Imam Suyuthi dan Imam Al-Thobari ulama besar yang berbicara blak-blakkan dalam masalah ini. Kitab Tariku Al-Khulafa salah satu kitab penting yang bertutur panjang seputar Khalifah sejak masa Al-Khulafaur Rosidin kekuasaan dengan menggunakan istilah Khilafah Islamiyah, padahal praktiknya jauh dari nilai-nilai yang diajarkan Kanjeng Rasulullah SAW.
Dalam sebuah kekuasaan, apapun namanya, rebutan, bunuh-bunuhan sudah biasa terjadi. Tidak sedikit menggunakan bendera Islam (tauhid) demi mendapat dukungan masyarakat tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Dais (Al-Daulah Al-Islamiyah Irak dan Al-Syam) yang yang lebih dikenal dengan ISIS. Ratusan ribu nyawa tak berdoa terbunuh sia-sia demi sebuah birahi Khilafah Islamiyah di Irak.
Kembali pada kisah Al-Amin dan Al-Ma'mun. Kedua putra terbaik dari Harun Al-Rashid ini berseteru karena ada pihak ketiga. Konon, seorang pendana menteri yang bernama Al-Fadhl Ibn A-Rabi khawatir kehilangan kedudukannya sebagai pendana menteri jika Al-Ma'mun kelak akan menjadi seorang Khalifah mengantikkan Al-Amin.
Sebuah nasehat yang sangat indah dari sang perdana menteri kepada junjungan ya Khalifah Al-Amin "hendaknya Amirul Mukmin menyingkirkan Al-Ma'mun, agar memudahkan Musa menjadi seorang Khalifah kelak". Sebuah nasehat yang sangat cakep, dari seorang perdana menteri agar tetap menjadi seorang perdana Menteri. Tujuan utamanya, agar siapa sang Perdana Menteri tetap langgeng di istana.
Padahal, keduanya sudah mendapat wasiat dari sang Ayah Khalifah Harun Al-Rashid agar rukun dan bergantian menjadi Khalifah. begitu pesan orangtua kepada putra-putranya. Bahkan wasiat itu diletakkan di dalam Baitullah. Agar senantiasa selalu di ingat, dan penuh berkah. Dengan harapan, kedua putranya benar-benar menjaga wasiat  yang suci ini.Â
Urusan kekuasaan, semua akan menjadi "halal". Wasiat bukan undang-undang yang harus di taati. Alquran dan titah Rasulullah SAW saja kadang di langgar, apalagi hanya sebuah wasiat dari sang Ayah yang sudah tiada.Â
Sumpah di depan Baitullah saja akan dilanggar, jika tidak menguntungkan pada kekuasaan. Kalau perlu, Baitullah menjadi tempat kampanye, agar dikatakan "hebat dan luar biasa". Untuk mendapat kekuasaan, apa-pun akan dilakukan.
Agamawan yang berada di sekitar di Khalifah al-Amin mengingatkan atas kesakralan wasiat suci itu. Namun, Khalifah Al-Amin bukanya nuruti nasehat tersebut, justru bersikap otoriter, diktator. Begitulah Khalifah, tidak ubahnya dengan seorang Raja yang berhak melakukan apa saja kepada rakyatnya. Â
Sekali lagi, titah sang Khalifah itu harus di laksanakan. Jika menolak, Â hanya dua pilihan, menerima titah sang Khalifah, atau mati sia-sia (membusuk dalam penjara).
Khalifah Al-Amin kemudian meminta kepada orang-orang kepercayaan agar mengambil surat wasiat yang tersimpan di dalam Baitullah. Setelah dibawah ke istananya, sang Khalifah memperlihatkan sifat diktator nya. Bukanya menyimpan, tetapi merobek nya. Orang Arab itu memang tidak mengenal "Kuwalat", yang ada ialah berkuasa.
Isi wasiat itu adalah kesepakatan antara Harun Al-Rashid dan kedua putranya di depan Baitullah. Khalifah Al-Amin sudah gelap mata, dia hanya ingin kelak yang menggantikan dirinya adalah putranya sendiri. Bukan Al-Mamun (saudaranya) kandungnya.Â