Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demi Khilafah Islamiyah, Dua Bersaudara Tertumpah Darah

13 Desember 2018   09:56 Diperbarui: 13 Desember 2018   10:28 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi sebuah tradisi, dimana kekuasaan dan kekayaan selalu menjadi pemicu sebuah permusuhan, hingga pertumpahan darah. Hal itu terjadi sejak jaman sebelum Rasulullah SAW lahir. Ketika Rasulullah SAW, para kabilah yang biasa bermusuhan (perang etnis), bisa disatukan dengan baik. Rasulullah SAW menyatukan bangsa Arab yang ratusan tahun berperang.

Ketika Rasulullah SAW wafat, watak-watak asli Arab mulai muncul kembali. Mereka mulai menyebut kabilah masing-masing dan membanggakan nya. Kelompok-kelompok yang selama masa Rasulullah SAW dilebur dan membaur menjadi umat Muhammad, mulai terjadi pertikaian kembali.

 Bahkan, ada sebagian kelompok yang mengatakan "Muhammad telah wafat, maka islam juga ikut wafat". Maka, mereka-pun tidak mau membayar zakat, sampai kemudian diperangi oleh Abu Bakar Al-Siddiq ra.

Ketika Rasulullah SAW wafat, beliau tidak meninggalkan singgasana dan kekuasaan yang besar dan megah, seperti Khilafah-khilafah panca Khulafaur Rasidin. Rasulullah SAW hanya meninggalkan rumah kecil nan sederhana, juga meninggalkan bangunan Masjid yang tidak begitu besar. Dan, juga Mimbar, tempat Rasulullah SAW khotbah jumlah, yang kemudian dilestarikan oleh Khulafau Rashidin.

Sebagai seorang utusan yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT, bisa saja Rasulullah SAW meminta siapa yang pantas dan pas sebagai penggantinya. Namun, Rasulullah SAW justru membiarkan proses pemilihan kepemimpinan menjadi urusan manusia. 

Padahal, Rasulullah SAW juga bisa menunjuk Ali Ibn Abi Thalib ra, sang menantu, keponakan, bahkan anak angkatnya menjadi seorang Khalifah. Padahal, sifay-sifat Ali Ibn Abi Thalib ra, itu selaras dengan nilai-nilai kepemimpinan seorang muslim sejati.

Di sinilah kebijakan Rasulullah SAW yang sangat toleran dan demokratis. Tidak otoriter dan dictator. Untuk urusan pemilihan kepemimpinan, justru menjadi masalah ijtihadiyah, bukan masalah usuliyah (dasar). Justru, sebagian dari keturunan Rasulullah SAW, mendapat perlakukan yang semena-mena dari Khalifah Umawiyah, seperti Yazid Ibn Muawiyah, Marwan. 

Sampai semua keturunan Rasulullah SAW harus uzjlah (mengasingkan) dari dari dunia politik dan kekuasaan, karena dahsyatnya tekanan dari keluarga Khalifah Yazid Ibn Muawiyah.

Ketika Dua Sedarah Bertumpah Darah.

Harun Al-Rashid memiliki dua putra yang ganteng, gagah dan perkasa. Dua pangeran rupawan. Pertama bernama Al-Amin dan Al-Ma'mun. Namun sayang, keduanya harus tertumpah darah karena rebutan menjadi Khalifah Islamiyah yang sah mengantikkan ayahanda. 

Tidak main-main, keduanya harus mengorbankan ribuan manusia tak berdosa demi ke keserakahan kekuasaannya. Itu berlangsung pada tahun 811-813 M

Imam Suyuthi dan Imam Al-Thobari ulama besar yang berbicara blak-blakkan dalam masalah ini. Kitab Tariku Al-Khulafa salah satu kitab penting yang bertutur panjang seputar Khalifah sejak masa Al-Khulafaur Rosidin kekuasaan dengan menggunakan istilah Khilafah Islamiyah, padahal praktiknya jauh dari nilai-nilai yang diajarkan Kanjeng Rasulullah SAW.

