Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Wanita Lebih Perkasa Menjadi Pemimpin

14 November 2017   16:03 Diperbarui: 14 November 2017   18:16 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Megawati itu satu-satunya wanita yang pernah menjadi presiden di Indonesia. Waktu itu banyak dari kaum muslimin yang mengharamkan wanita menjadi pemimpin. Rupanya karena kondisi politik NKRI, mengharuskan Megawati tidak terelekkan menjadi presiden. Sejak saat itu, fatwa larangan wanita menjadi presiden runtuh dan hingga sekarang tidak terdengar lagi.

Megawati sampai saat ini, masih menjadi tokoh kuat dan terpengaruh di Indonesia dalam tubuh PDIP. Megawati tidak akan mungkin mencalonkan diri menjadi Presiden NKRI, disamping karena usianya sudah tua, masyarakat secara umum kurang tertarik. Terbukti, Megawati pernah kalah ketika berhadapan dengan SBY.

Setidaknya, Megawati mengispirasi dunia, bahwa wanita itu juga bisa menjadi pemimpin. Terbukti, saat ini Halimah Yacob, sosok wanita muslimah pertama yang jadi presiden Singapura. Barangkali, orang islam di Indonesia berfikir, kok bisa ya? Bagi Allah SWT, semua serba mungkin.

Saat Ahok menjadi Gubernur DKI, sebagian besar muslim Jakarta khawatir jika Jakarta di pimpin Ahok, Jakarta akan seperti Singapura. Dengan goncangan gempa politik yang amat dasyat, karena Ahok menyitir Al-Maidah 51, ahirnya Ahok harus terhenti. Walaupun banyak orang meyakini bahwa Ahok itu sosok yang bersih, dan berani melawan korupsi. Itulah politik, semua bisa terjadi dalam hitungan waktu.

Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Maka, Jawa Timur-pun sebagai basis Nahdiyin juga tidak menutup kemungkinan di pimpin seorang wanita. Walaupun, Megawati mendukung kaum Gus Ipul. Pertanyaan mendasar, mosok Gus Ipul justru di dukung Megawati, dan salaman-pun mencium tangannya. Menghormati Megawati karena lebih tua, itulah alasannya. Tetapi, masak tokoh PBNU harus mencium tangan seorang Megawati. Begitulah perdebatan kaum santri yang masih sering ngaji kitab fikih dipesantren.

Rupanya, Jawa Timur sudah berubah. Dulu sekali, waktu saya masih kecil, orang-orang desa-pun berfikir bahwa tidak pantas seorang wanita menjadi pemimpin. Wanita itu hanya ngurusi dapur, sumur dan kasur. Tapi, itu dulu. Sekarang, wanita lebih perkasa. Terbukti Ibu Risma bisa menjadikan Surabaya lebih nyaman, aman, teduh dan bersih. Dolly, satu-satunya tempat yang paling sulit di gusur. Dengan sentuhan kaum wanita, Ibu Risma mampu merubah Dolly menjadi lebih baik. 

Jika Ibu Risma saja bisa, maka Ibu Khofifah Indar Parawansa akan lebih bisa mengatur Jawa Timur. Modalnya, yaitu pengalaman menjadi menteri era Jokowi, pernah Anggota DPR PKB. Dan yang paling utama, Khofifah itu pernah menjadi santriwati setia politik Gus Dur. Siapa yang tidak tahu Gus Dur, presiden, Begawan politik, sekaligus Kyai Khas NU. Apalagi, Gus Sholah dan ulama-ulama NU, banyak yang mendukung. Pasti, kerja Khofihah akan semakin solid menjadikan Jawa Timur semakin makmur.

Apalagi, jika Khofifah di dampingi wakil muda dan kekinian, denga visi dan misi berkemajuan. Saya sering bercanda dengan teman-teman "kalau kalian memilih Gus Ipul dan Anas, maka kalian termasuk warga NU yang sepuh usianya, tetapi kalau kalian memilih Khofifah dan pasangan Dardak, berarti kalian termasuk masih muda".  Barangkali ada yang menjawab "kalau memilih Gus Ipul sudah teruji memimpin Jawa Timur". Gus Ipul atau Khofifah, adalah pilihan.

Siapa yang bisa meyakinkan rkayat Jawa Timur, dialah yang akan memenangkan Pilgub. Siapa yang paling banyak kirim fatihah kepada Gus Dur, peluang menjadi Gubernur akan semakin terbuka.  Terahir, siapa yang di kehendaki Allah SWT, itulah yang akan menjadi Gubernu Jawa Timur. Dengan demikian, siapa-pun yang kalah tidak akan menyalahkan orang lain, atau dendam kepada pasagan terpilih.

Adu argumentasi dalam pilgub boleh dan sah. Adu dalil-dalil Al-Quran dan hadis, bahkan pendapat para ulama kelayakan wanita menjadi Gubernur juga boleh. Tetapi, saat ini adu dalil sudah tidak usum lagi. Karena Ibu Risma menjadi bukti nyata, bahwa kadang wanita itu lebih tegas dari pada laki-laki. Wanita lebih mengerti masalah-masalah yang dihadapi, dari pada kaum lelaki yang kadang sibuk dengan guyonan dan drama politik di atas panggung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun