Namanya, hadis tentu saja disampaikan ketika Rosulullah SAW masih hidup. Sagat menarik sekali, rupanya 30 tahun yang di maksud itu menjadi sangat nyata, ketika masa kekhilfahan Abu Bakar 2 tahun, Umar Ibn Al-Khattab 10 tahun, Usman Ibn Affan 12 tahun, dan Ali Ibn Abi Thalib ra, 6 tahun. Maka, totalnya menjadi 30 tahun.
Dengan demikian, 30 tahun yang dilalui oleh Khulafaur Rosidin telah terjawab. Selanjutnya, Rosulullah SAW mengatakan “kerajaan-kerajaan”. Runtuhnya Khulafaur Rosidin, maka muncullaj kekholifaan Umawiyah, Abbassiyah, Ustmaniyah. Memang benar namanya “Kholifah” tetapi implementasinya adalah “monarki/kerajaan”, buktinya kholifah-kholifah yang ada itu prakteknya sebagai seorang raja yang kadang justru otoriter dan membahayakan para ulama Ahlussunah Waljamaah. Sangat benar pernyataan Rosulullah SAW.
Ketika HT mengklaim bahwa Khilafah itu wajib, sangat mirip dengan Syiah Imamiyah yang iman kepada imam itu hukumnya wajib. Nah, sekarang Abu Bakar Al-Bagdadi telah berikrah bahwa dialah sebagai seorang Kholifah, maka semua wajib mengikuti dan mengakuinya. Dengan demikian, maka rencana Khilafah Islamiyah di rencanakan sudah di dahului oleh Al-Dais (Daulah Islamiyah Iraq dan syam). Abu Bakar Al-Bagdadi telah mendahulinya, dan mendapatkan tempat di Irak dan Syam. Sementara HT masih sibuk menentukan siapa, dan seperti apa bentuk Khilafah, dan dimana tempatnya.
KH. Hasyim Asaary lebih mengetahui apa yang harus diperbuat di Indonesia, sehingga HT tidak perlu ngajari orang-orang NU, baik dari kalangan Kyai maupun santri yang sejak awal menentukan bahwa NKRI adalah hasil musyarah antara ulama dan umara. Demorkrasi itu sudah menjadi pilihan. Perlu di garis bawahi, HT bisa hidup karena demokrasi, tetapi kok justru mengatakan bahwa demkorasi itu terlarang.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah final. Kewajiban warga Negara adalah bagaimana merawat ke bhineikaan yang sudah ada sejak ber abad-abad di Nusantara. Jika belum bisa meneduhkan masyarakat Nusantara, minimal tidak bikin gaduh. NU sudah jelas dan pasti, ikut serta mendirikan NKRI, KH Hasyim berjuang hingga titik darah penghabisan, kemudian melalui Jamiyah NU, ikut serta merawatnya. Begitu juga dengan MU yang jelas-jelas ikut serta mendirikan NKRI.
Jadi, cukuplah NU dan MU, menjadi tolak ukur mencintai NKRI. KH Hasyim dan KH Ahmad Dahlan lebih memilih bentuk negara NKRI, bukan Khilfah yang di impikan oleh HTI hingga saat ini. NU berbasis pesantren, lembaga pendidikan, kesehatan, ekonomi, terus berkompetisi dengan Muhammadiyah untuk memajukan NKRI. Ketika Abu Bakar Al-Bagdadi telah meng-ikrarkan dirinya sebagai seorang Kholfiah di Iraq dan Syam dengan Ibukota Roqo’, maka musnahkan impian HT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H