Dalam sebuah kekuasaan, apapun namanya, rebutan, bunuh-bunuhan sudah biasa terjadi. Tidak sedikit menggunakan bendera Islam (tauhid) demi mendapat dukungan masyarakat tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Dais (Al-Daulah Al-Islamiyah Irak dan Al-Syam) yang yang lebih dikenal dengan ISIS. Ratusan ribu nyawa tak berdoa terbunuh sia-sia demi sebuah birahi Khilafah Islamiyah di Irak.

Kembali pada kisah Al-Amin dan Al-Ma'mun. Kedua putra terbaik dari Harun Al-Rashid ini berseteru karena ada pihak ketiga. Konon, seorang pendana menteri yang bernama Al-Fadhl Ibn A-Rabi khawatir kehilangan kedudukannya sebagai pendana menteri jika Al-Ma'mun kelak akan menjadi seorang Khalifah mengantikkan Al-Amin.

Sebuah nasehat yang sangat indah dari sang perdana menteri kepada junjungan ya Khalifah Al-Amin "hendaknya Amirul Mukmin menyingkirkan Al-Ma'mun, agar memudahkan Musa menjadi seorang Khalifah kelak". Sebuah nasehat yang sangat cakep, dari seorang perdana menteri agar tetap menjadi seorang perdana Menteri. Tujuan utamanya, agar siapa sang Perdana Menteri tetap langgeng di istana.

Padahal, keduanya sudah mendapat wasiat dari sang Ayah Khalifah Harun Al-Rashid agar rukun dan bergantian menjadi Khalifah. begitu pesan orangtua kepada putra-putranya. Bahkan wasiat itu diletakkan di dalam Baitullah. Agar senantiasa selalu di ingat, dan penuh berkah. Dengan harapan, kedua putranya benar-benar menjaga wasiat  yang suci ini. 

Urusan kekuasaan, semua akan menjadi "halal". Wasiat bukan undang-undang yang harus di taati. Alquran dan titah Rasulullah SAW saja kadang di langgar, apalagi hanya sebuah wasiat dari sang Ayah yang sudah tiada. 

Sumpah di depan Baitullah saja akan dilanggar, jika tidak menguntungkan pada kekuasaan. Kalau perlu, Baitullah menjadi tempat kampanye, agar dikatakan "hebat dan luar biasa". Untuk mendapat kekuasaan, apa-pun akan dilakukan.

Agamawan yang berada di sekitar di Khalifah al-Amin mengingatkan atas kesakralan wasiat suci itu. Namun, Khalifah Al-Amin bukanya nuruti nasehat tersebut, justru bersikap otoriter, diktator. Begitulah Khalifah, tidak ubahnya dengan seorang Raja yang berhak melakukan apa saja kepada rakyatnya.  

Sekali lagi, titah sang Khalifah itu harus di laksanakan. Jika menolak,  hanya dua pilihan, menerima titah sang Khalifah, atau mati sia-sia (membusuk dalam penjara).

Khalifah Al-Amin kemudian meminta kepada orang-orang kepercayaan agar mengambil surat wasiat yang tersimpan di dalam Baitullah. Setelah dibawah ke istananya, sang Khalifah memperlihatkan sifat diktator nya. Bukanya menyimpan, tetapi merobek nya. Orang Arab itu memang tidak mengenal "Kuwalat", yang ada ialah berkuasa.

Isi wasiat itu adalah kesepakatan antara Harun Al-Rashid dan kedua putranya di depan Baitullah. Khalifah Al-Amin sudah gelap mata, dia hanya ingin kelak yang menggantikan dirinya adalah putranya sendiri. Bukan Al-Mamun (saudaranya) kandungnya. 

Dalam pikirannya adalah, bagaimana secepat mungkin menyingkirkan saudaranya yang kelak akan menjadi sandungan dirinya dan masa depan putranya. Al-Amin bergerak cepat, putranya yang bernama Musa, masih balita segera di bait menjadi putra Mahkota. Konon masih netek ibunya. Tidak satupun orang yang berani melarangnya. 

