Dalam pikirannya adalah, bagaimana secepat mungkin menyingkirkan saudaranya yang kelak akan menjadi sandungan dirinya dan masa depan putranya. Al-Amin bergerak cepat, putranya yang bernama Musa, masih balita segera di bait menjadi putra Mahkota. Konon masih netek ibunya. Tidak satupun orang yang berani melarangnya.Â
Sebagaimana masa diktator Era Soeharto, tidak satupun orang yang bisa menghalang-halangi Soeharto mengangkat menteri, dan berbagi harta benda kepada putra-putranya, menantunya dan juga orang dekatnya. Siapa-pun yang menentangnya, harus bersiap-siapa hengkang dari Nusantara, atau harus pergi ke alam baka.Â
Imam Suyuthi mengutip dalam kitab Tarikh Al-Khulafa "Al-Amin meminta orang-orang berbai'at kepada Musa, anaknya yang dia beri gelar an-Nathiq bi al-Haq (suara kebenaran), padahal Musa saat itu masih menetek sama ibunya ".
Pakar sejarah mencatat kalau Musa masih balita, tetapi Al-Amin tidak memperdulikannya. Melihat Al-Amin semena-mena, maka saudaranya Al-Makmun semakin geram. Karena masih merasa menjadi anak Khalifah dan memiliki pendukung, maka Pangeran muda Al-Ma'mun memecat Al-Amin. Kemudian memproklamirkan diri sebagai Imam kaum muslimin (Amirul Mukminin).Â
Maka terjadilah saling pecat memecat antara dua bersaudara ini yang telah berjanji setia di depan Baitullah menggantikan Khalifah Harun Al-Rashid. Semakin hari, semakin runtin perseteruan dua pangeran yang ambisi menjadi Khalifah Islamiyah.
Tidak mau kalah dengan saudaranya, Al Amien mengangkat orang-orang dekatnya seperti Ali bin Isa bin Haman sebagai orang yang memiliki kekuasaan di wilayah-wilayah pegunungan Hamadzan, Nahawand, Qum, Isfahan (Iran), dengan harapan menjadi kuat dan kokoh. Kondisi seperti itu sudah tidak sehat lagi, karena sudah mengarah pada pertumbuhan darah antara dua saudara. Rebutan kekuasaan, walaupun sudah di wasitai sang ayah di depan Baitullah.
Merasa lebih kuat dan berkuasa, Al-Amin memerintahkan Ali bin Isa bin Haman bergerak menuju pusat kota Baghdad, dengan membawa 40.000 tentara tentara. Sementara saudaranya Al Ma'mun juga menyambutnya dengan 4.000 tentara. Tentara itu siap bertempur hingga titik darah penghabisan demi nafsu kekuasaan kakak beradik yang sedang mabuk Khilafah Islamiyah.
Akhirnya terjadilah sebuah pertempuran yang hebat, dimana pimpinan pasukan Khalifah Al-Amin yang dipimpin langsung oleh Ali bin Isa sendiri terbunuh. Kepalanya di penggal, kemudian  dibawa kepada Al-Ma'mun. Selanjutnya diarak keliling Khurasan.Â
Cepat tapi pasti, penduduk Khurasan mulai mengakui Al-Ma'mun sebagai tokoh yang pantas menjadi Khalifah, sampai akhirnya Al Ma'mun resmi diangkat sebagai Khalifah. Â Semakin hari, Al-Ma'mun semakin kuat dan mendapat dukungan dari masyarakat.Â
Sementara Al-Amin semakin lemah, karena suka berfoya-foya, dan juga lebih suka dengan sesama jenis. Imam Suyuthi pernah mengambarkan "Khalifah Al-Amin lemah dalam masalah pemerintahan, boros dan suka berfoya-foya". Hampir semua pakar sejarah, mencatat bahwa Al-Amin lemah dan boros.Â
Sampai suatu ketika, istana Al-Amin di kepung dan berhasil dilumpuhkan. Wal hasil, Al-Amin terbunuh dan dipisahkan antara tubuh dan kepalanya. Begitulah nasib dua bersaudara yang rebutan Khilafah Islamiyah, harus menumpahkan darah manusia tak berdosa.Â