adzan di kumandang kan. Sang Khatib naik mimbar dan memberikan khutbah jumat. Setelah khutbah kedua rampung. Dikumandangkan iqomat.Â
Saya-pun memperhatikan dengan seksama iqomahnya "lho...kok seperti adzan, khayya Ala Al-Sholah dua kali, begitu juga dengan Khayya Alal Falah". Saya-pun ingat, kalau Turki, sebagian besar penganut mazhab Imam Abu Hanifah yang sedikit berbeda dengan penganut Al-Syafiiyah.
Satu jumat dua khutbah. Bagi orang Indonesia rasanya sangat lama. Disamping tidak faham kandungan khotbahnya. Berlama-lama di dalam masjid sangat mengkhawatirkan, kalau sampai keluar angin, atau ingin pipis.Â
Ini sangat menakutkan. Rasanya kulit ini, tidak mau tersentuh selama berada di Istanbul. Al-alhamdulillah, ternyata Khotbah jumat nya tidak terlalu lama. Bahkan, sang Imam membaca surat Al-A'la yang hanya 19 ayat. Itu-pun dibagi menjadi dua.
Masjid Biru Desain Nasrani,Â
Ketika Sultan Muhammad Al-Fatih menaklukkan Kontantinopel, beliau tidak merusak bangunan. Juga, tidak memaksa masyarakat Nasrani memeluk islam. Persis saat, Umar Ibn Al-Khattab menaklukkan Alqsa, tidak memaksa masyarakat memeluk islam. Gereja-gereja juga tetap kokoh hingga sekarang. Inilah sisi toleransi islam. Islam datang bukan merusak, tetapi merawat dan membawa rahmat bagi sesama manusia, walaupun berbeda agama dan keyakinan.
 Gereja yang amat megah dan besar, tidak dirubah bentuknya. Tiga hari setelah menaklukkan, Justru Muhammad Al-Fatih mengalihfungsikan gereja Agia Shopia sebagai masjid. Pada jumat itulah, Agia Shopia resmi digunakan sholat jumat pertama. Sejak saat itulah, Konstatinopel menjadi Islam Bul (Kota Islam).
Masyarakat-pun berbondong-bondong ke Istanbul. Se-iring dengan perkembangan waktu. Jumlah pemeluk islam semakin banyak. Maka, bermunculan masjid-masjid baru. Menariknya, desain Agia Shopia, menjadi inspirasi desain masjid-masjid di seluruh penjuru Turki. Dengan kata lain, masjid-masjid di Turki merupakan warisan desain Konstatinopel Kristen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H