Politisi mengatakan TNI tidak boleh ikut berpolitik praktis. Kalau terjun dalam dunia politik, harus melepas baju TNI, ini juga berlalu di Polisi. Kemudian berbaju sipil dan bertempur dengan menggunakan kendaraan partai politik. Begitulah makna larangan berpolitik bagi TNI dan Polri. Namun, naluri seseorang untuk berpolitik sukar di hindari, wong berpolitik merupakan hak asasi manusia. Namun, selama menjadi TNI dan Polri, tidak boleh bermain politik, apalagi memainkan isntitusi untuk menjadi kendaraan politik. Dalam pandangan fikih politik Nusantara hukumnya "Haram".
Ketika bernafsu berpolitik muncul, dan semakin hari libidonya semakin tinggi, sampai tidak kuat lagi. Satu-satunya jalan yaitu pensiun dini. Itulahlah yang dilakukan oleh AHY putra SBY, walaupun akhirya harus mengakui keunggulan Anis dan Ahok di pilkada DKI. TNI bisa masuk pada partai politik yang disukainya. Di situlah tempat untuk mengekspresikan semua tentang politik. Pingin jadi gubernur, menteri, bupati, walikota, pengusaha, ketua partai politik, atau mendirikan partai politik baru.
Wajah-wajah jenderal yang sudah berhasil dan malang melintang dalam dunia persilatan dunia politik cukup banyak, seperti; Prabowo, Wiranto, Luhut Panjaitan, Rymizad Riyakudu, SBY. Bahkan AHY sebutan dari putra SBY telah memberikan contoh yang benar kepada para TNI, jika ingin bertempur melalui jalur politik, harus pensiun dini, barulalah mencalonkan diri menjadi cagub DKTI.
Prabowo berulang-ulang mencalonkan diri menjadi presiden, tetapi selalu gagal. Kurang apa dia, ketua partai politik Gerindra. Pengalaman dan prestasi tidak diragukan lagi. Duitnya, tidak terhitung jumlahnya. Orang awam akan ngiler jika melihat kekayaannya, bisa-bisa pingsan. Karena Prabowo benar-benar orang Kaya. Politisi, tokoh agama, jenederal juga mendukungnya, tetapi Tuhan tidak mempekenankanya menjadi presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai kestria, dia akan terus maju dalam dunia politik, sampai tidak kuat lagi berjalan (sepuh).
Wiranto juga demikian. Dia pernah menadi panglima TNI. Pendiri dan perintis partai Hanura. Pernah juga menjadi menteri diera Gus Dur. Sekarang menjadi menteri di era Jokowi. Wiranto mati-matian di dunia politik, tetapi tidak menggunakan baju TNI. Dia taat aturan pada fikih politik Indonesia. Bisa saja, Wiranto ikut serta masuk bursa Capres 2019.
Namun, perlu diketahui, walaupun TNI tidak boleh berpolitik. Tetapi, kadang langkah-langkah yang di ambil kadang nyrempet-nyrempet politik, tidak usah kaget, itu sudah biasa dan wajar. Bahkan, bisa dikatakan berpolitik ala TNI tidak praktis. Karena tugas TNI fokus pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Balbalan salah satu kendaraan tidak resmi orang yang ingin berpolitik. Mana ada di dunia ini, seorang ketua umum sepak bola dari TNI aktif, kecuali di Indonesia. Bagi orang yang melek politik, mereka akan mengatakan "PSSI adalah kendaraan bagus untuk meraih simpati rakyat". Dengan menjadi ketua PSSI, akan lebih mudah meraih simpati, dan mudah turun gunung menemui banyak orang. Melalaui balbalan yang merupakan olahraga rakyat, kesempatan mendapat simpati rakyat semakin kuat. Tidak ada olahraga yang pengikutnya melebihi pengikut sepakbola. Lihat saja, Arema, Persebaya, Persib, Persija, Madura, Bali, Medan, Makasar, Pesipura. Mereka merupakan kontestan yang basisnya sangat loyal dan tinggi.
Ketua umum PSSI Edy Rahmayadi salah satu ketua umum aktif TNI. Edy Rahmayadi Jadi Salah Satu Bakal Cagub Sumut, namun dia menyatakan diri ingin pensiun dini untuk berkarir dalam dunia politik. Dia mengatakan "Tekad saya sudah bulat maju Pilgub Sumut".
Jenderal Nurmantio sebelum pensiun, beliau memutasi sekitar 85 pejabat perwira menengah dan tinggi. Mungkin dalam pandangan biasa, itu biasa-biasa saja. Tetapi, kaca mata politisi itu tidak biasa. Wong jumlahnya sangat fantastis, ada sekitar 46 perwira tinggi TNI AD, 28 perwira tinggi TNI AL, dan 11 perwira tinggi TNI AU. Setiap perubahahan pasti ada tujuan, dan ada yang menjadi penyebab perubahan itu.
Nah, begitu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjabat sebagai Panglima TNI, beliau mengevaluasi rotasi jabatan 16 perwira tinggi (Pati) TNI yang diputuskan Jenderal Gatot Nurmantyo. Orang biasa menilai, itu biasa-biasa saja, tetapi politisi cara pandangnya berbeda, walaupun Panglima sudah menjelaskannya. Dan yang menarik ialah, Letjen TNI Edy Rahmayadi tetap dipertahankan menjadi Pangkostrad.
Di sinilah muncul beberapa pandangan politik. Walupun Panglima TNI Marsekal Hadi Hadi asal Arema ini menegaskan berkali-kali "dalam putusan ini tidak ada istilah like and dislike". Â Tetap saja bola politik terus bergulir. Ada yang berpandangan, langkah penglima TNI menjegal Edu Rahmayadi agar tidak maju dalam pilgub, karena di khawatirkan bisa menjadi pintu bagi dukungan prabowo tahun 2019. Itu sah-sah saja.
Itulah nikmatnya menjadi penduduk di Indonesia. Setiap orang boleh berpendapat dan berpolitik tanpa merasa takut, selama tidak membahayakan eksistensi negara. Kecuali langkah yang ingin menganti Pancasila, seperti; HT, harus di bubarkan, karena sudah tidak sejalan dengan arah demokrasi pancasila. Juga, membahaykan eksistensi negara Kestuan Republic Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H