Sebagaimana masa diktator Era Soeharto, tidak satupun orang yang bisa menghalang-halangi Soeharto mengangkat menteri, dan berbagi harta benda kepada putra-putranya, menantunya dan juga orang dekatnya. Siapa-pun yang menentangnya, harus bersiap-siapa hengkang dari Nusantara, atau harus pergi ke alam baka. 

Imam Suyuthi mengutip dalam kitab Tarikh Al-Khulafa "Al-Amin meminta orang-orang berbai'at kepada Musa, anaknya yang dia beri gelar an-Nathiq bi al-Haq (suara kebenaran), padahal Musa saat itu masih menetek sama ibunya ".

Pakar sejarah mencatat kalau Musa masih balita, tetapi Al-Amin tidak memperdulikannya. Melihat Al-Amin semena-mena, maka saudaranya Al-Makmun semakin geram. Karena masih merasa menjadi anak Khalifah dan memiliki pendukung, maka Pangeran muda Al-Ma'mun memecat Al-Amin. Kemudian memproklamirkan diri sebagai Imam kaum muslimin (Amirul Mukminin). 

Maka terjadilah saling pecat memecat antara dua bersaudara ini yang telah berjanji setia di depan Baitullah menggantikan Khalifah Harun Al-Rashid. Semakin hari, semakin runtin perseteruan dua pangeran yang ambisi menjadi Khalifah Islamiyah.

Tidak mau kalah dengan saudaranya, Al Amien mengangkat orang-orang dekatnya seperti Ali bin Isa bin Haman sebagai orang yang memiliki kekuasaan di wilayah-wilayah pegunungan Hamadzan, Nahawand, Qum, Isfahan (Iran), dengan harapan menjadi kuat dan kokoh. Kondisi seperti itu sudah tidak sehat lagi, karena sudah mengarah pada pertumbuhan darah antara dua saudara. Rebutan kekuasaan, walaupun sudah di wasitai sang ayah di depan Baitullah.

Merasa lebih kuat dan berkuasa, Al-Amin memerintahkan Ali bin Isa bin Haman bergerak menuju pusat kota Baghdad, dengan membawa 40.000 tentara tentara. Sementara saudaranya Al Ma'mun juga menyambutnya dengan 4.000 tentara. Tentara itu siap bertempur hingga titik darah penghabisan demi nafsu kekuasaan kakak beradik yang sedang mabuk Khilafah Islamiyah.

Akhirnya terjadilah sebuah pertempuran yang hebat, dimana pimpinan pasukan Khalifah Al-Amin yang dipimpin langsung oleh Ali bin Isa sendiri terbunuh. Kepalanya di penggal, kemudian  dibawa kepada Al-Ma'mun. Selanjutnya diarak keliling Khurasan. 

Cepat tapi pasti, penduduk Khurasan mulai mengakui Al-Ma'mun sebagai tokoh yang pantas menjadi Khalifah, sampai akhirnya Al Ma'mun resmi diangkat sebagai Khalifah.  Semakin hari, Al-Ma'mun semakin kuat dan mendapat dukungan dari masyarakat. 

Sementara Al-Amin semakin lemah, karena suka berfoya-foya, dan juga lebih suka dengan sesama jenis. Imam Suyuthi pernah mengambarkan "Khalifah Al-Amin lemah dalam masalah pemerintahan, boros dan suka berfoya-foya". Hampir semua pakar sejarah, mencatat bahwa Al-Amin lemah dan boros. 

Sampai suatu ketika, istana Al-Amin di kepung dan berhasil dilumpuhkan. Wal hasil, Al-Amin terbunuh dan dipisahkan antara tubuh dan kepalanya. Begitulah nasib dua bersaudara yang rebutan Khilafah Islamiyah, harus menumpahkan darah manusia tak berdosa. 

Yang mengelikkan lagi, mereka sesama bertauhid kepada Allah SWT, sebangsa, se bahasa.  Begitu kejam, ketika bangsa Arab berseteru rebutan kekuasaan, sampai lupa dengan persaudaraan. Baitullah sering menjadi bagian politik, kalimat tauhid, ujung-ujungnya adalah Kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun