Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Full Days School dan Pernyataan Bidah Yunahar Ilyas

21 Juni 2017   12:54 Diperbarui: 21 Juni 2017   13:04 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Full Days Scholl yang sedang menghebohkan dunia pendidikan nasional itu sejatinya sudah diterapkan di Madrasah Sabilillah Malang. Sang pengagas utama adalah KH Muhammad Tholhah Hasan, sang ulama dan cendikiawan, sekaligus pengurus PBNU. Beliau juga menteri agama di era Gus Dur. Sabilillah itu sebenarnya Yayasan yang berbasis di Masjid  Sabilillah yang di rintis oleh KH Masykur. Jadi, jika Menteri Pendidikan Muhajir ingin menerapkan, sebenarnya itu copy paste dari Sabilillah.

Kyai Muhammad Tholah Hasan pernah menyampaikan "Masjid itu harus menjadi pusat peribadatan, pusat pendidikan, dan pusat ekonomi". Yayasan Sabilillah telah mewujudkan itu semua. Saat ini masjid Sabilillah memiliki SDI, SMPI, dan SMAI, itu merupakan khidmah Sabilillah terhadap dunia pendidikan. Semua mengikuti Full Days Scholl.. Sabilillah juga memiliki, Sabilillah Medical Center, Koprasi, KBIH, Perpustakaan, dan Lazis Sabilillah, dan mini Market Sabilillah. Juga memiliki pendidikan diniyah, entrepreneur, MQS (Madrasatul Qur'an Sabilillah), baik untuk anak-anak sampai ibu dan bapak-bapak. Pengajian Eksklusif, Pengajian Tasawuf, memiliki masjid dan musolla binaan.

Nah, sebelum saya berkisah seputar Full Days Schol yang menghebohkan itu, saya akan membincangkan Sabilillah terelbih dahulu. Sekaligus kenalan dengan Lembaga Sabilillah yang kami kembangkan sekarang.

Yayasan Sabilillah itu tidak lepas dari sosok KH Masykur lho. Semua tahu kan, siapa KH Masykur? Beliau itu sosok Kyai kharismatik yang pernah nyantri pada Al-Imam Syekh Muhammad Hasyim Asaary pendiri Jamiyaah Nahdhotul Ulama-Jombang. Sedangkan Kyai Hasyim itu bukan saja tokoh pejuang, beliau termasuk Ahlul Quran di Makkah, dan seorang ahli hadis yang pernah belajar pada Syekh Mahfudz Al-Turmusi Makkah.

Dengan demikian, Kyai Masykur itu bukan santri biasa. Sanadnya ilmunya jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Kyai Masykur itu juga seorang prajurit tempur yang ikut serta berjuang melawan penjajahan Belanda. Bersama ribuan para santri, rakkyat, Kyai Masykur, Kyai Muhammad Yahya ponpes Miftahul Huda Gading, Kyai Oesman Mansoer sang pendidi Unisma, KH Nahrowi ikut serta berperang. Tidak lupa, sosok hebat Jenderal Sulam Samsun, ikit serta. Beliau sosok santri yang menjadi tentara santri sejati yang ahli strategi geriliya di Malang.

Kyai Masykur dipercaya memimpin pasukan elit yang terdiri dari prajurit pilihan dari kalangan santri dan Kyai yang berjiwa prajurit sejati. Pasukan Kyai Masykur yang sudah dilengkapi dengan senjata wirid, hizib, tidak lupa tirakat dan rajin sholat malam sebelum berangkat ke Medan perang.

Pasukan itu disebut dengan "Laskar Sabilillah". Kyai Hasyim Asaary pernah menyampakan kepada para santri yang berjuang melawan penjajah Belanda pada 10 Novermber, 1945 "barang siapa yang ikut berjuang dijalan Allah, kalau mereka wafat akan masuk surga. Begitulah dawuh Kyai Hasyim. Saya temukan dawauh itu pada film Sang Kyai. Setelah merdeka dan menjadi Negara berdaulat, maka Kyai Masykur mengabadikan pasukan elit kaum santri dengan mendirikan masjid "Sabilillah".

Sedangkan Laskhar Hizbullah itu dipimpin langsung oleh Kyai Nahrowi dan Kyai Oesman Mansoer. Setelah merdekan, maka di bangunlah sebuah masjid yang bernama "Masjid Hizbullah" yang terletak di Singosari. Jadi, Masjid Sabilillah itu bertalian erat dengan masjid Hizbullah.

Perlu di ketahui, di sekitar masjid Hizbullah terdapat lembaga pendidikan Maarif, mulai tingkat SD, Mts, Aliyah Maarif dan Rumah Sakit. Jumlah siswa Mts Maafaif yang nyambung dengan masjid sekitar 1000 siswa, sedangkan tingkat Aliyah sekitar 900 siswa, sedangkan MI juga mendekati angka 1000. Rupanya, masyarakat tidak sesmua memasukkan putra-putrinya di MI, Mts, dan Aliya. Akhirnya, juga di buka SDI, SMPI, dan SMAI, masing-masing muridnya juga fantastis.

Murid-murid yang sekolah di Singosari, baik yang di MI, SD, Mts, MA, SPI, SMAI, berasal dari Nusantara, seperti Jakarta, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Bali, NTT, NTB dan Papua. Barangkali, lembaga pendidikan Maarif yang di Singosari itu satu-satunya lembaha terbaik, walaupun tempatnya tidak di pusat kota Malang. Kyai Tholah Hasan pernah berpesan "jika ada putranya Kyai ingin belajar di Mts, Aliyah, tidak boleh di tolak". Di Singosari juga bertaburan pesantren tahfidul Quran dan diniyah, sehingga anak-anak yang sekolah di Singosari itu banyak yang nyantri dan pesantren sekaligus hafalan Al-Quran.

Ma'lumlah, Singosari itu gudangnya Qurro dan penghafal Al-Quran, seperti; Kyai Mannan, Kyai Mustain Samsuri, Kyai Bashori Alwi perintis MTQ yang menjadi Begawan Al-Quran. Tidak lupa, di Singosari juga ada tokoh hebat yang terkenal kewaliannya, beliau adalah Kyai Thohir Bunkuk.

Nah, sekarang membincangkan Sabilillah. Kyai Tholah Hasan itu memiliki gagasa cemerlang, seputar pendidikan dasar. Beliau melihat bahwa Masjid Sabilillah itu ada ditenggah kota Malang. Dimana sebagian besar penduduk Kota Malang itu sibuk dengan pekerjaan, baik sebagagi pejabatr pemerintah, dosen, dokter, rector, DPR, wali kota, tokoh masyarakat, baik dari kalangan NU, Muhamamdiyah, dan tokoh lainya.

Maka, Kyai Tholhah menangkap, bahwa Sabilillah itu harus memberikan solusi masyarakat perkoatan yang disibukan dengan pekerjaan dan tugasnya. Maka, dibuatlah SDI Sabilillah yang berbasis di Masjid Sabilillah dan Full Days School.

Kyai Marzuki Mustamar semua putra-putrinya sekolah di Sabilillah, beliau pernah berkomntar "saya puas menyekolahkan anak saya di Sabilillah". Seorang pengusaha Garmen yang bernama Sahrul pernah menyampaikan "putri saya sekolah di Sabilillah, aklaknya bagus, dan sudah pinter ngaji Al-Quran, rajin puasa senin kamis dan juga rajin sholat malam, karena memang mendapatkan bimbingan di sekolah". Seorang Konsultan Pajak yang bernama Abu Bakar juga menyekolahkan putra-putranya di Sabilillah dengan alasan yang sama.

Hendro Kartiko kipper timnas juga menyekolahkan putrinya di Sabilillah, alasanya juga sama, yaitu "anak saya sudah terbiasa menjaga sholat dan bisa ngaji Al-Quran". Bahkan putranya menteri pendidikan Muhajir dulu sekolah di SDI Sabilillah. Maka, hamper semua elemen masyarakat meningingkan putra-putrinya sekolah di Sabilillah, dengan alasan "ngaji dan sholat 5 waktu terbiasa".

Dhuhur dan Ashar menjadi pemandangan yang menarik, dimana semua anak anak SD, harus sholat terpisah dan berkelompok. Salah satu dari mereka menjadi Imam, sekaligus latihan sholat berjamaah dan membaca bacaan sholat dengan baik, benar dan fasih. Ini sebenarnya pendidikan Diniyah yang sesungguhnya. Maka, orangtua merasa bangga ketika putranya menjadi bagian dari Sabilillah.

SDI Sabilillah, menyatukan pendidikan Diniyah dan Formal dalam bentuk FDS (Full Days School). Bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar, sholatnya bagus dan terbiasa berjamaah, dan selalu memulyakan guru dan orangtua, merupakan dasar pendidikan karakter. Itu bisa ditemukan di Sabilillah. Maka, berapa-pun biayanya, orangtua tidak akan menghitunnya. Karena ketika melihat putra-putrinnya baca Al-Quranya bagus, sholatnya bagus, ahlaknya bagus, maka itu sudah tercapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

Pagi hari, pada pukul 0.60 di atar kesekolah, jam 16.00 pagi orangtua yang baru pulang dari kerja bisa sekalian menjemputnya. Apalagi, halaman parker Masjid Sabilillah sangat luas, memudahkan bagi orangtua menjemput dengan menggunakan mobil. Di dalam mobil itulah interaksi orangtua dan anak terbangun. Sang anak sambil menceritakan pengalaman belajar dan ngajinya selama 8 jam di sekolah dan di Masjid Sabilillah.

FDS Sabilillah itu sudah ideal, karena memang semua sarana dan prasana mencukupi. Gedungnya bagus dan ideal, tempat ibadah yaitu masjid tempat membangun karakter siswa juga sangat bagus, halaman luas, bisa untuk bermain dan berlari. Tempat parkir mobil dan motor juga sangat luas. Tempat wudhu juga sangat luas dan bersih. Dengan demikian, biaya yang harus di keluarkan sangatlah besar. Guru itu bukan saja mengajar di kelas, tetapi juga menjadi pembimbing sholat fardu, sunnah, serta mengajarkan agama serta nilai-nilainya.

Sangat tepat Full Days School bagi masyarakat kota Malang yang memang secara ekonomi sudah mapan. Kemudian sebagian orangtua yang sibuk bekerja dengan beragam profesi, tidak bisa memberikan pendidikan kepada putra-putrinya secara utuh. Nah, itung-itung juga menitipkan putra-putrinya di FDS, sehingga bisa mendapatkan pendidikan agama dan ahlak sekaligus, serta tidak ketinggalan pendidikan akademis. Dari pada hidup di rumah bersama pembantu.

Jadi FDS itu sangat tepat bagi masyarakat pekotaan. Tetapi kurang pas untuk masyarakat pedesaan atau kampong. Sedangkan masyarakat pedesaan itu jauh lebih besar prosentasenya di bandingkan masyarakat Kota. Orang miskin dan mlarat itu jauh lebih banyak. Maka, FDS sangat tidak tepat jika diterapkan di Kampung dan pedesaan.

Banyak sekali SD di seluruh pelosok Nusantara yang jauh di bawah standard, mulai gedung, guru, sarana-sarana yang lain juga terbatas. Apalagi pesantren di seluruh Nusantara, yang mewajibkan sekolah pada siang hari, dan setelah ashar harus sekolah Diniyah dengan materi keagamaan, seperti; Nahwu, Sharaf, Fikih, Hadis, Tauhid, dan Al-Quran. Guru SD, diminta mengajar ilmu ilmu di atas, bisa mati mendadak. Sekali lagi, FDS itu tepat untuk masyarakat perkotaan, dan tidak layak untuk masyarakat pedesaan dan pesantren.

Menyikapi Yunahar Ilyas

Tersebar informasi seputar pernyataan Yunahar Ilyas yang bikin gaduh, bahwa Madrasah Diniyah itu seperti kurus. Dalam detiknews, Yunahar Ilyas dawuh "sebenarnya statusnya, mohon maaf, madrasah diniyah sore itu hanya kursus saja, nanti kursus bahasa inggris, matematika, dan lainnya yang di mulai jam 14.00 juga menolak gara-gara mendikbud. Ini namanya enggak fair, enggak ilmiyah penolakannya". Dawuhnya Yunahar Ilyas itu terlalu berkemajuan, sehingga tidak ilmiyah, masa madrasah diniyah disamakan dengan kursus bahasa Inggris.

Mendukung kadernya itu wajar sesama Muhammadiyah itu wajar dan biasa dalam, tetapi  ples deh jangan mengatakan "pendidikan madrasah diniyah" itu seperti kursusan bahasa inggris. Disamping tidak ilmiyah, juga tidak pantas, kok seorang ulama kayak ngak ngerti bedanya kurusan bahasa Inggris dan madrasah diniyah. Yang benar aja, pak..masa seorang lulusan Arab Saudi yang ngerti bahasa Arab, menyamakan pendidkan agaama dan kursusan bahasa Inggis. Hormatilah, orang-orang yang belajar agama melalui sekolah Diniyah.

Umat islam Nusantara, banyak sekali bisa ngaji Al-Quran dengan baik dan benar, karena sekolah di Madrasah Diniyah, bisa membaca Arab gundul, bisa bersuci (thaharah), mengerti halal haram, mengerti tata cara sholat, belajar tentang budi pekerti dan ahlak. Masih banyak materi yang diperoleh dari madrasah Diniyah.

 Jika memang benar, Yunahar Ilyas mengatakan di atas, berarti telah menyakiti jutaan umat islam yang sedang belajar agama, baik yang dipesantren, maupun yang di pedesaan. Bisa jadi, Yunahar Ilyas tidak pernah belajat di Madrasah Diniyah, sehingga tidak memiliki ahlak, bagaimana menghargai santri santri yang sedang belajar di Madrasah Diniyah.

Beda pendapat itu boleh kok dan wajar saja, sepanjang tidak melecehkan. Pernyataan ini dikhawatirkan menistakan pendidikan agama. Wong belajar agama itu hukumnya wajib. Jangalah bikin pernyataan bidah (mengada-ngada) seputar madrasah diniyah, yang bisa membuat gaduh dunia pendikan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun